January 28, 2017

Daya - Legendary

Daya - Legendary


Oh, I don't want to try it
Cause I'm scared that I'm gonna like it
And I can look but I'm not going to buy it
Cause my heart, heart is on a diet

But you give off something so cool, you do, you do
So I guess I'm bending my rules for you, for you

Let's pretend that it's a holiday
Boy you know it's only temporary
Just a kiss and gon' blow away
Like a valentine in February
Up all day and up all night
We're not wasting our precious time
We know it's never going past today so.
Why not make it legendary?

No, you can't get a remix
To testify about all of the kisses
When it's gone you know you going to miss this
At least you'll check, check me off your wish list

Yeah I give off something so cool, I do, I do
And I'll give a little to you, to you, to you

Let's pretend that it's a holiday
Boy you know it's only temporary
Just a kiss and gon' blow away
Like a valentine in February
Up all day and up all night
We're not wasting our precious time
We know it's never going past today so.
Why not make it legendary?

Hurry up before you're out of time
Better to it before I change my mind
Hurry up before you're out of time
Better to it before I change my mind

Let's pretend that it's a holiday
Boy you know it's only temporary
Just a kiss and gon' blow away
Like a valentine in February
Up all day and up all night
We're not wasting our precious time
We know it's never going past today so.
Why not make it legendary?


January 22, 2017

Perkara Menunggu



Minggu menunggu. Setidaknya itu yang bisa saya simpulkan karena harus menunggu dua kali dengan nomor antrean untuk waktu dan perkara berbeda. Meski sebenarnya, keduanya memiliki persamaan. Perkara adminisrasi kenegaraan. Kenapa yang menyangkut pemerintahan selalu saja membuat kita menunggu? Parahnya nomor tunggunya cukup mengerutkan dahi.

Menunggu itu melelahkan, apalagi hingga seharian. Dan saya pernah merasakannya. Karena sebuah proses, menunggu di bagian itu terpaksa saya tuntaskan. Tetapi, rasanya tidak akan berlaku jika harus menunggu seseorang seharian.

Menunggu adalah hal yang menyebalkan. Saya percaya kalau sebagian orang meyakininya demikian. Menunggu menjadikan waktu kita sia-sia dan tak bermakna. Menunggu mengacaukan jadwal yang ada. Tetapi, tanpa kita sadari bukankah menunggu hampir selalu ada di setiap bagian kehidupan kita.

Tentang menunggu ojek online yang datang menjemput, menunggu giliran sampai di kasir untuk membayar, menunggu pesanan makanan sampai di meja kita, menunggu chat di balas dari gebetan/atasan, menunggu nada sambung berganti dengan suara yang kita harapkan di seberang, menunggu download-an hingga 100%, menunggu tanggal gajian, menunggu dosen bimbingan skripsi, menunggu hasil ujian diumumkan, menunggu pintu lift terbuka, menunggu datangnya kereta atau bahkan menunggu Mr. Right datang bertamu.

Di era gadget merajalela ini, rasanya kita lupa akan hal-hal kecil yang sebenarnya melibatkan faktor tunggu. Penyebabnya sudah pasti karena smartphone yang hampir selalu ada di tangan rasanya ampuh membunuh waktu tunggu. Entah scroll scroll timeline atau selfie cantik karena BT menunggu. Kalau saya mungkin lebih memilih untuk membaca buku yang memang kebetulan saya bawa jika harus menunggu.

Sebenarnya setiap orang pasti punya caranya sendiri untuk menikmati waktu tunggu itu, entah dengan chatting atau telepon dengan orang, berkenalan dengan orang asing di sebelahnya, membaca, tidur, mengkhayal atau berpikir. Semuanya adalah keputusan kita untuk menjadikan waktu menunggu itu jadi lebih bermanfaat atau hanya sekedar ‘membunuh waktu.’  

Sayangnya, kita luput dari sebuah kenyataan jika hidup ini memang perkara menunggu. Menunggu giliran untuk dijemput kematian. Menunggu kapan dipanggil olehNya. Karena kematian itu sebuah kepastian. Nah, untuk mengisi waktu menunggu dijemput itulah semua kembali kepada kita, dengan cara apa untuk mengisinya.

Terima Kasih  sudah membaca


January 21, 2017

What is age for you ?






Matahari yang terus terbit di Timur dan tenggelam di Barat semakin mengantarkan saya pada sebuah angka yang bertambah. Untuk sebuah usia yang terus bertambah, hal utama yang harus kita ingat adalah rasa syukur untuk dapat memilikinya. Meski, di belakangnya ada banyak pertanyaan sebagai bentuk refleksi diri. Seperti, “Apa saja yang sudah saya raih di usia ini?” “Sifat buruk mana yang sudah harus  saya buang di usia ini?” dan masih banyak lagi.

Bagi saya usia melambangkan banyak hal. Selain sebagai refleksi tentang diri, usia menyiratkan selera. Hal ini saya sadari dalam banyak hal. Mulai dari bacaan, tontonan hingga apa yang saya dengarkan. Saya ingat betul kalau komik bagian dari  bacaan favorit saya sejak mengenakan rok merah. Tetapi di penghujung SMA, perlahan saya merasakan kemampuan saya menyelesaikan komik yang saya baca justru semakin lambat. Hingga saya menyadari, saya sudah tak lagi gemar membaca komik. Tapi lebih memilih novel atau cerpen

Begitu juga dengan saluran radio yang saya dengarkan. Sebagai radio addicted, ada beberapa radio yang saya dengarkan dari masa ke masa. Guyonan pagi hari yang membuat semangat dengan durasi 4 jam atau curhat tengah malam seputar love story. Tapi nyatanya, semakin pertambahan usia, saya mulai tidak membutuhkan mendengarkan hal tersebut. Kini saya lebih memilih mendengarkan radio yang pagi harinya bukan lagi soal guyonan tapi related dengan worklife. Curhat malam hari juga rasanya sudah terlalu melelahkan didengar, sehingga lagu-lagu menenangkan pengantar tidur yang dimainkan di radio menajdi pilihan. Singkat kata, pergeseran radio anak muda ke radio yang agak adult juga menjadi efek dari pertambahan usia.

Tentu tidak semua orang setuju dengan saya, jika usia menggeser selera. Ada beberapa dari readers yang mungkin  tetap setia dengan selera yang sama berapapun usia mereka mengalami peningkatan. Dan hal itu bisa saja terjadi.

Usia dan perilaku adalah dua hal yang berdampingan. Keduanya saling berkaitan di mata banyak orang, hingga sering muncul ungkapan “Malu sama umur, kelakuan masih begitu.” Lalu sebagian bicara kalau usia hanya sebuah angka, “age is just a number

Lalu, apa makna usia sesungguhnya ? tentu ia bukan hanya sebuah angka. Jika toh pada akhirnya ada banyak pembatasan pada usia. Seperti usia yang diperbolehkan menonton film atau mendapatkan izin mengendarai kendaraan bermotor. Jika usia masih menjadi kotak kotak dalam pencapaian karir, dimana yang tua lebih mendapatkan posisi yang tinggi dengan sisa energi yang mereka miliki dibandingkan dengan yang muda dengan semangat energi yang masih meluap.

Makna usia sesungguhnya mungkin adalah tentang tanggung jawab. Age is about increasing responsibility. Bagaimana di setiap angka yang berganti ada tanggung jawab baru yang ikut dipikul. Selalu ada pertanggungjawaban atas setiap tindakan yang telah kita perbuat atau juga lisan yang terucap. Tetapi, meski begitu berapapun usiamu, tetap saja kamu adalah bayi di mata kedua orang tuamu. Sampai kapanpun itu, bukankah begitu ?

16 Juli 2016

Bertambahnya usia bukan berarti kita paham segalanya
Pohon besar tumbuh mendekati langit dan menjauhi tanah.
 Ia merasa telah melihat segala dari ketinggiannya
Setiap jenjang memiliki dunia sendiri, yang selalu dilupakan ketika umur bertambah tinggi
Tak bisa kembali ke kacamata yang sama bukan berarti kita lebih mengerti dari yang semula
Rambut putih tak menjadikan kita manusia yang segala tahu

(Jembatan Zaman dalam Filosofi Kopi – Dee Lestari)

January 8, 2017

Teman Keabadian



Jangan datang dengan perhatian
Yang menyamarkan secercah harapan
Sepi ini sudah jadi teman
Jadi, jangan kau hancurkan
Sendiri ini pilihan
Bukan sebuah penderitaan, ataupun keterpaksaan
Perhatian itu menyesakkan
Jika mulai kau tanam, lalu ditinggalkan
Cinta tak butuh kasihan
Dan kesepian bukan alasan untuk bersama
Karna kesepian adalah teman keabadian


25 Dec 2016
© My Words My World 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis