April 14, 2013

SOP Pertemanan




Manusia yang diciptakan sebagai makhluk sosial tentunya membutuhkan orang lain. Siapapun itu, rasanya tidak salah kalau kita menyebutnya sebagai teman. Saya percaya kalau setiap orang memiliki definisi yang berbeda untuk mendefinisikan apa itu teman. Apapun itu, bagi saya bukanlah sebuah masalah dan tak perlu terlalu dipertanyakan.
Yang mengusik bagi saya adalah mengenai  prosedurnya. Standard Operational Procedure (SOP) dari sebuah proses pertemanan itu sendiri. Memang sih, tidak ada aturan bakunya bagaimana SOP yang benar dalam menjalani pertemanan. Tetapi, berbagai perisitwa yang terjadi belakangan ini membuat saya bertanya geli 

“Mengapa tidak ada SOP pertemanan?.”

Pemikiran saya sederhana. SOP tersebut mengatur bagaimana pertemanan itu seharusnya dijalankan. Tidak ada kebohongan, itu kunci utamanya bagi saya. Saya paling anti dibohongi dan selalu berusaha jujur kepada setiap orang. Dan SOP Pertemanan yang ada dalam gagasan sederhana saya lainnya adalah keterbukaan. Keterbukaan di sini maksudnya adalah menyampaikan langsung apa yang nggak kamu suka dari temanmu itu langsung ke temanmu. Bukan bicara di belakang.

Yang ini sebenarnya terinspirasi dari 5cm. Saat baca buku itu sekitar 2 atau 3 tahun lalu, ada part yang intinya menjelaskan kalau ada sifat buruk yang nggak kamu suka dari temanmu sebaiknya kamu langsung beri tahu ke orangnya langsung. Bukan membicarakannya ke orang lain. Istilahnya jangan ngomong di belakang, karena hal itu percuma. Kamu justru memperburuk temanmu dan kamu juga akan semakin merasakan dampak negatifnya. Dengan menyampaikan langsung ke temanmu, maka dia tahu apa kejelekan yang seharusnya dia ubah. Hal ini akan membawa temanmu ke arah yang lebih postif. Sementara kamu, tidak akan lagi merasakan kejelekan temanmu itu. 

Bagi saya, itu merupakan pelajaran berharga dalam berteman yang saya dapatkan di 5 cm. Lalu, saya baru bisa merasakan dan mengaplikasikannya beberapa waktu ini. Oleh seorang teman yang mau menerima semua masukan saya atas setiap kritikan yang saya sampaikan langsung kepadanya.

Saya ingat betul, kira-kira setahun yang lalu saat interview UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa). Ada sebuah pertanyaan yang kira-kira begini bunyinya “Kalau kamu nggak suka sama seseorang atau ada masalah sama orang itu, apa yang akan kamu lakukan?.” Saya memilih mendiamkan, bukan untuk menyelesaikan. Saya lebih memilih untuk menerima saja, tanpa mengungkapkan ‘ketidaksukaan’ saya itu. Tetapi, setahun telah berlalu dan ada banyak peristiwa pertemanan yang saya lalui. 

Saya bukan lagi replica diri dari setahun yang lalu. Perlahan, melalui seorang teman, saya akhirnya berani mengungkapkan apa yang saya nggak suka dari sifatnya.  Juga tak ragu memuji atau menyampaikan kekaguman atas sifatnya yang lainnya. Melalui teman itu, saya banyak belajar. Hal penting lainnya, kamu tidak perlu berbelit dalam mengungkapkan apapun ke temanmu. Kamu cukup ungkapkan secara langsung  dan jujur.    

Karena memang di dunia nyata  tidak ada SOP Pertemanan, maka berbagai kemungkinan buruk tetap saja bisa terjadi. Ada konflik, kekesalan, perasaan tidak terima atau sakit hati atau apapun itu. Penyebabya bisa berasal dari ketidakjujuran atau faktor eksternal. Peristiwa itu yang menyadarkan saya kalau sebenarnya itu adalah proses. Semua konflik dari pertemanan adalah proses untuk menghasilkan output manusia berkarakter.

Dari konflik itu, kita diajak memahami bagaimana karakter orang lain. Bagaimana kita tidak lagi egois dan mencoba memahami seorang teman, memosisikan diri kita sebagai mereka. Semua itu untuk membentuk kita menjadi output yang (seharusnya) lebih baik.

Saya ingat betul kalau dalam seminggu saya pernah 2 sampai 3 kali slek dengan teman yang sama hanya karena sebuah masalah sepele. Saya merasa makan hati menghadapinya dan ingin menyerah saja. Tetapi, salah satu teman saya berkata seperti ini kira-kira, “Justru karena ada slek dalam bertemanlah yang menjadikan pertemanan itu lebih berwarna.” 


Saya tidak langsung mengamininya, tetapi saya sudah tidak lagi makan hati menghadapi teman itu. Mungkin karena telah terbiasa atau telah mengenal secara dalam karakternya, jadi bisa paham? Entahlah, apapun itu proses pertemanan yang penuh dengan konflik kecil ataupun besar bertujuan membentuk karakter setiap orang dan mendewasakannya.

Terima kasih atas waktunya, readers

April 7, 2013

Kenapa AADC ?






Jadi ceritanya, saya memang ingin mengusulkan kepada salah satu TV swasta memutar kembali Film yang membangkitkan perfilman Indonesia. Mengapa? Karena saya begitu menyukai film tersebut, tetapi sudah lama tidak menontonnya.

Kemudian, teman saya (Bonita) membertiahukan bahwa di salah satu computer di PasMod (Pasar Modal) menyimpan softcopynya. Finally, setelah siangnya ngopi  via flashdisk, malamnya saya langsung menonton. Padahal sudah jam 23.30 dan besoknya ada kuliah pagi. Tapi gimana ya, excited banget sama film itu.

Jadi, film apakah itu? Film tahun 2002 itu besutan Rudi Sujarwo itu berjudul Ada Apa dengan Cinta ? (AADC). Sudah nggak asing lagi. Saat baru pertama keluar di bioskop, saya masih duduk dikelas 4 SD. Tetapi, saya masih ingat betul kalau kami (saya dan 5 teman lainnya) suka menirukan alias sok-sokan bergaya ala Cinta and the genk. Ada yang berperan jadi Maura, Alya, Carmen, Milly, Cinta dan tidak ketinggalan Mamet. Tapi, tidak ada yang berperan sebagai Rangga. Mungkin karena sosok itu ketinggian. Hehe

Baiklah, saya ingat betul kalau Bonita sempat bertanya “Kenapa ya AADC menjadi film yang menandai kebangkitan perfilman Indonesia? Bukannya isinya cuma ya….” Oke itu titik-titiknya Cuma bisa dijelaskan denga ekspresi wajahnya Bonita.

Setelah saya pikir kembali, memang sih isinya bisa dibilang simple. Mengisahkan tentang kehidupan sekelompok remaja di masa SMA. Kalau dilihat kembali dari zaman sekarang kisah seperti itu bisa dibilang memang klise, tetapi belum tentu klise di zaman itu. Artinya, di zaman itu alias saat di awal abad millennium belum banyak yang mengangkat kisah kehidupan anak SMA. Ya, mungkin seperti itu. Saya juga tidak tahu persis, karena saat itu masih berseragam merah putih. Dan anak kecil zaman dulu memang masih polos. Tidak seperti anak kecil sekarang yang sudah kenal berbagai hal berbau dewasa.

Well, review saya adalah ini merupakan drama romantic Indonesia yang dialognya saya-kamu, bukan aku-kamu seperti kebanyakan. Film ini dialognya sastra banget, khususnya dialog antara Cinta dan Rangga. Selain itu banyak puisi keren yang diselipkan. Film tentang persahabatan ini memang penuh kejujuran dan seperti terjadi kebanyakan di dalam kehidupan.

Contohnya adalah saat Alya menelpon Cinta. Awalnya Alya berniat ingin curhat, tetapi sebelum itu, dia ingin mengetahui apakah kondisi Cinta sudah baik atau masih bad mood karena Rangga. Lalu? Cinta masih kesal dengan Rangga, alhasil justru Cinta yang menumpahkan kekesalannya. Sementara Alya mengurungkan niat untuk curhat.

Part di atas itu adalah part yang pernah  saya alami, tetapi dulu. Ingat sekali, kadang kalau sedang ingin mencurhatkan sesuatu ke teman pasti melihat mood si teman itu terlebih dahulu. Kalau sedang sedih, sementara curhatan saya tentang kebahagiaan, maka saya mengurungkan niat untuk curhat. Atau juga jika teman saya sedang bahagia , sementara curhatan saya isinya menyedihkan maka saya tidak ingin merusak kebahgiaan teman saya dan tidak jadi curhat.

Aneh ya tapi itu yang saya alami saat SMP.

Pilihan Cinta untuk mengorbankan perasaannya ke Rangga demi tetap bersama sahabat-sahabatnya juga merupakan hal yang sering terjadi. Apalagi kalau sekiranya si cowok gebetan itu dianggap minus di mata sahabat. Pasti kita akan lebih memilih menyembunyikan perasaan kita dari sahabat. Tetapi, kalau nekat sih bisa aja backstreet. Hehe

Atau juga malu ngaku karena sebelumnya musuh bebuyutan tuh cowok eh malah naksir. Apa kata sahabat hayoo? Pasti malu dan akhir-akhirnya memilih menyembunyikan perasaan itu dari sahabat atau balik lagi dengan pilihan backstreet.

Tapi apapun itu, AADC memang seperti kejadian nyata kok. Sahabat tidak akan mengatur kita untuk berpacaran dengan siapa, mereka juga tidak akan meninggalkan kita jika terpuruk karena cinta. Sahabat yang baik selalu ada dan memberi support.

Sama halnya dengan Cinta yang akhirnya ngaku kalau menyimpan perasaan pada Rangga. Sahabatnya nggak ada yang langsung kabur dan meninggalkan dia tuh buktinya. Mereka justru mengantarkan Cinta ke bandara untuk terakhir kalinya bertemu Rangga dan menyampaikan perasaannya.  

Part selanjutnya yang memang bikin galau dan sering terjadi adalah jadwal kencan yang bentrokan dengan peristiwa tak terduga soal sahabat. Seperti Cinta yang udah siap ngedate bareng Rangga, tetapi kemudian Alya telpon dan butuh banget ketemu. Akhirnya Cinta lebih memilih jalan sama Rangga dan terpaksa membohongi Alya dengan alibi pergi ke dokter. Rasanya, banyak manusia yang melakukan hal di atas.

Jadi, kalau ditanyakan mengapa film ini yang menjadi kebangkitan perfilman Indonesia. Maka jawaban saya mungkin adalah karena film ini jujur mengungkapkan bagaimana peristiwa kecil yang banyak dirasakan banyak orang.

Ohiya, ada dialog yang diucapkan Limbong (Pedagan buku di Kwitang) yang saya suka, bunyinya “Berawal dari buku, berlanjut ke malam Minggu.” Dialognya simple, diucapkan karena Rangga pertama kali mengajak seorang cewek (Cinta) ke Kwitang, karena Cintalah yang menemukan buku Aku.

Baiklah, sekian review saya yang kurang mendalam ini. Yakin banget deh kalau 80% dari readers sudah menonton film ini.

Terima kasih untuk Nicholas Saputra yang selalu mebuat saya meleleh.





© My Words My World 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis