March 18, 2015

Gagal Bersembunyi


Gagal Bersembunyi
by
The Rain

hei apa kabarmu jauh di sana
tiba-tiba teringat cerita yang pernah kita upayakan
ku pikir aku berhasil melupakanmu
berani-beraninya kenangan itu datang tersenyum
meskipun jalan kita tak bertemu
tapi tetap indah bagiku, semoga juga bagimu
kau tahu aku merelakanmu
aku cuma rindu, aku cuma rindu
takkan mencoba tuk merebutmu
aku cuma rindu, itu saja
gagal, kali ini gagal bersembunyi
di balik kata-kata bijak yang selalu mampu membuat aku terlihat tangguh
padahal hancur lebur harapan

yang terlanjur ku percaya ahaaa haaa
meskipun jalan kita tak bertemu
tapi tetap indah bagiku, semoga juga bagimu
kau tahu aku merelakanmu
aku cuma rindu, aku cuma rindu
takkan mencoba tuk merebutmu
aku cuma rindu, itu saja
dan senyuman itu masih selalu menenangkanku
kau tahu aku merelakanmu
aku cuma rindu, aku cuma rindu
takkan mencoba tuk merebutmu
aku cuma rindu, itu saja, itu saja, itu saja

Bisa dan Terbiasa




Setiap orang bukannya tidak bisa, mereka hanya tidak atau belum terbiasa.

Perjalanan pulang di angkot sering membisikkan saya pemikiran pemikiran baru atau bahkan quotes yang entah munculnya dari mana. Semuanya terlintas begitu saja dari benak saya melalui pemikiran atau penglihatan yang random. Salah satu hasilnya adalah sebaris kalimat utama dalam postingan blog ini. sementara sisanya, menghias indah di status twitter saya.

Ya, Setiap orang bukannya tidak bisa, mereka hanya tidak atau belum terbiasa. Kalau dipikir lagi dan dimkanai secara mendalam dan ditanamkan dalam diri kita, maka rasanya tidak ada sikap sombong karena merendahkan. Karena seseorang itu hanyalah belum terbiasa. Jika mereka telah terbiasa, mereka juga pasti akan bisa.

Seorang anak kecil tidak bisa langsung berdiri tegak, berjalan atau bahkan berlari. Tulangnya perlu penyesuaian untuk membiasakan bertahan menopang tubuhnya. Setelah terbiasa, maka anak itu dapat berjalan, bahkan berlari.

Saya rasa semua manusia juga demikian dalam melakukan suatu hal. Mereka yang tidak bisa mengendarai sepeda motor kopling atau gigi sebenarnya hanya belum terbiasa menggunakannya. Saat mereka memiliki keinginan yang kuat untuk dapat menegendarai sepeda motor kopling atau gigi serta terus berlatih, maka pada akhirnya mereka bisa. Mereka bisa karena terbiasa.

Ada orang yang malas luar biasa. Mereka sesungguhnya hanya belum terbiasa untuk berkoitmen dan  melawan rasa malas dalam diri mereka melalui tindakan. Ya, kita semua bukan tidak bisa. Kita hanya tidak atau belum terbiasa. Jadi, apa yang kita pikir tidak bisa kita lakukan saat ini sesungguhnya adalah hal yang belum terbiasa kita lakukan. Maka dari itu, ayo berlatih.

Dan saya rasa kamu tidak sendirian, karena saya pun sering mengalami hal itu. Maka dari itu, seklai lagi ayo berlatih untuk membiasakan. Hingga pada akhirnya kita bisa melakukan apa yang kita anggap tidak bisa kita lakukan.

Terima kasih sudah membaca



  

March 17, 2015

Far Away - Simon Adams




Beberapa hari yang lalu, salah satu instant messaging favorit saya mengeluarkan Mobile Drama yang berjudul Nic and Mar. cerita tentang sepasang mantan kekasih yang saling bertemu di Paris tanpa direncanakan. Mereka bertemu setelah 10 tahun lamanya.
Saat melihat videonya, honestly langsung penasaran dengan soundtracknya yang catchy banget dengan suasana di Paris. Belum sempat mencari lirik dan lagunya di google, eh dikirimin video liriknya lagi.
Okay, liriknya sih emang klise. Tentang seseorang yang memepertanyakan apakah ini waktu yag tepat untuk memulai kembali dan bersatu (lagi). Lagunya emang cocok banget dengan suasana di Paris.

Far Away 
by
 Simon Adams


Far away
Far away from where we were
Each of us were hiding for so long

Far away
Under the stars
When I close my eyes I see your smile
If now’s my last chance to make it right
Stand tall, stay with me so we can see the light

If I told what I could not say
If I showed all and let you in
If I opened up my heart and spoke my love for you
Would you walk with me till the end
When we’ll end up being more than friends
We’ll go hand in hand
Til you understand
Here I am



If I told what I could not say
If I showed all and let you in
If I opened up my heart and spoke my love for you
Would you walk with me till the end
When we’ll end up being more than friends
We’ll go hand in hand
Till you understand
Here I am

Jawabannya : Yes, Yes, i would

If I told what I could not say
If I showed all and let you in
If I opened up my heart and spoke my love for you
Would you walk with me till the end
When we’ll end up being more than friends
We’ll go hand in hand
Till you understand
Here I am

Far away From where we were
Will we try and make it right this time


March 13, 2015

Semua Orang Harus Move On


Ketahuilah kalau postingan ini bukanlah suatu hal yang menye-menye supaya kamu yang baru saja putus cinta nggak kemudian marah karena isi postingan ini tidak sesuai dengan apa yang kamu harapkan atau pikirkan.

Setiap orang memiliki zona nyaman mereka tersendiri. Entah dengan lebih memilih terus bergerumul dengan teman-temannya, menciptakan dunianya sendiri, bermain game online tanpa henti di usianya yang sudah tidak wajar atau zona nyaman lainnya. Banyak orang yang terlena di area kenyamanan mereka. Padahal, zona nyaman lebih sering menenggelamkan mereka ke dasar. Bukan mengajak mereka ke puncak. That’s why, we have to move on. Ya, move on dari zona nyaman.

Move on nggak hanya soal patah hati, sedih dan gundah gulana. Terkadang kita nggak menyadari, kalau kita juga seharusnya move on dari yang namanya bahagia. Ya, bahagia yang berlebihan akan melenakan dan membuat kita lupa.

Perasaan bahagia yang berlebihan, seperti mendapatkan posisi strategis dalam pekerjaan, atau nilai yang sudah sangat aman pada saat ujian bisa menjadi contohnya. Terkadang, kita terlena pada posisi itu. Pada posisi bahagia dan menyombongkannya, serta bersifat tenang kemudian lupa. Padahal, semua hal di dunia ini hanya bersifat sementara, salah satunya rasa bahagia.

Bahagia yang kita rasakan hari ini akan kadaluarsa pada keesokannya. Jadi, masih merasa bahagia atas suatu hal yang telah berlangsung selama seminggu lalu, tanpa ada move on ke kegiatan yang mengantarkanmu ke kebahagiaan selanjutnya bagi saya adalah sebuah kesalahan.

Kita terlalu fokus memaknai move on dari kesedihan dan keputusasaan, tetapi kita lupa kalau kita juga harus move on dari perasaan bahagia yang berlebihan. Dan itu yang sangat berbahaya. Semua yang ada di dunia ini sifatnya sementara. Begitu juga dengan kebahagiaan. Apa yang membuat kita bahagia hari ini tidak akan membahagiakan di kemudian hari kalau kita hanya terus merasa nyaman dengan kebahagiaan saat ini, tanpa move on ke cara lain untuk menggapai kebahagiaan lainya.

Memang tidak mudah melalui. Bahkan rasanya lebih sulit dibandingkan dengan move on dari keputusasaan. Sayapun sedang berusaha…untuk move on dari perasaan bahagia yang berlebihan.

Selamat berusaha


Terima kasih telah membaca

14 Maret 2015
1.44 AM


March 12, 2015

#JurnalSyukur (Day 12)




Merasa setuju dengan pernyataan di atas? Atau sekedar merasakannya? Ya, saya pernah merasakannya. Mungkin sebagian orang di luar sana juga bisa mengangguk setuju. Entah dengan cara menyadarinya sendiri sambil tersenyum atau melalui cuplikan sinetron dimana si kaya dan miskin yang tertukar.

Contoh simple lain adalah menjadi anak laki laki yang mendapatkan perlindungan berlebihan (overprotektif) dari orang tua. Belum ada di rumah saat matahari perlahan tergelincir tenggelam, maka puluhan panggilan telpon dari ibunya akan singgah di ponselnya. Merasa risih, kesal dan terganggu. Lalu mengeluh.

Sementara ada anak lelaki di luar sana yang sengaja pulang malam. Tidur-tiduran di kosan temannya sambil menunggu panggilan telopn dari sang ibu yang memintanya untuk pulang. Atau sekedar menanyakan keeradaannya. Kehidupan yang kalian pikir tertukar dan kalian harapkan satu sama lain.

Tapi benarkah semua itu?

Benarkah, apa yang kita keluhkan adalah apa yang diinginkan orang lain? Benarkah kita tidak membutuhkan kehidupan yang kita keluhkan ini? Atau hanya kehilangan yang nantinya akan menyadarkan apakah kita akan merindukan dan membutuhkan kehidupan yang kita keluhkan saat ini?

Jawabannya sederhana : Rasa syukur. Kita belum mensyukuri apa yang kita keluhkan. Kita hanya mengeluh, bukan bersyukur. Sepanjang kita terus berkeluh, maka kita akan terus menginginkan kehidupan orang lain. Itu yang saya sadari pada akhirnya.

Bagaimana saya pernah berpikir ingin hidup di tengah gadget terbaru dan menginginkan hidup orang lain di luar sana yang rasanya lebih beruntung dari saya. Tetapi, apakah semuanya sudah benar? Mengapa tidak kita syukuri kehidupan yang telah disuguhkan Tuhan kepadamu, mulai dari kamu membuka mata.

Hal itulah yang kemudian mendasari saya untuk menjalankan sebuah resolusi yang saya namai #JurnalSyukur. Terinspirasi dari cerita Dian Sastro yang menuliskan 10 hal yang kamu syukuri setelah bangun tidur dan sebelum pergi tidur serta seorang wanita yang menuliskan jurnal syukur di tabnya dalam perjalanan pulang kantor di commuter line. Sayapun membuat #JurnalSyukur versi saya yang berisi 10 hal yang saya syukuri dalam 1 hari.

Kegiatan ini sudah memasuki bulan ketiga dan jujur saja rasanya semua begitu dimudahkan. Saya merasa menemukan kemudahan di setiap langkah saya. Di setiap pengambilan keputusan dan proses mengikhlaskan, Tuhan seakan menggelarkan permadani yang membawa saya ke jalan lain yang baru saat saya berani melepaskan dan memilih.

Saat saya mensyukuri setiap kesempatan dan jalan yang disuguhkan Tuhan, maka saya percaya Dia memiliki rencana tersendiri yang baik bagi saya. Tugas saya adalah terus mensyukurinya, menjalankan sebaik mungkin dan berpikiran positif akan setiap rencanaNya. Sekuat itu rasa syukur yang kamu ciptakan dalam dirimu akan memepengaruhi pikiranmu.

Ingatlah, hal besar tidak akan menjadi besar jika bukan karena sekumpulan hal kecil yang menjadi satu. Jadi, mulailah bersyukur dari hal hal kecil. Mulai dari setiap pagi kamu mampu membuka mata dan tetap bisa melihat dunia. Bayangkan, jika pada suatu hari kamu membuka mata, tapi yang terlihat adalah gelap.

Bersyukur saat kamu mampu menyapukan jemarimu ke layar ponsel untuk mengecek notification. Bayangkan jika suatu hari tanganmu merasa kram dan tak mampu digerakkan. Bersyukur saat kamu terbangun di atas kasur yang empuk dan selimut hangat, sementara ada banyak orang yang harus tidur dalam dinginnya lantai toko dan bisingnya jalan.

10 hal yang kita syukuri dalam sehari dalam bentuk tulisan sesungguhnya adalah sedikit. Ada 10x lipat yang seharusnya kita syukuri, tetapi saya rasa bisa kita pikirkan dalam kepala dan diyakini dalam hati untuk sisanya. Semoga setelah kita mampu bersyukur, maka tidak ada kehidupan orang lain yang kita inginkan. Kalaupun ada, semoga Tuhan menggelarkan permadani setelah kita mensyukurinya.

Semoga bermanfaat.


March 11, 2015

Story about Kompre (Day 11)


Hello readers

Forgive me atas vakumnya #MaretMenulis selama 2 hari. Sebenarnya saya tidak benar-benar vakum menulis karena Senin kemarin sudah menulis diary yang tidak dipublish di blog dan Selasanya menulis #JurnalSyukur (resolusi 2015 yang dijalankan setiap hari. Next time akan saya ceritakan detailnya)

Jadi, kemana saya hingga tidak memposting #MaretMenulis ini. Jawabannya adalah perasaan berdebar yang tidak tenang sambil terus belajar untuk mempersipakan ujian komprehensif yang jatuh pada hari ini. Setelah menyelesaikan 151 sks, maka saya harus mengikuti Ujian Komprehensif. Ujian komprehensif ini adalah ujian lisan untuk menilai pemahaman kita dari pelajaran-pelajaran yang sudah kita dapatkan selama ini. Pengujinya ada 3 dosen yang menguji seputar ekonomi, akuntansi umum dan konsentrasi. Sistem penilaiannya ini menggunakan bintang. Kelulusan ujian komprehensif ini adalah salah satu syarat supaya bisa sidang skripsi nantinya. Kalau tidak lolos pada kesempatan pertama, maka harus ujian ulang di bulan depan.

Well, sebenarnya skripsi saja baru meniti karir, belum terlalu jauh. Tapi rasanya tidak apa kalau saya mulai mencicil apa yang menjadi persyaratan. Ini adalah ujian kompre kloter 1 untuk akuntansi 2011. Kloter selanjutnya akkan ada setiap bulan di Minggu kedua.

Ujian komprehenisf ini berlangsung selama 1 minggu, dimana setiap harinya ada 8 mahasiswa akuntansi yang diuji. Meski saya mendapatkan giliran pada hari ini, yaitu Rabu, 11 Maret 2015, tetapi suasana mencekam sudah mulai terdengar dari Senin. Ya, karena baru mulai magang alhasil saya tidak bisa datang pada ujian kompre hari pertama. Beruntungnya, ada partner setia saya yang memberikan live report via telpon di malam harinya mengenai keadaan kompre di hari itu.

Oleh karena itu, perasaan berdebar sambil belajar semakin menyelimuti dan mengalihkan project #MaretMenulis ini.  Jadi, bagaimana hasil ujian kompre saya hari ini ?

Allhamdulillah, semua perjuangan mempersiapkan ujian komprehensif ini tidak sia-sia. Mulai dari mempersiapkan materi kitab kompre yang berkelompok, baca kitab kompre sepanjang perjalanan menuju kantor sambil terkantuk-kantuk di TransJakarta maupun di angkot saat pulang kantor,  atau bahkan hingga membaca kitab kompre di tengah ramainya stasiun saat menamani sepupu yang sedang kopdar. Juga browsing dan latihan soal sana sini, juga main tebak-tebak (re: diskusi) sama teman. Yeah, dengan rasa syukur saya lulus ujian komprehensif ini dengan 7 bintang. Faktor lain yang mempengaruhi adalah bersahabatnya para penguji dan kemudahan yang disuguhkan Tuhan.

Kondisi kitab Kompre yang dibawa kemana mana
Lulus Ujian Kompre
Terima kasih juga buat supporter yang kebagian komprenya H+1 dari saya, tapi nekat datang dan menemani saya ujian komprehensif, Sella Rachmawati. Dan supporter lain yang baik sengaja maupun tidak sudah datang hari ini. Beneran nggak menyangka kalau kalian akan datang hari ini (Mumu, Ical, Irvan, Opi dan Ilfi). Semoga diberi kemudahan buat ujian komprenya untuk Sella dan Ical. Semoga bisa lulus dengan satu kali tarikan nafas.

 Semoga hasil ujian kompre hari ini bisa memotivasi saya untuk lebih semangat dan kembali menyentuh skripsi saya yang sudah sebulan terlantar karena fokus ke ujian kompre ini. Aamiin.


Terima kasih sudah membaca


Bersama Amna (temen seperjuangan banget untuk  kompre  hari ini)


Genk Kompre Rabu

March 8, 2015

Hai Rembulan (Day 8)


Hai Rembulan,
Pada gelap yang bersembunyi dalam senyap
Bolehkah aku bertanya meski sekejap
Apakah mimpiku tercecer dalam harap
Hilang dan lenyap tak berjejak
Hai rembulan dalam gelap,
Apakah kau rasa sama dingin yang membekukan hati
Mampukah ?


1 Februari 2015

02.00 AM

March 7, 2015

Plan, Study, Do, Act (PSDA)


Bersama Ical (kiri) dan Irvan (Kanan) saat alam Penutupan Pekan Koperasi 2014

27 Februari 2014, hari dimana kita semua mendapatkan keputusan diterima atau tidaknya menjadi pengurus, serta pembagiannya. Di hari yang sama juga, kita sedang berkunjung ke Perpustakaan salah satu Universitas Negeri yang tersohor itu. Di hari yang sama itu, kita mengetahui kalau kita nantinya akan menjadi satu tim. Sudah pasti lupa, bagaimana awalnya bisa dekat. Tapi, siapa sangka kalau setahun ke belakang ini ada banyak cerita bersama mereka.

Mengorganisasikan manusia. Berbeda kepala yang sudah pasti berbeda isi. Berbeda kepentingan, berbeda pula waktu untuk menyatukan. Tetapi, bisa dibilang tugas utama kita adalah mengorganisasikan serta mengembangkan mereka, manusia - manusia lain dengan beragam sifat dan kepribadian.

Mudah ? Tentu saja tidak. Sulit ? Rasanya tidak juga, kalau kamu hanya mengenal sebuah kalimat PSDA (Pengembangan Sumber Daya Anggota).  Tetapi, PSDA lebih dari itu. Kami menerjemahkan PSDA sebagai Plan, Study, Do, Act. Iya, mulai dari perencanaan, mempelajari risiko dan konsekuensi serta kemungkinan yang akan timbul dari rencana kita, mengimplementasikan konsep di kepala dan terakhir beraksi dengan percaya diri.

Kami bertiga (saya, Irvan dan Ical) adalah teman sekelas sejak 2011. Liburan bersama setiap tahun sudah sering. Tetapi, bekerjasama untuk suatu hal kami belum pernah melakukannya. Kami bertiga adalah orang yang benar-benar baru di bidang PSDA ini. Tidak ada satupun dari kami yang mengetahui secara dalam tentang PSDA ataupun menjadi staffnya. Maka dari itu, kami harus mempelajarinya bersama. Meraba dalam kegelapan sambil berpegangan satu sama lain dan saling menguatkan serta menyemangati.

Bersama Irvan dan Ical saat Diksar 2014


Namanya juga organisasi, tentu saja kami tidak luput dari yang namanya pertikaian. Adu argument, silang pendapat, atau kesal yang disimpan dalam hati. Semua itu tentunya warna dan jika dikumpulkan hari ini, maka serpihan setahun ke belakang kemarin adalah gunungan cerita yang lucu jika kembali dikenang.

Saya senang bekerjasama dengan 2 orang charming yang memiliki banyak fans di KOPMA (Koperasi Mahasiswa). Seriously, saya suka envy sama Irvan dan Ical yang lebih mudah berbaur bersama anggota. Tertawa dan  ngobrol bersama, tanpa ada sekat. Mereka menjalankan fungsi yang tidak pernah diminta dalam jobdesk kepengurusan, mereka bagaikan “Bapak Anggota”. Jujur saja, meski saya juga bagian dari PSDA tetapi saya sering mendapat julukan jutek dari anggota. Atau bahkan ada beberapa anggota yang takut sama saya. Astaga masa takut sama makhluk seimut saya-_-

Saya percaya kalau Irvan dan Ical adalah kader terbaik yang dimiliki Kopma, terbukti dengan mereka yang diusung anggota menjadi kandidat Ketua Kopma 2015 lalu. Salah satu dari mereka bisa menjadi ketua kalau mereka menginginkannya. Tetapi, pilihan tetap di tangan mereka.

Setahun ini, entah bagaimana caranya kami pada akhirnya mampu melewati semua rintangan dan moment-moment yang bisa diceritakan pada postingan ini. Mulai dari rapat membahas program kerja, perumusan pendidikan pengantar, rapat rekomendasi via WA yang berhari hari, sampai penumpahan kekesalan masing masing atas tanggungjawab bidang kita.

Suasana Rapat Bidang PSDA

Mungkin kita hanya bertiga di PSDA. Berbeda dengan bidang lain yang ada di Kopma yang jumlahnya 4-5, tetapi ketidakhadiran 1 diantara kita bisa mempengaruhi dimulai atau tidaknya sebuah rapat. Dan hal yang demikian pernah terjadi.

Khusus banget untuk partner in crime for the indescribable moments last year, terima kasih untuk kerjasamanya. Terima kasih untuk kesabaran kalian menghadapi saya yang mungkin kurang maksimal dalam menjalankan tugas. Terima kasih untuk terus mensupport saya, bahkan hingga akhir di sidang revisi hari ini. Terima kasih untuk Irvan yang sudah sangat mencoba membela habis-habisan di RAT Januari lalu. Maaf, kalau saya masih kurang maksimal.

Terima kasih juga buat Ical yang selalu jadi partner in crime soal penyampaian informasi kalau ada anggota baru yang nanya ini itu mengenai Klub Bisnis. Terima kasih buat selalu jadi tumpahan unek unek kalau kesal dan sakit hati di saat ngadaiin acara tapi nggak banyak yang datang.

Pokoknya terima kasih untuk kalian berdua, my teammate in PSDA.  Irvan Sopian dan Faisal Fauzi, yang tiba tiba langsung menghampiri dan narik kursi untuk duduk di belakang saya saat pandangan umum siang tadi. Terima kasih, duduknya kalian di belakang saya adalah bentuk dukungan kalian hingga akhir kepada saya. Maaf masih merepotkan dan menjadikan kalian turut serta menanggung tanggung jawab PSDA hingga sebulan ini karena sidang revisi ini. Terima kasih sudah menemani hingga akhir.

By the way, ini ada quotes dari saya soal PSDA. Quotes ini lahir saat rapat rekomendasi di WA pada 15 Januari lalu.


“Gue percaya kita semua yang masuk PSDA belajar untuk memelihara hati. Jadi, semua anak PSDA pasti sabar dan udah biasa disakitiin hatinya”

Bersama Pengawas PSDA 2014

7 Maret 2015
9.10 PM

March 6, 2015

Sepi (Day 6)


Beku. Udara mengikatku jadi batu. Kaku.
Menahan jariku menari mengabadikan waktu
Sepi. Merajut detik yang mengarungi lintasan pelangi
Aku menanti sepi yang menyelimuti jemari
5.43 PM
6 Maret 2015


March 5, 2015

Hujan (Day 5)

Karena hujan pernah menahanmu di sini
(Utopia – Hujan)



Aku tertahan di sana. Di hadapan air mata penyesalanmu yang turun tanpa henti. Seperti hujan yang tak berhenti semalaman pada hari sebelumnya. Aku memaaafkanmu dan menyeka air matamu. Tetapi, itu setahun  yang lalu.

Detik ini aku lebih ingin menyeka hujan yang turun di malam sebelumnya. Supaya aku mampu membelah malam dan menghampirimu. Tak apa, meski harus kujumpai kamu dengan sesosok pria yang bibirnya menyatu denganmu. Tak apa, meski hatiku akan tercabik di saat itu. Tak apa, meski mungkin aku akan meradang di kala itu. Tak apa, meski aku harus terbuang dengan rasa sakit. Tak apa, asal  bukan saat ini….saat mendengar kenyataan yang tersimpan setahun lamanya.

Tetapi, hujan pernah menahanku di sini. Hujan dari pelupuk matamu
5 Maret 2015
9.40 PM

*inspired by Hujan-Utopia

 

March 4, 2015

Nakal (Day 4)

“Nakal, yaa”

“Kalau iya, memang kenapa?”

Berat sekali memang memutuskan.  Apalagi harus membunuh perasaan di dalam diri sendiri. Tapi begitulah hidup. Kita tidak selamanya harus memelihara rasa iba kepada orang lain dengan mengorbankan diri sendiri. Sesekali kita harus tegas, berani memutuskan. Berani menatap lurus ke depan tanpa menengok ke belakang. Berani mengambil keputusan tanpa menciptakan penyesalan. Berani memilih tanpa ada lagi merintih.

Selamat Malam

4 Maret 2015

9.49 PM

March 3, 2015

Ketenangan (Day 3)



Apa itu ketenangan? Dan bagaimana menciptakannya ?

Ketenangan adalah  lebih dari terhindar dari suara bising. Ketenangan adalah menjalani tanpa resah dan rasa khawatir. Sebulan terakhir ini saya merasa tidak tenang, meski frekuensinya bisa loncat loncat dan tidak beraturan. Tetapi, ketidaktenangan adalah suatu hal yang mampu membunuh diri setiap orang. Setidaknya itu yang saya rasakan atas semua ketidaktenangan yang menghampiri.

Seperti yang sudah saya tuturkan, kalo ketenangan bukan hanya terhindar dari sebuah kebisingan. Ketenangan adalah persoalan hati. Ketenangan adalah sinkronisasi hati dan pikiran yang semuanya bersinergi menjalankan gerak langkah kita.

Kerikil kecil yang menjadikan masalah akan bersarang di kepala kita, menghantui pikiran kita setiap waktu dan akibatnya hati kita dipenuhi gelisah. Kalau urusannya sudah menyentuh hati, maka motorik kita seakan tak mampu lagi merespon otak kita. Apa yang ingin kita kerjakan tak sesuai dengan kaki yang kita langkahkan.

Ketidaktenangan yang membunuh sumbernya berasal dari pikiran. Terkadang saat overthinking, saya merasa otak saya tak memeberi ruang untuk tidur. Kemudian berujung tidak tidur tapi tak juga mampu beraktivitas, mungkin karena gelisah.

Belakangan saya menyadari sesuatu, kalau ketidaktenangan dan kekhawatiran yang membuncah hanya membutuhkan satu formula. Formula itu bernama keihklasan. Saya tak pernah tahu wujudnya tapi saat hati saya merasa tenang, saya menyimpulkan di situlah saya telah mengikhlaskan.

Memang, ikhlas ada suatu hal yang tak berwujud, tak bisa juga diucapkan ataupun diproklamirkan. Hanya orang yang telah ikhlas yang mampu memahami tanpa perlu mengumbarnya. Pada akhirnya organ yang bernama hati itu adalah sumber utama dari setiap kegelisahan. Dia akan mengirim sel – sel lain ke dalam pikiran, makanya jadi overthinking.

Sebenarnya ini hanya teori asal berdasarkan pengalaman. Tapi, karena itulah saya tahu mengapa ada lagu berjudul “Tombo Ati atau Obat Hati.” Dan beruntungnya, itu bukan hanya sekedar lagu, tetapi juga resep atas ketidaktenangan.

Terima kasih

Selasa, 3 Maret 2015

3.33 PM




March 2, 2015

Di Sebuah Angkutan Darat... (Day 2)


Selalu ada tinta dan halaman kosong yang tak bosan menjadi tumpahan. Bahkan saat tulisan ini dibuat, saya sedang berada di dalam angkutan umum .

 Jadi beginikah rasanya menulis dalam perjalanan. Perlu digarisbawahi kalau ini adalah menulis. Bukan mengetik dengan seperangkat gadget masa kini. Saya menulis dengan sebuah pensil mekanik.

Ternyata rasanya sulit, ditambah lagi jalanan Jakarta yang penuh ketidakpastian dan keberagaman. Mulai dari lubang sisa hujan, kemacetan hingga puluhan ekspresi wajah pengisi kemcaetan. Tapi percayalah, sesulitnya menulis di atas angkutan darat yang sedang berjalan tidak akan sesulit menghadapi gerbang kehidupan yang bernama realita.

Selamat malam dan terima kasih telah membaca



March 1, 2015

Masih Perlu Belajar (Day 1)




Assalamualaikum, Maret…

Di atas kertas minyak yang kemerah-merahan, aku mencoba menuliskan sebaris pesan untukmu. “Menurutmu, kemanakah aku harus melangkah Senin esok pagi ?”

Ah tidak, rasanya ada yang salah, maka aku memperbaikinya,” menurutmu, kemanakah aku harus melangkah Senin  esok pagi esok?”

Aku menggaruk kepalaku, meski tidak gatal sambil terus memperhatikan setiap kata  pada tulisanku. ”Menurutmu, kemanakah aku harus melangkah Senin esok pagi esok Senin pagi ?”

Ah rasanya masih salah..aku mengigit ujung pensilku sambil berpikir keras dan menulis…



© My Words My World 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis