March 19, 2016

Berlari dan Tenggelam


Kekasih, kamu pernah berlari ?
Aku melakukannya akhir-akhir ini. Pada halaman-demi halaman buku yang kulalap untuk menenggelamkan kalut. Pada setiap buku baru, meski hanya dalam barisan free sample di Play Store.
Aku ingin berlari dan tenggelam, tetapi belum ingin mati. Jika benar kulakukan di danau, sungai, lautan atau kolam renang sekalipun aku akan mati karena tak mampu berenang.
kekasih, aku sangat ingin berlari. Dari sepi yang menggerogoti rasa bahagia. Dari sesak pikiran akan masa depan. Dari segala ketakutan dan keraguan yang hilir mudik mengusik sel otakku.
Aku berlari dari semua itu. Menuju dunia baru yang keberadaannya ada dalam pikiran setiap TuhanNya. Karena menenggelamkan diri dari barisan paragraf yang membawa cerita adalah ayunan terhangat bagiku. Mereka seperti balon udara yang mengangkat pikiranmu dan berkelana untuk lupa.
Kekasih, jangan ikut berlari bersamaku, jika kamu belum mampu.
Ajak aku berlari ke tempat lain yang lebih baik dari seiap wangi halaman buku


19 Maret 2016

Dalam alunan Fix You milik Coldplay

Ngomongin SosMed


Hello readers

Butuh waktu lama untuk memulai kata pertama…dan honestly, saya telah berulang kali menghapus dan mengetik hanya untuk memberikan opening. And well, finally saya memulai dengan kejujuran dalam bentuk menceritakan apa yang saya rasakan.

Sungguh bukan penulis yang baik. Maafkan.
Kemarin dalam perjalanan pulang, saya berbincang bersama teman kerja mengenai paket internet yang berujung ke sosial media. Mereka berdua bagaikan pasangan tak terpisahkan dalam setengah dekade terakhir menurut saya. Punya sosial media..harus punya paket internet. Dan kebanyakan paket internet digunakan untuk bersosial media. Am I wrong?

Semakin banyak sosial media yang dimiliki seseorang, maka semakin banyak paket internet yang dibutuhkan untuk dapat mengakses keseluruhan sosial media yang dimilikinya, bukankah begitu ?. Nah dari situ, saya tiba-tiba berhitung. Apa yang saya hitung ? Jumlah sosial media yang saya install di ponsel ternyata ada 10 aplikasi. Wauww…saya cukup kaget juga sih saat menyadarinya.

Sepuluh itu apa saja ? Mari saya urutkan dari yang paling popular saya gunakan akhir-akhir ini. Mereka adalah WhatsApp, Line, Twitter, Setipe, BBM, Instagram, Facebook, Path, Telegram dan Skype. Pertanyaan selanjutnya dari orang-orang yang mengetahui fakta di atas adalah, “Itu lo pake semua, fit ?” Jawabannya adalah 9 dari 10 saya gunakan (Untuk Skype, hanya install tapi sampai saat ini belum log in).

Sosial Media di Ponsel saya
Semuanya punya preferensi dan tingkat kebutuhan masing-masing. WA jadi yang paling utama untuk  komunikasi dengan teman-teman kuliah atau yang urusannya menyangkut kelompok (grup). BBM khusus untuk teman SD dan saudara. LINE khusus untuk teman SMP. Twitter untuk update informasi dan ikutan kuis (kalau beruntung). Facebook ? Ini sih karena udah bawaan dari ponsel, jadi bukanya kalo lagi pengen. Path dan Instagram dibuka di jam-jam tertentu dengan kuota yang sangat mendukung.

Oke oke bukan itu intinya. Ngomongin Sosial Media adalah ada banyak sosial media yang sering digunakan tapi apa benar kita telah menggunakannya sesuai fungsinya? Atau justru melenceng a.k.a beralih fungsi.

Dua tahun lalu..saya merasa Path adalah sosial media eksklusif dan menjalankan perannya bagi saya. Membantu mengetahui kabar teman-teman yang sudah lama tak saya ketahui. Jumlah pertemanan yang terbatas menjadikan kita lebih selektif dan kualitatif dalam berteman secara personal. Tetapi, waktu bergulir dan inovasi terus dikembangkan apda setiap aplikasi di sosial media.

Path sekarang tidak hanya membatasi pertemanan 150 orang, tapi 500. Kalau kamu ingin selektif sharing moment di path, maka bisa gunakan fasilitas inner circle. Perubahan lain juga terjadi di sosial media yang lain, seperti BBM yang berinovasi dengan sticker beragam, LINE yang ada fitur news feed nya, dsb.

Lalu bagaimana dengan postingan kita di sosial media ? bagaimana kita menggunakan semua sosial media yang kita miliki ? Sudahkah sesuai fungsinya ?

