July 10, 2015

Lebaran

Lebaran ?

Dari mana asal katanya ? Pertanyaan itu bersarang di kepala saya sejak beberapa tahun lalu. Mengapa hari raya umat muslim yang bernama Idul Fitri ini memiliki sinonim lebaran di Indonesia. Rasanya aneh. Apa karena banyak kue dan makanan manis lainnya yang menjadi penyebab tubuh orang melebar di hari itu ? atau karena orang-orang mendapat THR seolah pintu rezekinya melebar ?

Tapi, yang pasti silaturahim adalah ritual yang tak terpisahkan dari sebuah lebaran atau Hari Raya Idul Fitri. Hari pertemuan keluarga besar yang kemudian menjadi sosok hari yang menakutkan dan penguatan mental baja atas beberapa pertanyaan. Ya, maybe hal ini hanya dirasakan oleh golongan –golongan tertentu saja. Misalnya mereka yang udah cukup umur untuk menikah atau sekedar punya pasangan, mereka yang belom dikaruniai momongan, mereka yang belum mendapatkan sekolah idaman dan mereka yang sedang mengejar gerbang kelulusan. Yang pasti hari itu adalah hari paling membahagiakan bagi anak kecil yang merindukan ‘salam tempel’. Dan saya berani bertaruh kalau kamu yang sedang membaca postingan ini pernah menjadi anak yang berbahagia itu. aamiin

Lalu, sudah siapkah kita dengan berbagai pertanyaan yang menyerang dari orang-orang terdekat atau orang jauh yang katanya keluarga tapi ketemunya hanya saat hari raya ?

“Mana pasangannya ?”, “Kapan nikah?” “Kapan punya anak ?”, “Sekolah dimana sekarang?”, “Kapan Lulus?” “Udah lulus belom ?” “Kerja dimana sekarang?” “Berapa IPnya kemarin?”

Ada lagi, pertanyaan menyebalkan yang mungkin kamu temui di hari raya ? Dari orang yang mungkin hanya kamu temui sesekali waktu. Atau dari orang yang memang benar peduli denganmu tapi hanya hobi bertanya tanpa memberi solusi. Silahkan tuliskan di comment

Akibat pertanyaan-pertanyaan itu, hari raya justru jadi hari yang di-malesin sama beberapa orang. Ya, meski kadar males dan sebelnya gak tinggi-tinggi amat tetap saja ada unsur tidak bersih di hari yang bersih itu. Tidak bisa dipungkiri, manusia akan selalu mendapatkan pertanyaan semasa hidupnya, bahkan ada media social yang kegunaannya untuk saling betanya (ask.fm). Terbukti, nggak semua orang risih jugakan dengan pertanyaan. Ada yang dengan senang hati bersedia untuk ditanya dengan memiliki akun ask.fm.

By the way, ini kok jadi salah fokus ngomongin ask fm. Maaf ya, writernya lagi hobi main ask.fm hehe (feel free to ask on here ). Jadi begini, saya juga masuk dalam golongan orang yang harus menguatkan mental baja bertemu keluarga. Bukan soal pertanyaan jodoh udah nyampe mana, tapi…ya you knowlah –sesuatu yang tidak boleh disebutkan karena dapat membuat galau berkepanjangan dan mules tak berkesudahan serta sedih tak berujung-. Ada beberapa cara yang pernah saya baca untuk menghadapi hal itu.

Salah satu yang paling berkesan bagi saya adalah ‘dibawa santai’. Iya dibawa santai dengan obrolan. Misalkan kalau tante kamu nanya “Kapan nih bawa calonnya? Udah ada belom”, kamu jawab aja “Ah tante nih, pura-pura lupa aja. Kan udah pernah aku kasih tahu waktu itu. lupa ya tante”. Jawab sambil ketawa kemudian ngeluyur ngambil es buah.

           Sudahlah, jangan menghindar dari berbagai pertanyaan yang muncul itu. karne hidup memang nggak pernah lepas dari pertanyaan. Bahkan sampai di dalam kubur nanti juga ditanya, bukan?

            “Siapa Tuhanmu?”

PS : completely tips, check in here



0 comments:

© My Words My World 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis