February 20, 2014

Abel, Kisah Sewindu #4

cerita sebelumnya 





Musim hujan sedang berlangsung ketika kamu datang dan resmi menjadi tetangga baruku. Aku selalu bertanya-tanya mengapa anak lelaki itu selalu duduk di depan pagar rumahnya sambil berpayung dan membelakangi rumahnya. Seorang wanita yang kuyakini sebagi ibunya tak pernah lelah membujuknya masuk ke dalam rumah baru mereka. Tapi anak lelaki itu sama sekali tidak menghiraukannya. Dia duduk di sana sepanjang pagi hingga malam. Hingga pada hari ke-7 aku memberanikan menegurnya.

“Hai. Kenapa kamu nggak masuk ke rumah? Apa kamu mau main sama aku?,” tanyaku saat itu.
“Kamu siapa?,” tanya anak itu degan mata yang tajam.
“Aku Salsa. Salsabila,” ujarku sambil mengulurkan tangan.
 “Nama kamu ribet. Aku ngggak mau main sama kamu,” jawabnya ketus sambil membalikkan badan dan membelakangiku. Punggungnya yang terlihat hangat membuatku memutar otak.
“Oke, panggil saja aku Abel kalau begitu,”

Aku juga tidak tahu darimana aku menemukan nama itu. Tetapi, demi punggungnya yang hangat. Demi dekat dengan anak lelaki itu, maka mulai hari itu aku menasbihkan diri untuk dipanggil Abel. Bang Andri, kakak lelaki kesayanganku tentu saja menolaknya mentah-mentah. Sementara ayah dan ibu hanya mengikuti kemauan anak perempuannya yang jatuh cinta pada usia 12 tahun. Bang Andri tetap memanggilku sebagai Salsa.

Mulai hari itu aku bermain bersama Albi. Bermain kelereng, mengejar layangan putus, bertanding play station. Bahkan aku memberanikan diri untuk naik pohon dan membuat sarang burung bersamanya. Padahal aku sangat takut dengan ketinggian. Demi tetap terus bersama Albi, aku membuang jauh semua ketakutanku itu. Bang Andri jelas-jelas tak menyukai Albi. Karena Albi telah mengubah adik perempuannya menjadi anak lelaki.

Sebenarnya Albi tidak mengubahku menjadi anak lelaki secara utuh. Aku hanya berubah menjadi anak lelaki ketika berada di hadapan Albi. Aku selalu berusaha terlihat kuat dan bisa di hadapannya. Aku selalu senang saat berada di dekat Albi. Tetapi saat tidak ada Albi, aku sesungguhnya anak perempuan manja dan cengeng. Selalu ingin diperlakukan istimewa.

Bermain dan pergi sekolah bersama Albi membuatku semakin denkat dengannya. Tidak ada satu haripun yang kami lewatkan tanpa bersama, kecuali saat ada acara keluarga kami masing-masing. Karena kedekatan kamilah, aku tahu penyebab Albi tidak mau masuk ke rumah selama seminggu awal kepindahan rumahnya itu.

Albi sebelumnya tinggal di Bandung bersama neneknya. Ibunya meninggal ketika melahirkannya. Ayah Albi datang ke Bandung seminggu sekali untuk mengunjunginya. Hubungan mereka baik – baik saja sampai pada akhirnya Ayah Albi memutuskan untuk menikah kembali dan mengajak Albi tinggal bersamanya di Jakarta.

Awalnya Albi tidak mau ikut pindah karena itu berarti ia akan meninggalkan makam ibunya yang berada di Bandung. Tetapi ayahnya terus memaksa Albi karena ia begitu menyayangi Albi. Ibu tiri Albi sangat cantik dan baik. Dari matanya, aku dapat meilhat kalau dia juga menyayangi Albi dengan tulus.

Cukup bagiku melihatmu tersenyum manis
Di setiap pagimu siangmu malammu

Albi adalah orang pertama yang selalu meneriakkan namaku di setiap pagi, siang dan malam. Aku selalu menunggunya untuk memanggil namaku di pagi hari saat kami ingin berangkat sekolah. Albi tumbuh menjadi anak yang periang dan blak-blakan, juga tampan. Tidak salah jika dia memiliki banyak penggemar di saat SMA.

Ada banyak anak perempuan yang menitipkan surat cinta, cokelat atau sekedar salam kepada Albi melalui aku. Rasanya hatiku panas sekali dan tidak terima. Terkadang, aku tidak ingin memberikan surat itu kepada Albi dan ingin membuangnya ke tempat sampah terdekat. Tetapi aku tidak pernah melakukannya.

Aku selalu membawa surat, cokelat dan pesan itu kepada Albi tanpa ada satu yang terlewat. Cokelat yang ada tidak pernah dimakan Albi. Ia khawatir kalau cokelat itu telah dimanterai oleh si pengirim. Maka, akulah yang menjadi tong sampah cokelat itu. Aku selalu memakan habis semua cokelat dari fans Albi di depan Albi.

Sebagai kapten cheerleaders dan seorang flyer, aku sangat menjaga berat badanku. Sebenarnya aku tidak ingin makan cokelat-cokelat itu. Apalagi dalam sehari, setidaknya ada 5 cokelat yang dititipkan fans Albi untukku. Sebenarnya jika sedang tidak berada bersama dengan Albi, pada akhirnya cokelat itu tak tersentuh olehku.
Aku cuma  nggak mau punya hubungan dengan cewek – cewek yang ingin diperlakukan seperti princess. Semua itu hanya ada di dongeng. Lagipula cewek yang ingin diperlakukan seperti princess pasti bukan cewek yang tough. Aku khawatir cewek seperti mereka nggak bisa bertahan bersamaku di kala kesulitan.”

Aku tertegun mendengar alasan mengapa Albi tidak memilih satu dari sekian gadis yang mengejarnya. Alasan yang sulit. Alasan yang tidak mungkin bisa kutembus. Aku adalah bagian dari gadis-gadis yang ingin mendapatkan pesan selamat pagi dan selamat malam di ponselku. Mendapatkan bunga-bunga cantik yang jumlah tangkainya sesuai dengan usia hubungan kami di setiap bulannya. Dipayungi dengan jaket di kala kedinginan. Aku adalah cewek tipikal pada umumnya. Kriteria yang sungguh sangat dibenci oleh lelaki yang kusayangi. Tetapi demi terus berada di dekat Albi dan berharap suatu hari bisa menjalin hubungan dengannya, maka sejak itu aku berusaha menyembunyikan segalanya dari Albi.

Ada ketakutan yang bersarang saat mengetahui Amanda Kartika, si ratu karate sekolah kami berniat menyatakan cinta pada Albi. Aku tahu betul kalau Amanda bukan cewek tipikal, dia berbeda. Bagaimana jika Albi akan menerima Amanda sebagai kekasihnya. Dengan setengah kekhawatiran dan kesal pada Albi—karena dia tidak mengucapkan ulang tahun sampai jam istirahat berbunyi kepadaku—aku menyampaikan pesan dari Amanda.

“Tapi kalau kamu mau keliling Indonesia, nggak masalah buatku. Kemanapun perginya, asalkan sama kamu, its okay aja aku Bel.”

Aku tidak pernah lupa dengan kalimat yang diutarakan Albi saat itu. Aku berharap ada bintang jatuh yang lewat lalu akan kubuat permohonan untuk menghentikan waktu sampai di situ saja. Untuk membingkai kalimat sederhana yang melelehkan perasaanku. Bagiku, itu adalah kado terindah di ulang tahun ke-17 ku.

Sayangnya aku tidak pernah tahu bagaimana menunjukkan perasaanku pada Albi. Albi pasti tidak akan suka dengan segala hal yang berbau romantis, ala princess atau menye-menye. Dan aku semakin tidak tahu bagaimana membuat Albi tahu kalau aku menyukainya. Tapi, bagiamana dengan Albi sendiri ? aku tidak tahu bagaimana perasaannya yang sesungguhnya kepadaku. Apakah Albi merasakan hal yang sama denganku?

Sudah sewindu ku di dekatmu
Ada di setiap pagi
Di sepanjang harimu
Tak mungkin bila
Engkau tak tau
Bila ku menyimpan rasa
Yang kupendam sejak lama

to be continued

0 comments:

© My Words My World 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis