Querida Ocha
by
Fitria Wardani
Makhluk
kecil berwarna coklat dan bersayap itu masih memiliki tenaga untuk melakukan
pembelaan. Hujaman sapu yang bertubi-tubi telah kuhantamkan padanya, tetapi dia
masih belum mau juga menyerah.
“Shal, nyantai dikit kenapa jadi
cewek. Jangan ekstrem gitu,” ingat
seorang lelaki berambut hitam pekat di ujung jendela padaku.
Aku tidak menggubrisnya dan masih
sibuk memberikan hantaman keras pada makhluk bernama
“Kecoaaa!,” jerit lelaki lain yang
baru memasuki ruangan.
“Gue juga tahu kalo itu kecoa. Maka
dari itu, gue sedang membasminya daritadi. Udah sini bantu gue, San. Jangan
teriak-teriak aja bisanya,” pintaku sambil mencari si kecoa yang tiba-tiba
menghilang begitu mendengar jeritan Sandy.
“Sorry banget nih, Shal. Kalau
kecoa, gue white flag aja deh. Geli,”
elaknya sambil meletakkan bokongnya di sofa empuk dekat lelaki berambut hitam
pekat itu.
“Cemen ah lo jadi cowok,” hardikku.
“Ga, bantuin Shaline nangkep kecoa
tuh. Kasihan daritadi kerja sendirian, nanti tulangnya rontok lagi”
Arga dan Sandy tertawa bersama
karena bualan Sandy.
“Heh, jangan ketawa aja dong.
Kecoanya kabur sekarang”
“Bagus dong, Shal. Tugas lo udah
selesai sekarang,” timpal Arga.
“Dia kabur karena kaget pas lo
teriak tadi, San. Dan sekarang lo harus tanggung jawab nyari tuh kecoa”
“Lho kok salah gue?, ” sergap Sandy
tidak menerima disalahkan olehku.
“Kecoanya kabur karena daritadi lo
pukulin pake sapu, Shal,” bela Arga dengan pandangan penuh ke layar ponselnya.
“Kok lo ngebela Sandy sih, Ga? Kalau
kecoanya mati di tempat antah berantah gimana? Nanti disemutin. Dan gue paling
benci kalau udah ngeliat semut berkumpul. Hiii,” ujarku bergidik membayangkan
sekumpulan semut yang sibuk menggotong bangkai kecoa.
“Sama kecoa bisa membabi buta,
giliran sama semut segede upil aja lo takut. Cewek macem apaan tuh?,” ujar Arga
menimpali. Matanya masih terpaku pada layar ponsel di hadapannya. Sesekali
senyuman juga hadir di bibirnya.
Aku membanting sapu yang kugunakan
berburu kecoa sejak tadi. Menyerah berburu makhluk kecil menjijikkan itu. Kuhentakkan
badan di atas sofa panjang sambil melepaskan ikatan rambut dan membiarkannya
terurai.
“Shal, lo bau keringat. Minggir Sana,”
hina Sandy.
“Biar bau, yang penting nggak takut
sama kecoa,” sindirku.
“Biar takut sama kecoa yang penting
nggak takut sama semut,” balas Sandy tak mau kalah.
“Ga, lo seminggu ini stay di sini kan? Lo nggak bersih-bersih
ya sampai-sampai ada kecoa masuk ?,” tanyaku
pada Arga yang duduk Santai dengan wajah sumringah menatap layar ponselnya.
“Itukan bukan tugas Arga, Shal.
Kitakan punya tukang bersih-bersih,” bela Sandy.
Selalu begitu. Menyalahkan salah
satu diantara mereka, Arga atau Sandy di saat ada keduanya adalah hal sia-sia.
Mereka akan saling membela satu sama
lain dan membuatku tersudut.
“Tukang bersih-bersihnya itu cuma
spesialis bersihin Café, bukan basecamp
kita. Ingat, ini area rahasia yang cuma boleh dimasuki oleh kita bertiga,”
ingatku.
Sandy diam pertanda mengamini dan
membenarkan ucapanku. Kami bertiga merupakan
teman SMA yang membuka usaha kedai teh bernuansa Jepang. Namanya Querida
Ocha. Kedai teh kami tidak terlalu besar, tetapi di dalamnya terdapat ruangan
khusus yang kami namai basecamp.
Sebenarnya ruangan ini bisa dikatakan sebagai Ruang Direktur, karena hanya kami
bertiga yang boleh memasuki ruangan ini. Tidak ada terkecuali. Di ruangan
inilah kami menggagas konsep dan ide baru atau membicarakan segala hal tentang
Querida Ocha. Kami tidak boleh membawa teman kami masuk ke dalam ruangan ini,
termasuk pacar. Tetapi, siapa juga yang akan mengajak pacarnya datang ke
ruangan ini. Diantara kami bertiga, tidak ada yang memiliki pacar, gebetanpun
juga rasanya tidak ada.
“Gue cabut dulu ya, Guys,” ujar Arga tiba-tiba sambil
berdiri dan keluar dari basecamp.
Aku melongo dan sedetik kemudian
melempar pandangan ke Sandy “Mau kemana dia San?”
“Mana
gue tahu. Malam Mingguan mungkin. Hari ini kan Sabtu”
“Hari
ini Sabtu? Kok gue lupa ya”
“Iyalah,
lo terlalu sibuk dengan kecoa lo itu sih,” balas Sandy sambil berlalu
“Awas
ya, San. Pokoknya lo harus cari kecoa itu sampai ketemu. Gue nggak mau tahu”
Tidak
ada balasan dari Sandy. Sepertinya ia telah berkecimpung di kesibukan Querida
Ocha. Aku menghembuskan nafas dan pertanyaan dalam kepala. Masih sibuk menerka
kemana perginya Arga tiba-tiba tanpa memberitahu. Arga terbilang pria yang
cerewet. Dia selalu mengutarakan setiap kejadian yang menimpa dirinya. Apa
mungkin Arga memiliki gebetan baru? Tetapi peduli apa? Aku menarik bantal kecil
dan menutupkannya di atas kepalaku. Mencoba tidur dan menghiraukan perasaan
entah apa di dalam hati.
0 comments:
Post a Comment