Saya sering
mendengar sebuah ungkapan yang berbunyi seperti ini, “Life is a Choice.” Ya, hidup adalah sebuah pilihan,
karena dalam kehidupan kita tidak pernah tidak untuk dihadapkan oleh berbagai
pilihan. Kadang pilihan itu terasa menyulitkan, tetapi ada banyak orang yang
justru kehilangan pilihan atau bahkan tidak punya pilihan.
Contohnya ?
banyak sekali. Anak-anak kecil yang bertelanjang kaki dan berpindah dari satu
mobil ke mobil lainnya di lampu merah salah satunya. Bisa dikatakan kalau
mereka adalah orang-orang yang tidak punya pilihan.
Dan saat
orang-orang seperti mereka dihadapkan sebuah pilihan, yaitu memilih seorang
pemimpin, maka di situlah mereka menggantungkan harapan. Sama halnya dengan
kita yang harus memilih ketua kelas di kelas misalnya. Menjadi pilihan yang
sulit untuk memilih jika keduanya memilii kelebihan masing-masing dan akan
menjadi begitu mudah jika ada kepentingan di belakangnya.
Seperti banyak
orang terkenal di Indonesia yang selalu berkoar kalau negeri kita adalah
demokrasi, maka Pemilu (Pemilihan Umum) bukanlah hal yang asing bagi kita.
Apalagi, hampir setiap hari rasanya selalu ada Pilkada di negeri ini. Mulai
dari pemilihan Walikota dan wakilnya, Gubernur beserta wakilnya, dsb.
Beberapa hari
lalu, kampus saya menjalankan Pemilihan Umum tingkat Jurusan dan Fakultas (BEMJ
dan BEMF). Ada KPU (Komisi Pemilihan Umum) sebagai panitia penyelenggaranya di
sini. Isnya adalah para teman-teman saya yang independen dan juga merupakan
mahasiswa.
Yang ingin
saya soroti dalam postingan kali ini bukanlah bagaimana proses itu berlangsung.
Tetapi makna memilih dan dipilih. Memilih seorang pemimpin (meski skalanya
hanya BEM) tetap merupakan sebuah proses yang tidak seharusnya sembarangan
dilakukan. Begitu juga orang yang dipilih, tentunya tidak boleh orang yang
asal-asalan.
Setiap
pemimpin yang dipilih memiliki banyak gantungan harapan yang digantungkan oleh
para pemilihnya. Dan si pemilih itu seharusnya cerdas dalam memilih. Saya sulit
mengerti, meski juga bertanya-tanya dan penasaran. Mengapa ada segelintir orang
yang bisa dengan setia mendukung dan memilih seorang sosok yang belum tenu baik
adanya? Loyalitas macam apa yang bercokol dalam diri mereka ? kebanyakan yang
saya tahu, tidak sedikit orang-orang yang merasa paling benar dan rela berkobar
demi si calon, meski sesungguhnya si pemilih ini tidak paham betul akan si
calon. Mungkinkah ini karena paksaan kepentingan sebuah golongan?
Saya tidak
tahu. Hanya tidak habis pikir, ada orang yang rela berletih lelah untuk suatu
hal yang sebenarnya tidak mereka pahami dengan baik. Apa tenaga mereka dibayar?
Entahlah. Menjadi pemimpin juga bukan asal-asalan. Memimpin itu amanah. Kalau
kamu dipercayakan menjadi seorang pemimpin, artinya bebanmu bertambah, karena
amanah yang kamu emban sekarang menjadi bertambah.
Apapun itu,
marilah menjadi pemilih yang cerdas dan
pemimpin yang amanah.
Terima kasih
untuk waktunya
0 comments:
Post a Comment