Mengenal
Hatimu
Oleh :
Fitria Wardani
Perasaan
cemas dan waswas yang menyelimuti diriku hanya dibalas oleh suara operator.
Kuraih kunci motor dan jaket hijau army
yang menggantung. Otakku hanya di penuhi satu nama, maka aku berlari kesetanan
menuju rumah Anggiena. Awan mendung yang menggelayut tak lagi kuhiraukan.
Anggiena duduk tersenyum setelah
meletakkan secangkir teh di hadapanku. Aku mengeringkan rambutku yang basah
terkena air hujan. Karena berlari kesetanan, khawatir atas Anggiena, aku tak
menyadari kalau hujan akan turun.
“Jadi, handphone kamu nggak aktif
karena lupa dicharger?,” tanyaku malu
karena telah berpikir buruk tentang Anggiena.
“Iya, Revan. Kamu kaya nggak kenal
aku aja deh. Aku kan emang paling malas buat ngecharge handphone.”
Aku menunduk malu. Harus kuakui, aku
telah mengenal Anggiena selama 2 tahun terakhir dan hampir hafal semua
kebiasaannya yang berbeda dengan gadis lain. Tetapi, 3 bulan terakhir ini semua
terasa berbeda. Semenjak menjadi kekasih Anggiena, aku justru merasa tak
mengenalnya. Bisa dikatakan, aku teralalu gugup dengan hubunganku dengan
Anggiena kali ini.
“Nyantai aja kali, Van, nggak usah
dibawa serius gitu,” ujar Tyo, sahabatku.
“Gue harus serius untuk kali ini,
Yo. Giena itu beda dari cewek-cewek lain. Gue nggak mau buat dia kecewa”
“Tapi, elo justru nggak jadi diri
elo sendiri. Sebelum jadian sama Giena, elo lebih santai dan asyik. Tapi
setelah jadian sama Giena, lo justru jadi orang yang over lebay. Terus nih ya, kalo gue liatin, elo sama Giena itu
justru jadi kaku pas jadian. Sebelumnya nggak gitu ah kayanya”
Aku melemparkan pandanganku keluar
jendela kamar Tyo yang berada di lantai 2. Tyo yang merupakan sahabatku sejak
duduk di bangku SMP ini memang mengenalku luar dalam. Tidak ada yang bisa
kusembunyikan dari Tyo, termasuk perasaanku saat ini.
“Kenapa sih, Bro? Ceritalah !,” ujar
Tyo sambil menepuk pundakku.
“Gue ngerasa hati Giena bukan buat
gue, Yo”
“Ah, Man ! Mulai lebay lagi kan.
Udahlah, let it flow aja”
“Nggak
gitu, Yo. Gue kenal sama Giena. Gue ngerasa Giena nunggu seseorang, tapi bukan gue”
“Kalo emang gitu, kenapa Giena mau
jadi cewek elo ?”
Pertanyaan itu menggantung di udara.
Tyo tak memaksaku untuk menjawab. Sementara di palung hatiku, seperti terdengar
sebuah jawaban—yang kupaksakan menghilang. Aku hanya berburuk sangka, karena terlalu
menyayangi Giena. Ya, itu pasti.
* * *
Mawar-mawar
segar yang menggelitik hidungku sepanjang perjalanan ke rumah Anggiena kini
terpajang manis di salah satu vas bunga rumahnya. Anggiena menyodorkan sekotak tissue yang
dengan segera kuserbu.
“Kalau
kamu alergi sama bunga, nggak perlu maksain beli buat aku. Beginikan jadinya,
hidung kamu mirip badut sirkus tuh”
Aku
berhenti menggosok hidungku yang gatal begitu mendengar ucapan Anggiena.
“Masa
sih, yang ?,” tanyaku sambil meraba hidungku.
“Iya.
Mirip banget sama badut sirkus. Hidung merah dan rambut keriting. Tinggal
nambahin bola aja di dalam perut”
“Ihh
jahat banget sih, yang. Masa cowoknya disamaiin sama badut. Emang kamu mau
punya pacar badut?”
Anggiena
memberengut kesal, namun manis. “Anyway,
makasih mawarnya. Hari ini bukan
anniversarry kitakan, kok kamu baik banget bawain mawar buat aku?”
“Karena
kamu suka kalau dikasih mawar. Iyakan?”
* * *
Never Gonna
Leave This Bed milik Maroon 5 terus mengalun dari handphone Anggiena. Dering penanda
panggilan masuk itu telah berbunyi berkali-kali. Tetapi, Anggiena masih saja
serius membaca novel di hadapanku. Sementara aku asyik bermain Angry Bird dari
ponselku.
“Sayang,
itu yang telpon siapa ? Kok nggak diangkat?”
“Nggak
tahu. Nomor nggak dikenal,” ujar Anggiena cuek tanpa memandangku. Matanya masih
menekuni setiap kata dalam novel di hadapannya. Aggiena memang hobi membaca. Ia
bisa lupa segalanya jika telah dihadapkan dengan buku.
Tak
lama kemudian, sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Anggiena.
“Siapa?”
“Nomor
yang nggak dikenal tadi”
“Isinya?”
“Hai
Giena”
“Siapa
sih, yang? Kamu beneran nggak kenal sama nomor itu emangnya?”
“Nggak.
Udahlah, biarin aja. Mungkin orang iseng, cuekin aja. Nanti juga capek sendiri”
“Jangan
gitu dong, Gie. Coba kamu tanya itu siapa, mungkin teman lama kamu. Jangan
putus silaturahimlah sama teman.”
To be continued
0 comments:
Post a Comment