Aku sudah sampai. Siap dijajakan. Siap dipilih dan aku akan menjadi yang pertama dipilih untuk setiap orang yang singgah di depan lapak sederhana nan dadakan ini.
Aku begitu percaya diri karena akulah yang terbaik, yang berada di tempat yang paling bersih diantara teman-temanku yang lain. Aku begitu manis dan menggiurkan, yang akan memberi kenikmatan bagi setiap lidah yang menyentuhnya.
Matahari sudah mearajai hari. Terasa begitu menyengat, tetapi tidak untukku. Karena aku yang merupakan salah satu dari yang berkualitas, terlindungi begitu nyaman dari sengatan matahari.
Sambil menikmati kendaraan yang berlalu lalang, aku berharap ada salah satu dari mereka yang menghentikan perjalanannya, lalu memilihku. Tidak ada satupun yang singgah. Mereka terlalu sibuk dengan tujuan mereka masing-masing. Seperti teman-temanku yang sedang sibuk membujuk lalat-lalat nakal—yang mengerumuni mereka—untuk pergi.
Teman-temanku, yang sepertinya lebih tepat kujuluki senior malang itu berada di keranjang terpisah dengan lalal-lalat yang datang menyinggahi. Sungguh malang nasib mereka. aku bersumpah tak akan pernah berada di tempat mereka, karena sebentar lagi seorang pembeli akan menjemputku.
Matahari baru tenggelam disambut azan magrib dan jalanan basah sisa hujan yang yang mengguyur.
“Mereka akan datang sebentar lagi. Mereka akan memilih kita pastinya”
Suara itu berasal dari senior mudaku yang harganya lebih rendah disbanding aku tentunya. Akulah yang terbaik. Tentu saja.
Aku mengulum senyum sinis yang tidak disadari mereka. Tentu saja ornag yang datang akan memilihku, karena akulah yang terbaik. Karena aku adalah kualitas nomor satu.
Benar sja. Tak lama kemudian, kendaraan yang berlalu lalang dengan pengemudinya satu per satu singgah di lapak ini. Lelaki berkumis yang menjadi Tuanku mulai mengahmpiri seorang Bapak yang baru saja membuka helmnya.
Si Kumis memperkenalkan aku, senior muda dan senior muda jenis lain beserta harganya. Si Bapak itu dahinya berkerut bingung menetukan pilihan. Akhirnya, 4 orang senior mudaku ikut pulang bersama Bapak itu.
Aku kesal. Jelas saja. Mengapa Si Bapak lebih memilih senior mudaku dibandingkan denganku yang memiliki kualitas nomor satu? Tetapi aku terus berwajah manis dan memancarkan auraku untuk menarik setiap orang yang datang. Malam sudah larut. Tak ada juga yang memilihku. Keranjang di bagian senior muda dan senior muda jenis lain telah berkurang setengahnya. Sudahlah, aku mengantuk. Masih ada hari esok, pikirku. Akupun tertidur.
Aku membuka mata dan menemuakn diriku telah dijajar rapi dalam keranjang senior muda. Hargaku telah turun hari ini, itu yang kutahu.
Aku memutuskan untuk tidur sepanjang hari karena aku tahu kapan orang-orang akan ramai mengunjungi lapak ini. Tetapi nampaknya aku salah, saat terbangun tepat azan magrib membahana kutemui Si Kumis meletakkan senior muda yang baru di sisiku. Itu berarti setengahnya dari keranjang yang kutempati ini telah terpilih oleh orang yang datang saat aku tertidur.
Aku kesal. Jelas saja. Tetapi aku mencoba berwajah manis dan memancarkan auraku untuk menarik setiap orang yang memang telah berdatangan untuk memilih aku dan teman-temanku.
Kali ini seorang nenek tua keluar dari mobil mewah silver miliknya. Seperti biasa, Si Kumis melaksanakan tugasnya. Nenek kaya tua itu tak sedikitpun melirik ke arah keranjangku. Dia sibuk memilih di keranjang tempat aku menghabiskan hari pertama kedatanganku, kemarin. Keranjang yang berisikan teman-temanku yang baru datang dengan kualitas nomor satu dan harga tertinggi.
Tak lama nenek kaya tua itu membawa 3 kantong platik hitam berisikan teman-temanku yang baru datang hari ini.
Aku kesal. Jelas saja. Akupun memilih untuk tidur.
Suara mendengung yang gaduh dan menganggu tidurku ternyata berasal dari lalat-lalat brengsek.
Aku kesal. Jelas saja. Kini aku berada di level terendah dengan harga Rp.5000. tempat senior malang yang pernah kukutuki nasibnya saat kedatanganku di hari pertama.
Rasanya mimpi untuk dapat dipilih oleh orang yang datang. Sekali lirik saja, mereka akan yakin untuk tidak memilihku karena lalat-lalat brengsek yang kini mengerumuniku.
Azan magrib membahana. Satu per satu orang mulai menyinggahi lapak ini.
Si Kumis menjalankan tugasnya, seperti hari-hari kemarin.
“Mau yang mana pak? Yang super 12 ribu. Harum Manis sama Indramayunya 7 ribu saja. Dikombinasikan juga boleh”
Aku kesal. Jelas saja. Karena aku tidak diperkenalkan. Mungkin karena ada papan bertuliskan 5000 di atasku.
0 comments:
Post a Comment