Helloww
Saya baru saja membaca kembali beberapa
postingan saya di draft notebook.
Membandingkannya dari cerita semasa SHS
(Senior High School), 2012, 2013 dan tahun ini. Yes, I have trouble with myself. Ada banya curahan di dalam kepala
tetapi tidak bisa tumpah ketika sudah membuka halaman Ms. Word atau sekedar
memegang pena. Semua lenyap. Entah kemana
Maka dari itu saya mencari stimulus dengan
membaca kembali beberapa tulisan saya dari tahun ke tahun. Ada senyum kecil
yang menghias juga rasa malu ataupun decak sendiri “kenapa gue nulis ini di
blog”. Haha tapi nggak. Saya nggak akan menghapus apa yang pernah saya tulis,
kecuali di dalamnya terdapat sebuah nama yang merupakan bagian dari privasi
saya.
Okey, jadi kali ini apa yang akan saya
ceritakan ? lagi-lagi tidak ada yang special. Soal debat capres –cawapres
semalam yang digelar KPU dan disiarkan oleh hamper 5 stasiun TV juga biasa aja.
Sebenarnya tujuan utamanya bukan ingin ngomongin debat tapi karena bingung ngeshare apa jadi baiklah saya akan
berkomentar.
Tidak ! saya bukan ingin mengomentari soal
capres dan cawapresnya. Juga bukan bagaiamana proses situ berjalan, entah ada
settingan atau bagaimana. Bukan juga ingin mencela dan minta supaya
moderatornya diganti seperti banyak orang di media social. Bukan soal itu,
karena saya ketiduran saat nonton debat berlangsung di segmen hampir terakhir.
Saya hanya prihatin dengan banyak komentar
orang soal moderator yang dinilai gak
asyik atau nggak seru. Anehnya ada orang yang minta supaya moderatornya
diganti dengan ngemention stasiun TV
yang menayangkan (padahal yang menayangkan ada 5 stasiun tv -_-). Saya sungguh
menyayangkan orang yang demikian. Bukan bermaksud mengebiri pasal 28 yang
membebaskan setiap orang berpendapat, tetapi karena dia menyampaikan pada orang
yang salah.
Ada 2 hal yang luput dari perhatian orang
banyak. Yang pertama, debat itu diselenggarakan oleh KPU jadi isinya pasti yang
ngedesain ya KPU (Komisi Pemilihan Umum). Stasiun TV hanya menjadi alat atau
media mengabarkan ke masyarakat luas. Alias menayangkan aja. Bukan nunjuk siapa
yang jadi moderator. Jadi, kalau ingin diganti harusnya orang-orang mengajukan
pada KPU (re : ngemention @KPU_RI )
Yang kedua, apakah moderator minta diganti
itu adalah sebuah hal yang masuk akal di kala debat berlangsung. Apakah mungkin
KPU menyiapkan moderator cadangan yang memberi kepuasan kepada si penonton.
Contohnya dengan nggak melarang bertepuk tangan. Menurut saya hal ini sungguh
sangat nggak masuk akal. Ini moderator debat capres cawapres, bukan
pertandingan bola yang memiliki cadangan.
Okey, mungkin ganti moderatornya untuk
sesi debat selanjutnya. Nah saya makin aneh saja, karena tanpa minta diganti, moderator debat akan
selalu diganti. Disesuaikan dengan tema debat. Debat yang berlangsung 9 Juni lalu
bertema Pembangunan Demokrasi, Pemerintahan yang Bersih dan Kepastian Hukum, dan mengusung Zainal
Arifin Mochtar—yang merupakan Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat)
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
Jadi, untuk debat selanjutnya (15 Juni
2014) yang bertemakan ekonomi, moderatornya juga sudah disiapkan, yaitu Ahmad Erani
Yustika. Beliau adalah professor dari jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan (IESP) Universitas Brawijaya. Jadi, agak lucu aja kalau ada yang
minta moderatornya diganti karena moderator akan selalu berbeda setiap
episode(tergantung tema).
Jadi moderator itu nggak mudah, apalagi
untuk acara sekelas debat capres-cawapres, dimana semua pasang mata Indonesia
tertuju padanya. Tetapi, yang paling penting moderator untuk debat ini ya harus
independen dan bisa menghadirkan suasana hangat dan santai saat debat. Saya
tidak keberatan kalau moderator yang kemarin itu berulang kali meminta penonton
di Balai Sarbini untuk tertib dan bertepuk tangan saat dikomando, karena kita
(yang cuma nonton dari layar kaca) tidak tahu bagaimana suasana sesungguhnya di
TKP.
Astaga postingannya jadi banyak gini,
padahal tadi bingung mau nulis apa
Baiklah, terima kasih telah membaca
0 comments:
Post a Comment