July 27, 2013

Mengenal Hatimu #1


Mengenal Hatimu
Oleh :
Fitria Wardani

Perasaan cemas dan waswas yang menyelimuti diriku hanya dibalas oleh suara operator. Kuraih kunci motor dan jaket hijau army yang menggantung. Otakku hanya di penuhi satu nama, maka aku berlari kesetanan menuju rumah Anggiena. Awan mendung yang menggelayut tak lagi kuhiraukan.

            Anggiena duduk tersenyum setelah meletakkan secangkir teh di hadapanku. Aku mengeringkan rambutku yang basah terkena air hujan. Karena berlari kesetanan, khawatir atas Anggiena, aku tak menyadari kalau hujan akan turun.

            “Jadi, handphone kamu nggak aktif karena lupa dicharger?,” tanyaku malu karena telah berpikir buruk tentang Anggiena.

            “Iya, Revan. Kamu kaya nggak kenal aku aja deh. Aku kan emang paling malas buat ngecharge handphone.”

            Aku menunduk malu. Harus kuakui, aku telah mengenal Anggiena selama 2 tahun terakhir dan hampir hafal semua kebiasaannya yang berbeda dengan gadis lain. Tetapi, 3 bulan terakhir ini semua terasa berbeda. Semenjak menjadi kekasih Anggiena, aku justru merasa tak mengenalnya. Bisa dikatakan, aku teralalu gugup dengan hubunganku dengan Anggiena kali ini.

            “Nyantai aja kali, Van, nggak usah dibawa serius gitu,” ujar Tyo, sahabatku.

            “Gue harus serius untuk kali ini, Yo. Giena itu beda dari cewek-cewek lain. Gue nggak mau buat dia kecewa”

            “Tapi, elo justru nggak jadi diri elo sendiri. Sebelum jadian sama Giena, elo lebih santai dan asyik. Tapi setelah jadian sama Giena, lo justru jadi orang yang over lebay. Terus nih ya, kalo gue liatin, elo sama Giena itu justru jadi kaku pas jadian. Sebelumnya nggak gitu ah kayanya”

            Aku melemparkan pandanganku keluar jendela kamar Tyo yang berada di lantai 2. Tyo yang merupakan sahabatku sejak duduk di bangku SMP ini memang mengenalku luar dalam. Tidak ada yang bisa kusembunyikan dari Tyo, termasuk perasaanku saat ini.

            “Kenapa sih, Bro? Ceritalah !,” ujar Tyo sambil menepuk pundakku.

            “Gue ngerasa hati Giena bukan buat gue, Yo”

            “Ah, Man ! Mulai lebay lagi kan. Udahlah, let it flow aja”

“Nggak gitu, Yo. Gue kenal sama Giena. Gue ngerasa Giena nunggu seseorang, tapi bukan gue”

            “Kalo emang gitu, kenapa Giena mau jadi cewek elo ?”

            Pertanyaan itu menggantung di udara. Tyo tak memaksaku untuk menjawab. Sementara di palung hatiku, seperti terdengar sebuah jawaban—yang kupaksakan menghilang. Aku hanya berburuk sangka, karena terlalu menyayangi Giena. Ya, itu pasti.
* * *
Mawar-mawar segar yang menggelitik hidungku sepanjang perjalanan ke rumah Anggiena kini terpajang manis di salah satu vas bunga rumahnya. Anggiena menyodorkan sekotak tissue yang dengan segera kuserbu.

“Kalau kamu alergi sama bunga, nggak perlu maksain beli buat aku. Beginikan jadinya, hidung kamu mirip badut sirkus tuh”

Aku berhenti menggosok hidungku yang gatal begitu mendengar ucapan Anggiena.

“Masa sih, yang ?,” tanyaku sambil meraba hidungku.

“Iya. Mirip banget sama badut sirkus. Hidung merah dan rambut keriting. Tinggal nambahin bola aja di dalam perut”

“Ihh jahat banget sih, yang. Masa cowoknya disamaiin sama badut. Emang kamu mau punya pacar badut?”

Anggiena memberengut kesal, namun manis. “Anyway, makasih mawarnya. Hari ini bukan anniversarry kitakan, kok kamu baik banget bawain mawar buat aku?”

“Karena kamu suka kalau dikasih mawar. Iyakan?”
* * *

Never Gonna Leave This Bed milik Maroon 5 terus mengalun dari handphone Anggiena. Dering penanda panggilan masuk itu telah berbunyi berkali-kali. Tetapi, Anggiena masih saja serius membaca novel di hadapanku. Sementara aku asyik bermain Angry Bird dari ponselku.

“Sayang, itu yang telpon siapa ? Kok nggak diangkat?”

“Nggak tahu. Nomor nggak dikenal,” ujar Anggiena cuek tanpa memandangku. Matanya masih menekuni setiap kata dalam novel di hadapannya. Aggiena memang hobi membaca. Ia bisa lupa segalanya jika telah dihadapkan dengan buku.

Tak lama kemudian, sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Anggiena.

“Siapa?”

“Nomor yang nggak dikenal tadi”

“Isinya?”

“Hai Giena”

“Siapa sih, yang? Kamu beneran nggak kenal sama nomor itu emangnya?”

“Nggak. Udahlah, biarin aja. Mungkin orang iseng, cuekin aja. Nanti juga capek sendiri”

“Jangan gitu dong, Gie. Coba kamu tanya itu siapa, mungkin teman lama kamu. Jangan putus silaturahimlah sama teman.”

To be continued

0 comments:

© My Words My World 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis