Minggu
menunggu. Setidaknya itu yang bisa saya simpulkan karena harus menunggu dua
kali dengan nomor antrean untuk waktu dan perkara berbeda. Meski sebenarnya,
keduanya memiliki persamaan. Perkara adminisrasi kenegaraan. Kenapa yang
menyangkut pemerintahan selalu saja membuat kita menunggu? Parahnya nomor tunggunya
cukup mengerutkan dahi.
Menunggu
itu melelahkan, apalagi hingga seharian. Dan saya pernah merasakannya. Karena sebuah
proses, menunggu di bagian itu terpaksa saya tuntaskan. Tetapi, rasanya tidak
akan berlaku jika harus menunggu seseorang seharian.
Menunggu
adalah hal yang menyebalkan. Saya percaya kalau sebagian orang meyakininya
demikian. Menunggu menjadikan waktu kita sia-sia dan tak bermakna. Menunggu mengacaukan
jadwal yang ada. Tetapi, tanpa kita sadari bukankah menunggu hampir selalu ada
di setiap bagian kehidupan kita.
Tentang
menunggu ojek online yang datang menjemput, menunggu giliran sampai di kasir
untuk membayar, menunggu pesanan makanan sampai di meja kita, menunggu chat di balas dari gebetan/atasan,
menunggu nada sambung berganti dengan suara yang kita harapkan di seberang, menunggu
download-an hingga 100%, menunggu
tanggal gajian, menunggu dosen bimbingan skripsi, menunggu hasil ujian
diumumkan, menunggu pintu lift
terbuka, menunggu datangnya kereta atau bahkan menunggu Mr. Right datang bertamu.
Di era
gadget merajalela ini, rasanya kita
lupa akan hal-hal kecil yang sebenarnya melibatkan faktor tunggu. Penyebabnya sudah
pasti karena smartphone yang hampir
selalu ada di tangan rasanya ampuh membunuh waktu tunggu. Entah scroll scroll timeline atau selfie cantik karena BT menunggu. Kalau
saya mungkin lebih memilih untuk membaca buku yang memang kebetulan saya bawa
jika harus menunggu.
Sebenarnya
setiap orang pasti punya caranya sendiri untuk menikmati waktu tunggu itu, entah
dengan chatting atau telepon dengan
orang, berkenalan dengan orang asing di sebelahnya, membaca, tidur, mengkhayal
atau berpikir. Semuanya adalah keputusan kita untuk menjadikan waktu menunggu
itu jadi lebih bermanfaat atau hanya sekedar ‘membunuh waktu.’
Sayangnya,
kita luput dari sebuah kenyataan jika hidup ini memang perkara menunggu. Menunggu
giliran untuk dijemput kematian. Menunggu kapan dipanggil olehNya. Karena kematian
itu sebuah kepastian. Nah, untuk mengisi waktu menunggu dijemput itulah semua
kembali kepada kita, dengan cara apa untuk mengisinya.
Terima
Kasih sudah membaca
0 comments:
Post a Comment