Manusia yang diciptakan sebagai makhluk sosial tentunya membutuhkan orang
lain. Siapapun itu, rasanya tidak salah kalau kita menyebutnya sebagai teman.
Saya percaya kalau setiap orang memiliki definisi yang berbeda untuk
mendefinisikan apa itu teman. Apapun itu, bagi saya bukanlah sebuah masalah dan
tak perlu terlalu dipertanyakan.
Yang mengusik bagi saya adalah mengenai
prosedurnya. Standard Operational
Procedure (SOP) dari sebuah proses pertemanan itu sendiri. Memang sih,
tidak ada aturan bakunya bagaimana SOP yang benar dalam menjalani pertemanan.
Tetapi, berbagai perisitwa yang terjadi belakangan ini membuat saya bertanya
geli
“Mengapa tidak ada SOP pertemanan?.”
Pemikiran saya sederhana. SOP tersebut mengatur bagaimana pertemanan itu
seharusnya dijalankan. Tidak ada kebohongan, itu kunci utamanya bagi saya. Saya
paling anti dibohongi dan selalu berusaha jujur kepada setiap orang. Dan SOP
Pertemanan yang ada dalam gagasan sederhana saya lainnya adalah keterbukaan.
Keterbukaan di sini maksudnya adalah menyampaikan langsung apa yang nggak kamu
suka dari temanmu itu langsung ke temanmu. Bukan bicara di belakang.
Yang ini sebenarnya terinspirasi dari 5cm. Saat baca buku itu sekitar 2
atau 3 tahun lalu, ada part yang
intinya menjelaskan kalau ada sifat buruk yang nggak kamu suka dari temanmu
sebaiknya kamu langsung beri tahu ke orangnya langsung. Bukan membicarakannya ke
orang lain. Istilahnya jangan ngomong di
belakang, karena hal itu percuma. Kamu justru memperburuk temanmu dan kamu
juga akan semakin merasakan dampak negatifnya. Dengan menyampaikan langsung ke
temanmu, maka dia tahu apa kejelekan yang seharusnya dia ubah. Hal ini akan
membawa temanmu ke arah yang lebih postif. Sementara kamu, tidak akan lagi
merasakan kejelekan temanmu itu.
Bagi saya, itu merupakan pelajaran berharga dalam berteman yang saya dapatkan
di 5 cm. Lalu, saya baru bisa merasakan dan mengaplikasikannya beberapa waktu
ini. Oleh seorang teman yang mau menerima semua masukan saya atas setiap
kritikan yang saya sampaikan langsung kepadanya.
Saya ingat betul, kira-kira setahun yang lalu saat interview UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa). Ada sebuah pertanyaan yang
kira-kira begini bunyinya “Kalau kamu nggak suka sama seseorang atau ada
masalah sama orang itu, apa yang akan kamu lakukan?.” Saya memilih mendiamkan,
bukan untuk menyelesaikan. Saya lebih memilih untuk menerima saja, tanpa
mengungkapkan ‘ketidaksukaan’ saya itu. Tetapi, setahun telah berlalu dan ada
banyak peristiwa pertemanan yang saya lalui.
Saya bukan lagi replica diri dari setahun yang lalu. Perlahan, melalui
seorang teman, saya akhirnya berani mengungkapkan apa yang saya nggak suka dari
sifatnya. Juga tak ragu memuji atau
menyampaikan kekaguman atas sifatnya yang lainnya. Melalui teman itu, saya
banyak belajar. Hal penting lainnya, kamu tidak perlu berbelit dalam
mengungkapkan apapun ke temanmu. Kamu cukup ungkapkan secara langsung dan jujur.
Karena memang di dunia nyata tidak
ada SOP Pertemanan, maka berbagai kemungkinan buruk tetap saja bisa terjadi.
Ada konflik, kekesalan, perasaan tidak terima atau sakit hati atau apapun itu.
Penyebabya bisa berasal dari ketidakjujuran atau faktor eksternal. Peristiwa
itu yang menyadarkan saya kalau sebenarnya itu adalah proses. Semua konflik
dari pertemanan adalah proses untuk menghasilkan output manusia berkarakter.
Dari konflik itu, kita diajak memahami bagaimana karakter orang lain.
Bagaimana kita tidak lagi egois dan mencoba memahami seorang teman, memosisikan
diri kita sebagai mereka. Semua itu untuk membentuk kita menjadi output yang
(seharusnya) lebih baik.
Saya ingat betul kalau dalam seminggu saya pernah 2 sampai 3 kali slek
dengan teman yang sama hanya karena sebuah masalah sepele. Saya merasa makan
hati menghadapinya dan ingin menyerah saja. Tetapi, salah satu teman saya berkata
seperti ini kira-kira, “Justru karena ada slek dalam bertemanlah yang
menjadikan pertemanan itu lebih berwarna.”
Saya tidak langsung mengamininya, tetapi saya sudah tidak lagi makan hati
menghadapi teman itu. Mungkin karena telah terbiasa atau telah mengenal secara
dalam karakternya, jadi bisa paham? Entahlah, apapun itu proses pertemanan yang
penuh dengan konflik kecil ataupun besar bertujuan membentuk karakter setiap
orang dan mendewasakannya.
Terima kasih atas waktunya, readers
0 comments:
Post a Comment