Tidak ada peraturan baku yang mengaturnya. Tetapi dari kacamata saya pribadi, semakin hari sosial media beralih fungsi. Dia tidak menyatukan kita..tetapi justru menjauhkan kita. Sosial media menjadi wadah komersil bagi beberapa orang. Sayangnya, hal itu yang justru menjadikan sosial media ditinggalkan oleh si pengguna, yang pada akhirnya menjauhkan satu sama lain.

Ilustrasinya begini,
A : “Lo ada LI*E ga? Bagi dong ID nya?”
B : “Yaah gue ga pake. Banyak iklannya abisnya. Jadi males.”

Pada akhirnya mereka nggak jadi menyambung silaturahim atau bisa juga jadi dengan aplikasi lain.

Salah alih fungsi lain adalah sosial media adalah bahan mengkomersialkan segala hal yang sesungguhnya personal atau remeh temeh. Kalau remeh temeh aja dishare, bisakah disebut pamer ?

Pamer atau tidaknya postingan seseorang di sosial media adalah tergantung bagaimana pikiran kita mencerna dan hati menyikapinya.  Menjudge seseorang pamer itu bukan hanya menjatuhkan sifat negative ke orang tersebut, tetapi secara tidak langsung juga dapat melabeli diri kita sendiri, yang jangan-jangan sesungguhnya hanya iri.

Ilustrasinya begini,
A : (posting foto tiket pesawat ke Singapura)
B : (scroll timeline) “Pamer banget sih” (ngomong dalam hati)
6 jam kemudian
A : (check in d restoran, lengkap dengan menu makanan Thai Jumbo Prawn)
B : (scroll timeline) “Pamer terus, apa gue unshared ya, atau inner circle?”
1 hari kemudian
A : (posting foto tangan gatel-gatel karena alergi makan udang)
B : (scroll timeline) “Penting banget apa yang beginian dishare, dikira sembuh kalo difoto dan diposting di path”

Have you ever felt as an A or B, readers ? 
Siapa sih yang salah ? A yang suka pamer atau B yang memang nggak punya aktifitas makanya ngejudge orang pamer ? Jika B mendapatkan kesempatan untuk terbang ke luar negeri, apa dia tidak akan melakukan hal yang sama dilakukan oleh si A ?

Semua soal bagaimana kita menjernihkan hati dan memosisikan diri. Melihat sesuatu secara keseluruhan dan konsisten. Kalau memang menurt kamu, posting tiket pesawat itu pamer. Maka kamu tidak akan melakukan hal sejenis di lain waktu. Itu namanya konsisten.

Untuk postingan bagian tubuh entah apa itu yang terluka..seriously saya pribadi merupakan orang yang paling anti dan benci. Alasannya bukankah itu menjijikkan dan  bagaimana jika itu adalah aurat ? Mengapa kita dengan murahnya menyuguhkan aurat kita ke banyak orang.

Saya pernah berada di posisi A dan B. Menjadi A yang gemar check in momment sana sini untuk sebuah jumlah momment yang bertambah atau sekedar melihat banyaknya sticker yang ditinggalkan atas postingan kita. Tetapi, lalu saya bertanya..dengan intensitas yang sesering ini apakah postingan saya mengganggu orang dan terkesan pamer.

Kalau sudah begitu, saya tidak akan memposting hal yang sama pada sosial media yang saling tehubung. Melihat postingan yang isinya sama di berbagai sosial media dari satu orang yang sama adalah hal yang paling saya benci. Jadi, pasti saya akan mempsoting hal yang berbeda di berbagai sosial media yang berbeda.

Menjadi orang yang sinis seperti B juga pernah saya rasakan. Pertanyaan mengapa si A pamer terus di setiap postingannya. Tetapi, saya bertanya kembali..apakah si A salah dengan posting seperti itu ? Ataukah ini hanya saya yang lebih sering duduk diam men-scroll timeline tanpa kemana-mana dan berbuat sesuatu, hingga perasaan iri muncul kepada orang lain. Apakah jenis perasaan iri yang muncul ini adalah perasaan iri yang diizinkan ? Atau bahkan seharusnya tidak pantas ?

Jika sudah begini, maka saya akan memilih untuk beristirahat dari sosial media. Rehat sejenak dari scroll timeline di Path. Puasa membuka berbagai sosial media dan hanya memfokuskan pada satu hal yang memang untuk berkomunikasi (instant mesagging). Efeknya ? Tenang..rasanya menenangkan.

Tidak perlu pusing mengomentari postingan orang..tidak perlu juga sibuk check in lokasi setiap mengunjungi tempat-tempat penting.  Justru dengan itu kita bisa sungguh-sungguh menikmati moment yang kita miliki.

Well, tulisan ini dibuat pada suatu malam saat si penulis merasa kesepian dengan kesepuluh sosial media yang dia miliki. Tetapi sama halnya dengan aplikasi yang terus mengalami perubahan, maka hati seorang manusia pun juga demikian. Siapa yang tahu jika tulisan ini justru berbanding terbalik dengan apa yang saya rasakan pada tahun tahun ke depan.



We’ll never know. Tetapi, mari bijak bersosial media.

Terima kasih sudah membaca dan mengerti.



New Page


This my new page, not only in my blog in 2016, but also in one chapter of my life. Sebenarnya halaman baru itu sesungguhnya sudah mulai di pertengahan Desember lalu dan masih berlangsung hingga kini. Postingan kali ini sebagai sapaan hangat serta menolak membiarkan folder di Januari ini terasa kosong. Jadi maafkan kalau saya banyak bercerita tanpa arah.

Saya sedang menjalani probation di salah satu fashion e-commerce di Indonesia. Nggak perlu disebut namanya ya (hehe). kehidupan kantor yang 9-17 bahkan lebih sering sampai jam 20.00 itu ternyata cukup untuk membuat saya lupa soal pergantian hari. Hingga tiba menyadari kalau Januari sebentar lagi akan berakhir dan saya belum mengisi satu postingan pun di blog ini. Hehe

Kehidupan baru yang saya mulai ini menghadapkan saya dengan teman baru, lingkungan baru, pribadi baru yang bermacam, serta pengalaman dan pengetahuan yang baru juga. Yang paling menarik bagi saya adalah emosi yang baru. Iya, emosi yang baru yang timbul dari setiap peristiwa yang terjadi di sekitar saya.


23 Januari 2016

March 9, 2016

SUPERNOVA IEP : Berenang dalam Kolam Kejutan


Akhir penantian dan pertanyaan saya tentang Etra dan Mpret, Zarah dan ayahnya, Diva yanghilang menemukan jawabannya beberapa hari lalu. Dee telah menjawabnya melalui Supernova Intelegensi Embun Pagi (IEP) dalam 710 halaman.

Saya sendiri menghabiskan buku itu dalam waktu seminggu dengan frekuensi membaca 2 jam sehari selepas pulang kerja. Padahal buku ini akan lebih ‘menginfeksi’ readers jika dibaca seharian penuh. Membaca IEP menghadirkan banyak sensasi dan pergulatan batin bagi diri saya sendiri. Ada rasa penasaran untuk segera membalik halaman demi halaman untuk segera mengumpulkan kepingan puzzle. Tetapi di sisi lain, ada perasaan sedih dan ketidaksiapan menerima kenyataan kalau IEP adalah ending dalam rangkaian Supernova yang sudah ada selama ini.

Baiklah, mari tinggalkan perasaan pribadi saya menghadapi IEP dan kita lanjutkan akan kesan dan review saya tentang IEP.

Membaca IEP rasanya seperti merangkai kepingan puzzle yang tercecer di buku 1 sampai 4 yang sudah saya baca (belum baca Gelombang, nih. Hehe) dan menyatukannya dalam IEP di ingatan kita masing-masing. Sambil merangkai puzzle itu, sensasi naik roller coaster dan letupan kejutan juga bisa jadi background perasaan pembaca.

Intelegensi Embun Pagi menguak identitas sebenarnya dari para tokoh yang pernah hadir dari rangkaian buku Supernova. Mereka merupakan kesatuan yang disebut dengan HEB (Highly Evolved Being). Secara sederhana mereka bisa disebut dengan alien karena bukan berasal dari bumi. HEB sendiri ini terdiri dari berbagai peran. Ada yang berperan sebagai peretas (harbinger), penyusup (infiltran), penjaga (sarvara) dan pemberi informasi (umbra). Mereka memiliki misi masing-masing.

Letupan-letupan kejutan itu hadir ketika satu per satu tokoh yang pernah hadir di buku buku sebelumnya muncul dan menjelaskan identitas mereka. Untuk peretas rasanya bagi pembaca Supernova sudah tidak kaget lagi kalau mereka adalah Bodhi, Elektra, Zarah dan Alfa. Tetapi, ternyata yang memiliki identitas sebagai peretas ga hanya mereka. Gio, Ferre, Mpret, Bong dan Firas ternyata juga peretas dalam gugus yang sama. Sayang gugus mereka telah hancur karena ada peretas yang gagal menetas, yaitu Bintang Jatuh atau Diva.

Setiap peretas memiliki kode dan fungsinya masing-masing. Bodhi dengan kode AKAR merupakan PERETAS KISI yang memiliki kemampuan visual untuk dapat menangkap rentang frekuensi yang jauh lebih lebar daripada manusia biasa. Elektra dengan kode PETIR merupakan peretas memori diibaratkan seperti mesin kriptografi yang dapat mendeskripsi memori yang teracak oleh proses kelahiran. Zarah dengan kode PARTIKEL merupakan peretas gerbang yang dapat membuka portal bersama Gio si PERETAS KUNCI. Mereka bekerjasama untuk dapat mengantar kelahiran si peretas puncak dengan kode PERMATA. Alfa dengan kode Gelombang merupakan peretas MIMPI yang dapat mengakses informasi di masa lalu melalui mimpi.

Misi mereka untuk dapat sampai pada hari terobosan dihalangi Sarvara. Sarvara berniat mengkonversi peretas menjadi penjaga seperti mereka. Tetapi peretas ini dibantu oleh infiltran dengan intervensi mereka yang serba low profile.

Letupan kejutan yang saya maksud adalah saat mengetahui Ibu Sati yang saya kagumi dan juga Simon adalah sarvara. Mereka dengan lihainya melakukan pendekatan dengan para peretas yang belum ‘melek’ untuk menghisap habis ingatan mereka atau paling tidak menggeser mereka keluar dari jalur (konversi).

Saya mengamini si penulis yang bilang kalau buku ini akan menjadi yang peling SERU dalam rangkaian supernova, karena di sinilah semuanya berkumpul dan bersatu. Bahkan ada juga yang saling jatuh cinta, seperti Gio dan Zarah. Kisah mereka cukup emosional bagi saya, apalagi karakter Gio yang berhasil membuat saya jatuh cinta, sebel dan gregetan dalam waktu yang bersamaan.

Dalam IEP, kita akan menemukan istilah-istilah yang terdengar asing dan cukup memeras pikiran. Seperti Infiltran, harbinger, sarvara, umbra, samsara, Ayahuasca, dhyana, Asko, Antabhrava, karmic, dan masih banyak lagi. Memang sulit dipahami, tapi pesan saya untuk tetap memaksakan membacanya karena kamu akan memahaminya sendiri. Btw, Dee juga menyelipkan glosarium di halaman akhir.

Melalui IEP, rasanya ke-awesome-an Dee sudah tidak diragukan lagi. Riset-riset yang sudah dia lakukan pastinya sudah sangatlah luar biasa. Hal ini terbukti dengan isi dari IEP yang penuh istialh asing. IEP sesungguhnya adalah jawaban dan pertanyaannya dari diri seorang Dee tentang kehidupan, mulai dari kelahiran, kematian dan pasca kematian. Dee menghadirkan imajinasi yang luar biasa untuk sebuah misteri kehidupan.

Mungkin terdengar konyol, tetapi terkadang saat menemukan kejenuhan dan stress dengan macetnya ibukota, saya ingin menjadi peretas rasanya. Menjalankan misi yang rasanya aneh tetapi seru. Haha

Honestly, saya agak kecewa dengan ending IEP, karena bagi saya ini bukanlah ending. Dee seolah masih memberi celah untuk terwujudnya sebuah kehidupan baru dari si peretas Puncak yang baru saja lahir. Supernova yang katanya Diva pun rasanya masih menggantung dalam pikiran saya. Karya kedua yang ingin dibuat oleh Dimas dan Reuben seolah pertanda cerita ini belum berakhir. Tetapi, enar atau tidaknya Dee adalah tuhan dari kisah Supernova, jadi who knows kalau memang akan ada kejutan selanjutnya.

I’ll sit and see.


Terima kasih telah membaca sampai akhir



Jakarta Ramai - Maudy Ayunda

Jakarta Ramai by Maudy Ayunda


Pagi memanggil kota yang lelah ini
Dia bertanya bagaimana harimu
Apa kabar mimpi-mimpimu
Apa kau tinggal begitu saja
Apa kabar angan-anganmu

Hari ini Jakarta ramai hatiku sepi
Jangan kau tanya mengapa sedih
Ku tak tau ku tak tau apa arti rasa ini
Entah apa yang ku mau penuh tanya dalam diri
Jakarta ramai Hoooooo

Senja menyambut kota yang lelah ini
Dan ia bertanya bagaimana harimu
Apa kata hati kecilmu mengapa tak kau ikuti saja
Apa isi dari benakmu

Hari ini Jakarta ramai hatiku sepi
Jangan kau tanya Mengapa sedih
Aku tak tau aku tak tau apa arti rasa ini
Entah apa yang ku mau penuh tanya dalam diri
Jakarta ramai Hoooooo

Jakarta ramai hatiku sepi

Langitnya abu hatiku biru
Banyak hal baru tapi ku lesu
Jelaskanlah jelaskanlah
Apa arti rasa ini

Entah apa yang ku mau
Penuh tanya dalam diri
Jakarta ramai heyy
Jakarta ramai
© My Words My World 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis