April 30, 2016

Review Film AADC 2 : We Have to Finished what We Have Started



Jurang antara kebodohan dan keinginan untuk memilikimu..sekali lagi

Barisan kalimat terakhir dari puisinya Rangga—karangan Aan Mansyur—itu secara nggak langsung menjelaskan kalau si Rangga yang legendaris itu kembali lagi. Meski tidak dalam satu purnama yang dia janjikan. Seenggaknya hal itu menjawab ribuan tanya penonton selama 14 tahun berselang.

Di tengah hiruk pikuknya Civil War, terbukti kalau penasarannya penonton dengan AADC (Ada Apa Dengan Cinta) 2 ini masih sangat besar. Buktinya, saya harus bolak balik 3 kali ke bioskop untuk bisa menjawab rasa penasaran saya akan kelanjutan ceritanya. Allhamdulillah, dengan perjuangan-yang-kok sampe gini banget  ya gue lakuin saking excitednya- itu, penasaran saya sudah selesai semalam.

So, here it is my review. Bukan maksud spoiler ya, just sharing tentang penilaian saya tentang film ini.

Setelah kamu nonton film, pertanyaan yang kemudian datang dari seseorang yang belum menonton adalah “Seru ga?”, tak terkecuali dengan film ini. Apalagi sudah digantung selama 14 tahun. Pertanyaan itu juga saya dapatkan dari seorang teman di Twitter. Seriously, saya suka banget dengan Ada Apa Dengan Cinta, (tulisannya di sini).. saking sukanya dan berkesan, saya justru tidak punya ekspektasi apapun dari film lanjutannya ini.

Saya seolah ingin memberikan ruang dan menelan apa yang disuguhkan di AADC 2 ini tanpa berharap apapun. Ya, meski kekecewaan itu sudah ada di depan saat tahu Geng Cinta ternyata nggak lengkap. Maka, di AADC 2 ini saya hanya excited dengan kelanjutan kisah Cinta dan Rangga tentunya, tanpa memaksa mereka harus bersama. Saya justru berekspektasi kecil kalau endingnya bakalan gantung seperti film pertamanya.

Ide cerita yang dihadirkan pasca 14 tahun ini bisa dibilang sudah sangat common dan banyak kita jumpai di film-film Indonesia lain. Unfinished business yang menuntut diselesaikan saat orang paling legendaris di hati kamu muncul kembali, padahal kamu udah bersiap menyambut hidup yang baru. Saya rasa memang nggak mudah untuk mengemas kehidupan setelah 14 tahun dan yang sudah terjadi selama 14 tahun itu dalam 124 menit saja. Belum lagi bukan kehidupan satu orang yang harus kamu ceritakan kembali, tetapi 6 orang. (Cinta, Rangga, Maura, Milly, Karmen, dan Mamet).

Maka, menurut saya film ini berhasil membungkusnya menarik melalui intimate conversation di dalamnya antara satu tokoh ke tokoh lain. Bahkan, banyak sekali percakapan diantara pemainnya yang justru membuat saya dan penonton satu studio lebih sering terpingkal. Termasuk di banyak scene antara Cinta dan Rangga.

Meski genre nya adalah romance, tapi adegan mereka berdua justru lebih sering membuat kita terpingkal. Mulai dari pertemuan pertama mereka di pameran maupun di kedai kopi—saat Cinta bilang kalau Rangga jahat—hingga makan malam bersama.


Untuk karakter personil geng Cinta, maka menurut saya karakter Milly sangat mencuri perhatian dengan porsinya yang polos tapi menggelitik. Yang selalu berhasil memecah ketegangan diantara mereka. Sementara Rangga..karakter yang dibangun di 14 tahun kemudian lebih tegas dan dewasa, menurunkan sedikit keangkuhannya dengan mengobral banyak senyum di banyak scene saat jalan-jalan dengan Cinta tentunya. Karakter Cinta sendiri justru membuat saya gregetan dan gemes. Dia terlalu plin plan untuk di beberapa waktu, tetapi tegas dan mau mengakui kesalahannya.

Film yang sudah 14 tahun ditunggu tunggu ini tidak luput dari sponsor-sponsor keren dan mereka turut hadir di dalam film dalam bentuk nyata melalui scene-scene yang ada. Saat Cinta dikasih minum air mineral pasca menampar Rangga. Saat Karmen mengabadikan tempat tinggal Rangga di Jogja hingga saat momen tegang Karmen dan Milly membuntuti Rangga sambil makan es krim.

Setting film ini menempatkan Jogja dalam porsi yang lebih besar dibandingkan Jakarta dan New York. Dan saya rasa film ini berhasil mengangkat banyak hal dari Jogja, selain Malioboro yang lebih banyak dikenal orang. Nggak ada becak warna-warni yang in banget di jogja dalam film ini, tetapi ada pertunjukan boneka yang menyayat hati dan villa nya Geng Cinta yang cozy banget. Secara nggak langsung, film ini mengangkat Indonesia dengan cantik.
           
