June 12, 2016

Movie Review : Wadjda



Wadjda hanya seorang gadis kecil tomboi yang ingin naik sepeda dan mengalahkan Abdullah, temannya. Tetapi karena di negerinya, sepeda hanya diperbolehkan untuk anak lelaki. Maka, dia harus berjuang keras untuk dapat meraih mimpinya itu. Terlebih lagi, ibu Wadjda tidak ingin membelikan sepeda untuk anak perempuan satu-satunya itu.

Wadjda yang menginginkan sepeda

Wadjda tidak pantang menyerah. Banyak cara dan usaha yang dia lakukan untuk dapat membeli sepeda impiannya—yang terpajang di toko ujung jalan. Mulai dari membuat gelang dan menjualnya, menyampaikan surat cinta kakak kelas agar mendapat upah, hingga membuat kompilasi lagu-lagu untuk penjaga toko sepeda (supaya sepedanya tidak dijual ke orang lain).

Wadjda yang sedang membuat gelang untuk dijual

Sepeda yang dinginkan Wadjda harganya 800 riyal. Sementara tabungannya hanya 87 riyal. Ibunya tentu saja tidak mau menambal kekurangan untuk membeli sepeda itu. Alasannya tentu sama seperti orang Arab lainnya, mereka khawatir jika anak perempuan bermain sepeda dan terjatuh maka akan merusak vagina mereka. Sehingga mereka tidak perawan lagi.

Perjuangan Wadjda harus lebih keras lagi ketika barang jualannya—gelang buatan tangannya yang dijual ke klub sepakbola—disita oleh Nona Hussa, Kepala Sekolah Wadjda karena dianggap haram dan tidak diperbolehkan.

Akhirnya harapan Wadja hanya satu, yaitu masuk klub agama dan mengikuti kompetisi menghafal surah Al-Quran yang berhadiah 1000 riyal. Wadjda, si anak tomboy yang masih terbata membaca Al Quran sesuai tajwid dan tartil belajar dengan tekun untuk dapat menjadi juara pertama. Dia menggunakan uang tabungannya untuk membeli Al Quran dan tutorial di dalamnya sebagai bahan belajar dan berlatih.

Wadjda bersama teman-temannya di Klub Agama

Wadjda harus bersaing dengan Salma yang tartilnya sangat bagus dan Nourma yang jagoan di bagian tajwid. Tetapi, berkat ketekunan dan kegigihannya, Wadjda berhasil membawa pulang gelar juara. Sayangnya hadiah 1000 Riyal itu tidak ikut ia bawa pulang. Begitu Nona Hussa mengetahui rencana Wadjda dengan uang 1000 Riyal itu, maka dia memutuskan untuk menyumbangkan uang 1000 Riyal itu untuk Palestina. Di part ini mungkin readers akan merasakan pergulatan batin yang menyayangkan, namun tidak bisa menyalahkan.

Wadjda yang sedang menjalani kompetisi menghafal Al Quran
Nona Hussa

Abdullah, calon rival balapan sekaligus temannya yang mengetahui hal tersebut menawarkan untuk memberikan sepedanya kepada Wadjda. Tetapi Wadjda hanya menjawab “Jika kamu memberikan sepedamu, bagaimana kita bisa balapan?”

Abdullah setelah mendengar jawaban dari Wadjda

Meski tomboy, Wadjda tidak bisa menyembunyikan air matanya di depan ayahnya. Sayang, ayahnya yang hanya memiliki waktu terbatas dengannya tak mampu mendengarkan keluhan dan ceritanya. Ayah Wadjda tidak selalu berada di rumah, dia hanya datang beberapa minggu sekali. Tidak dijelaskan bagaimana status ayah dan ibu Wadjda sesungguhnya. Kalau yang saya tangkap, hubungan mereka tidak direstui oleh keluarga ayah Wadjda yang keturunan dari kerajaan. Sehingga keluarga ayahnya masih mencari istri potensial untuknya. Terlebih lagi ibu Wadjda tidak mampu memberikan keturunan lagi.

Lalu, bagaimana dengan impian Wadjda ? Mampukah ia balapan sepeda dengan Abdullah ? Jawabannya bisa kamu temukan denagn menonton film ini.

Btw kalau readers bertanya-tanya mengapa Wadjda ingin sekali balapan sepeda dan mengalahkan Abdullah ? Jawabannya karena pada suatu hari Abdullah pernah menarik kerudung Wadjda dan dia tak mampu merebutnya lantaran Abdullah membawanya sambil menaiki sepeda. Sebenarnya ini hanya tingkah iseng anak lelaki yang sangat umum, meski begitu Abdullah sangat sayang pada Wadjda.

Salah satu scene favorit saya adalah ketika Wadjda menangis lantaran tersinggung saat sepeda Abdullah diberikan roda tambahan untuk Wadjda belajar sepeda. Untuk menghentikan tangisannya, Abdullah menawari uang 5 Riyal kepada Wadjda.


Scene lain yang menunjukkan kalau Abdullah ini sayang sama Wadjda adalah ketika dia menemani Wadjda ke Derah (nama daerah). Wadjda menemui Iqbal (supir ibunya) yang tiba-tiba memutuskan berhenti mengantar jemput ibunya ke tempat kerja. Padahal tempat ibu Wadjda bekerja membutuhkan waktu 3 jam perjalanan dengan mobil. Oleh karena itu, Wadjda mencoba membujuk Iqbal untuk kembali.  
Abdullah dan Wadjda perjalanan pulang dari Derah

Film besutan Sony Pictures tahun 2012 ini meraih penghargaan Winner Cinema For Peace Award Interfilm Award Venice Film Festival dan Winner Audience Award Best Picture Los Angeles Film Festival. Film ini ringan namun sarat dengan banyak pesan moral dan pelajaran budaya Negara Arab. Karakter anak-anak yang sangat polos dan jujur ini semakin membuat film ini nampak natural.

So guys, happy watching.


Wadjda dan Abdullah yang balapan sepeda


















© My Words My World 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis