Musim
hujan sedang berlangsung ketika kamu datang dan resmi menjadi tetangga baruku.
Aku selalu bertanya-tanya mengapa anak lelaki itu selalu duduk di depan pagar
rumahnya sambil berpayung dan membelakangi rumahnya. Seorang wanita yang
kuyakini sebagi ibunya tak pernah lelah membujuknya masuk ke dalam rumah baru
mereka. Tapi anak lelaki itu sama sekali tidak menghiraukannya. Dia duduk di
sana sepanjang pagi hingga malam. Hingga pada hari ke-7 aku memberanikan
menegurnya.
“Hai.
Kenapa kamu nggak masuk ke rumah? Apa kamu mau main sama aku?,” tanyaku saat
itu.
“Kamu
siapa?,” tanya anak itu degan mata yang tajam.
“Aku
Salsa. Salsabila,” ujarku sambil mengulurkan tangan.
“Nama
kamu ribet. Aku ngggak mau main sama kamu,” jawabnya ketus sambil membalikkan
badan dan membelakangiku. Punggungnya yang terlihat hangat membuatku memutar
otak.
“Oke,
panggil saja aku Abel kalau begitu,”
Aku
juga tidak tahu darimana aku menemukan nama itu. Tetapi, demi punggungnya yang
hangat. Demi dekat dengan anak lelaki itu, maka mulai hari itu aku menasbihkan
diri untuk dipanggil Abel. Bang Andri, kakak lelaki kesayanganku tentu saja
menolaknya mentah-mentah. Sementara ayah dan ibu hanya mengikuti kemauan anak
perempuannya yang jatuh cinta pada usia 12 tahun. Bang Andri tetap memanggilku
sebagai Salsa.
Mulai
hari itu aku bermain bersama Albi. Bermain kelereng, mengejar layangan putus,
bertanding play station. Bahkan aku
memberanikan diri untuk naik pohon dan membuat sarang burung bersamanya.
Padahal aku sangat takut dengan ketinggian. Demi tetap terus bersama Albi, aku
membuang jauh semua ketakutanku itu. Bang Andri jelas-jelas tak menyukai Albi.
Karena Albi telah mengubah adik perempuannya menjadi anak lelaki.
Sebenarnya
Albi tidak mengubahku menjadi anak lelaki secara utuh. Aku hanya berubah
menjadi anak lelaki ketika berada di hadapan Albi. Aku selalu berusaha terlihat
kuat dan bisa di hadapannya. Aku selalu senang saat berada di dekat Albi. Tetapi
saat tidak ada Albi, aku sesungguhnya anak perempuan manja dan cengeng. Selalu
ingin diperlakukan istimewa.
Bermain
dan pergi sekolah bersama Albi membuatku semakin denkat dengannya. Tidak ada
satu haripun yang kami lewatkan tanpa bersama, kecuali saat ada acara keluarga
kami masing-masing. Karena kedekatan kamilah, aku tahu penyebab Albi tidak mau
masuk ke rumah selama seminggu awal kepindahan rumahnya itu.
Albi
sebelumnya tinggal di Bandung bersama neneknya. Ibunya meninggal ketika
melahirkannya. Ayah Albi datang ke Bandung seminggu sekali untuk
mengunjunginya. Hubungan mereka baik – baik saja sampai pada akhirnya Ayah Albi
memutuskan untuk menikah kembali dan mengajak Albi tinggal bersamanya di
Jakarta.
Awalnya
Albi tidak mau ikut pindah karena itu berarti ia akan meninggalkan makam ibunya
yang berada di Bandung. Tetapi ayahnya terus memaksa Albi karena ia begitu
menyayangi Albi. Ibu tiri Albi sangat cantik dan baik. Dari matanya, aku dapat
meilhat kalau dia juga menyayangi Albi dengan tulus.
Cukup bagiku melihatmu
tersenyum manis
Di setiap pagimu
siangmu malammu
Albi
adalah orang pertama yang selalu meneriakkan namaku di setiap pagi, siang dan
malam. Aku selalu menunggunya untuk memanggil namaku di pagi hari saat kami
ingin berangkat sekolah. Albi tumbuh menjadi anak yang periang dan blak-blakan,
juga tampan. Tidak salah jika dia memiliki banyak penggemar di saat SMA.
Ada
banyak anak perempuan yang menitipkan surat cinta, cokelat atau sekedar salam
kepada Albi melalui aku. Rasanya hatiku panas sekali dan tidak terima.
Terkadang, aku tidak ingin memberikan surat itu kepada Albi dan ingin
membuangnya ke tempat sampah terdekat. Tetapi aku tidak pernah melakukannya.
Aku
selalu membawa surat, cokelat dan pesan itu kepada Albi tanpa ada satu yang
terlewat. Cokelat yang ada tidak pernah dimakan Albi. Ia khawatir kalau cokelat
itu telah dimanterai oleh si pengirim. Maka, akulah yang menjadi tong sampah
cokelat itu. Aku selalu memakan habis semua cokelat dari fans Albi di depan
Albi.
Sebagai
kapten cheerleaders dan seorang flyer, aku sangat menjaga berat badanku.
Sebenarnya aku tidak ingin makan cokelat-cokelat itu. Apalagi dalam sehari,
setidaknya ada 5 cokelat yang dititipkan fans Albi untukku. Sebenarnya jika
sedang tidak berada bersama dengan Albi, pada akhirnya cokelat itu tak
tersentuh olehku.
“
Aku
cuma nggak mau punya hubungan dengan
cewek – cewek yang ingin diperlakukan seperti princess. Semua itu hanya ada di dongeng. Lagipula cewek yang ingin
diperlakukan seperti princess pasti
bukan cewek yang tough. Aku khawatir
cewek seperti mereka nggak bisa bertahan bersamaku di kala kesulitan.”
Aku
tertegun mendengar alasan mengapa Albi tidak memilih satu dari sekian gadis
yang mengejarnya. Alasan yang sulit. Alasan yang tidak mungkin bisa kutembus.
Aku adalah bagian dari gadis-gadis yang ingin mendapatkan pesan selamat pagi
dan selamat malam di ponselku. Mendapatkan bunga-bunga cantik yang jumlah
tangkainya sesuai dengan usia hubungan kami di setiap bulannya. Dipayungi
dengan jaket di kala kedinginan. Aku adalah cewek tipikal pada umumnya.
Kriteria yang sungguh sangat dibenci oleh lelaki yang kusayangi. Tetapi demi
terus berada di dekat Albi dan berharap suatu hari bisa menjalin hubungan
dengannya, maka sejak itu aku berusaha menyembunyikan segalanya dari Albi.
Ada
ketakutan yang bersarang saat mengetahui Amanda Kartika, si ratu karate sekolah
kami berniat menyatakan cinta pada Albi. Aku tahu betul kalau Amanda bukan
cewek tipikal, dia berbeda. Bagaimana jika Albi akan menerima Amanda sebagai
kekasihnya. Dengan setengah kekhawatiran dan kesal pada Albi—karena dia tidak
mengucapkan ulang tahun sampai jam istirahat berbunyi kepadaku—aku menyampaikan
pesan dari Amanda.
“Tapi
kalau kamu mau keliling Indonesia, nggak masalah buatku. Kemanapun perginya,
asalkan sama kamu, its okay aja aku
Bel.”
Aku
tidak pernah lupa dengan kalimat yang diutarakan Albi saat itu. Aku berharap
ada bintang jatuh yang lewat lalu akan kubuat permohonan untuk menghentikan
waktu sampai di situ saja. Untuk membingkai kalimat sederhana yang melelehkan
perasaanku. Bagiku, itu adalah kado terindah di ulang tahun ke-17 ku.
Sayangnya
aku tidak pernah tahu bagaimana menunjukkan perasaanku pada Albi. Albi pasti
tidak akan suka dengan segala hal yang berbau romantis, ala princess atau menye-menye. Dan aku semakin tidak tahu bagaimana membuat Albi tahu
kalau aku menyukainya. Tapi, bagiamana dengan Albi sendiri ? aku tidak tahu
bagaimana perasaannya yang sesungguhnya kepadaku. Apakah Albi merasakan hal
yang sama denganku?
Sudah sewindu ku di
dekatmu
Ada di setiap pagi
Di sepanjang harimu
Tak mungkin bila
Engkau tak tau
Bila ku menyimpan rasa
Yang kupendam sejak
lama
to be continued
0 comments:
Post a Comment