         Hal lain yang melekat dari AADC adalah soundtracknya. Mungkin kamu masih ingat lagu closing AADC yang judulnya “Demikianlah”. Di AADC 2 ini, lagu tersebut jadi openingnya. Lengkap dengan desain opening title yang kekinian banget. Suara Hati Seorang Kekasih juga masih mewarnai AADC 2 dengan gubahan yang lebih keras dan jauh dari mellow. Tune lagunya Bimbang juga masih sering nongol setiap Cinta kembali membuka puisi-puisi dari Rangga. Dan yang menyenangkan buat saya pribadi, intro lagu “Hanya” juga diselipkan sekali di part-part awal film.
                
           Wauww…nyatanya cukup panjang review dari saya tapi percayalah semua yang saya ceritakan di atas itu masih belum menjawab kenapa Rangga yang segitu coolnya dibilang jahat sama Cinta. Kamu nggak akan tahu jawabannya kalau nggak nonton.

                Tapi, yang mau ditarik kesimpulan dari film ini for me adalah we have to finished what we have started, so we can continue our life better with no one hurted. Banyak orang-orang yang belum move on dari seseorang paling legendaris di hatinya karena ada unfinished business diantara mereka. Sebelum kamu milih untuk memulai kisah baru dengan orang baru, lebih baik kamu tutup buku dulu dengan orang yang paing legendaris itu. Daripada nantinya kamu setengah-setengah dan melukai orang lain. Buat keputusan tegas, jangan plin plan.


Terima kasih sudah membaca sampai akhir and happy watching

30 April 2016






April 2, 2016

Monita Tahalea - Dandelion (Review)



Hello, readers

Satu bulan yang lalu, seorang teman sangat hobi memasukkan lagu Memulai Kembali dari Monita Tahalea dalam playlist Youtube di sela-sela kami bekerja. Efek yang dihadirkan adalah lagu itu seolah lagu wajib yang pasti kami dengarkan setiap hari sambil bekerja. Efek yag lebih dahsyat lagi, saya mendengarkan satu albumnya, yaitu Dandelion dan jatuh cinta.

Kalau mendengar Monita Tahaela, maka yang melekat di benak saya adalah lagunya yang berjudul Kekasih Sejati. Tetapi, mendengarkan satu albumnya yang berjudul Dandelion seolah mengenal lebih dalam musikalitas Monita Tahalea.

Well, album Dandelion ini berisi 9 lagu dan 1 diantaranya berbahasa Inggris. Yang menjadi favorit bagi saya adalah 168, Memulai Kembali, Tak Sendiri, Perahu, dan Saat Teduh. Entah apakah ini dapat disebut dengan favorit, jika jumlah yang saya favoritkan saja lebih dari setengahnya.

Mungkin karena saya penikmat Adhitia Sofyan, maka saya jatuh cinta dengan hampir keseluruhan album Dandelion ini. Genre yang diambil memang bukan bedtime song, layaknya Adhitia Sofyan. Tetapi, alunan musik yang dipilih di album ini seolah menghadirkan efek menyatu dengan alam.

Suara Monita yang selalu membuat saya merasa seperti disiram air es, lirik yang sangat puitis dan meaningfull adalah perpaduan yang menghasilkan Dandelion. Album ini bercerita tentang cinta, ajakan love yourself, dan persahabatan.

Saat Teduh adalah salah satu lagu yang menceritakan sosok seorang sahabat yang hadir mengusir lara dan sepi. Lagu ini memang mellow dan cocok menjadi lagu pengantar tidur, tetapi sesungguhnya pesan yang ingin disampaikan dalam lagu ini sangat dalam. Dengan alunan yang menenangkan, lewat lagu ini kita seolah diajak flashback tentang siapa sosok sahabat kita yang pas dengan lirik lagu ini .

Teringat seorang , sahabat setia
Dia slalu berkata, aku beserta
Suka dan duka, kayuh bersama
Tetaplah janjinya, tuk bersamaku
Larapun pergi menjauh
Sepiku bagaikan debu
Hatipun tenang dekatmu
Kunyanyi slalu denting jiwaku
Senandungkan langkah bersamamu
( Saat Teduh)

Lagu lain tentang persahabatan sekaligus ajakan love yourself adalah Hai. Berbeda dengan Saat Teduh, lagu ini nggak mellow tetapi tetap dalam jalur yang menenangkan dan enak didengarkan sambil tiduran di kamar melepas lelah. Lagu ini juga banyak menyelipkan bunyi-bunyian musik tradisional.

Hai teman, Apa kabar
Lama tak kudengar suaramu
Apa harimu bermentari
Adakah malammu dihiasi mimpi
Hai teman
Hapus sudah senyum kelabu di wajahmu
Masa yang lalu telah berlalu
Kini hari baru bernyanyi untukmu
Temanku tidakkah kamu tahu bahwa dunia rindukan senyummu
Dengarlah, indah suara rintik hujan
Yang turun membasahi bumi, memeluk tanah gersang
(Hai)


                And here it is…yang jadi juara di hati saya dan selalu diputar berkali kali, dinyanyikan berulang ulang..dalam hati, bibir maupun kepala. Judulnya 168. Bagi saya, isi lirik ini bagaikan dongeng yang dirangkai dengan lirik lirik puitis. Intro dan permainan gitar dalam lagu ini berhasil menghipnotis saya untuk menghadirkan imaji sebuah pohon di atas bukit dan hujan yang tak kunjung datang. Lagu 168 ini juga meyelipkankan lirik bahasa Prancisnya. Lagu ini cukup ngejazz dan menjadi misteri sendiri kenapa judulnya 168.  I still didn’t get the answer, readers. Maybe you can help me in comment box. Xixi

Sebuah nostalgia yang takkan terlupa
Tentang gadis bingung dan pengembara
Berbagi cerita di penghujung senja
Menunggu datangnya hujan
Tiada kunjung datang hujan yang dinantikan
Namun hari-hari semakin berarti
Berteman butir waktu
Berpayung langit biru
Akhirnya yang tiba cinta
Ternyata bukan tentang menanti dan menunggu
Tetapi memang telah waktunya tuk bertemu
Walau tak selalu berakhir bersama
Mungkin nanti..kan bertemu kembali
(168)

                Lagu lain yang cukup upbeat dalam album ini adalah Memulai Kembali dan Tak Sendiri. Memulai Kembali rasanya memang nggak perlu diceritakan lagi, karena lagu ini sangat sering diputar di radio dan chart music di acara tv. Tetapi memang sih lagu ini tidak pernah gagal untuk mengajak saya membayangkan laut setiap baru mendenagkan intronya. Liriknya juga puitis dan meaningfull love yourself gitu. Kalau menurut Provoke Magazine, cocoknya sih didengarkan setelah putus.

Sebuah janji terbentang di langit biru
Janji yang datang bersama pelangi
Angan-angan pilu pun perlahan lahan menghilang
Dan kabut sendupun berganti menjadi rindu
Sejak saat itu langit senja tak lagi sama
(Memulai Kembali)

Sementara lagu Tak Sendiri dibawakan tak sendiri oleh Monita. Di Lagu yang paling ngebeat dan mengajak tubuh kita sedikit bergoyang ini, onita duet bersama Gaby. Iya, Gaby Idol yang nyanyi Begitu Indah itu lho. Duet mereka di sini sangat keren dan seolah mengantarkan energi positif ke setiap yang mendengarnya bahwa mereka nggak sendirian.

Dan aku kembali
Menatap mentari yang berseri
Ku tak sendiri
Cintamu selalu bersemi
Hadirmu membawa harapan
Kuyakin kau akan selalu ada
Dan aku kembali
Menatap mentari yang berseri
(Tak Sendiri)

And the last..lagu yang sayang kalau dilewat karena nggak direview adalah Perahu. Lagu ini memang sejenis dengan Saat Teduh, super mellow. Liriknya juga bagaikan puisi. Makanya saya suka.

Angin malam, langit gulita
Lautan tenang
Ku bertanya dalam jelaga
Dimana asa
Terlalu lama bersembunyi di balik langkah
Kulayarkan saja sebuah perahu jingga
Tuk pergi melihat angkasa
Berharap malam ini kulihat bintang di sana
Akankah perahu asa membawa sejuta renjana
(Perahu)

Meski hampir keseluruhan lirik lagu dalam album Dandelion ini sangat puitis dan metafora yang keren, sayangnya mereka hanyalah lirik berulang. Selain itu durasi lagu di album Dandelion ini sangat sebentar. Hanya tiga lagu yang memiliki durasi di atas 4 menit, sementara yang lainnya kurang dari 4 menit dan terasa begitu cepat. Atau mungkin karena liriknya yang hanya diulang ulang saja. Entahlah, saya cukup sok tahu juga sih dengan mereview Album Dandeilon milik Monita ini karena bukan wartawan musik.

Tetapi sebagai pendengar, Album Dandelion ini salah satu yang keren untuk musisi Indonesia. Rasanya saya juga harus berterima kasih pada Widya, teman saya yang mengenalkan album ini.

Terima kasih sudah membaca.

Lagu Lagu di Album Dandelion – Monita Tahalea :
1.       Hai
2.       Memulai Kembali
3.       168
4.       Perahu
5.       Bisu
6.       Saat Teduh
7.       Tak Sendiri
8.       I’ll Be Fine (Lirik Bahasa Inggris)
9.       Breathe


 

   
© My Words My World 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis