Lebaran
?
Dari
mana asal katanya ? Pertanyaan itu bersarang di kepala saya sejak beberapa tahun
lalu. Mengapa hari raya umat muslim yang bernama Idul Fitri ini memiliki
sinonim lebaran di Indonesia. Rasanya aneh. Apa karena banyak kue dan makanan
manis lainnya yang menjadi penyebab tubuh orang melebar di hari itu ? atau
karena orang-orang mendapat THR seolah pintu rezekinya melebar ?
Tapi,
yang pasti silaturahim adalah ritual yang tak terpisahkan dari sebuah lebaran
atau Hari Raya Idul Fitri. Hari pertemuan keluarga besar yang kemudian menjadi
sosok hari yang menakutkan dan penguatan mental baja atas beberapa pertanyaan.
Ya, maybe hal ini hanya dirasakan
oleh golongan –golongan tertentu saja. Misalnya mereka yang udah cukup umur
untuk menikah atau sekedar punya pasangan, mereka yang belom dikaruniai momongan, mereka yang belum mendapatkan
sekolah idaman dan mereka yang sedang mengejar gerbang kelulusan. Yang pasti
hari itu adalah hari paling membahagiakan bagi anak kecil yang merindukan
‘salam tempel’. Dan saya berani bertaruh kalau kamu yang sedang membaca
postingan ini pernah menjadi anak yang berbahagia itu. aamiin
Lalu,
sudah siapkah kita dengan berbagai pertanyaan yang menyerang dari orang-orang terdekat
atau orang jauh yang katanya keluarga tapi ketemunya hanya saat hari raya ?
“Mana
pasangannya ?”, “Kapan nikah?” “Kapan punya anak ?”, “Sekolah dimana
sekarang?”, “Kapan Lulus?” “Udah lulus belom ?” “Kerja dimana sekarang?”
“Berapa IPnya kemarin?”
Ada
lagi, pertanyaan menyebalkan yang mungkin kamu temui di hari raya ? Dari orang
yang mungkin hanya kamu temui sesekali waktu. Atau dari orang yang memang benar
peduli denganmu tapi hanya hobi bertanya tanpa memberi solusi. Silahkan
tuliskan di comment
Akibat
pertanyaan-pertanyaan itu, hari raya justru jadi hari yang di-malesin sama beberapa orang. Ya, meski
kadar males dan sebelnya gak tinggi-tinggi amat tetap saja ada unsur tidak bersih
di hari yang bersih itu. Tidak bisa dipungkiri, manusia akan selalu mendapatkan
pertanyaan semasa hidupnya, bahkan ada media social yang kegunaannya untuk
saling betanya (ask.fm). Terbukti, nggak semua orang risih jugakan dengan
pertanyaan. Ada yang dengan senang hati bersedia untuk ditanya dengan memiliki
akun ask.fm.
By the way,
ini kok jadi salah fokus ngomongin ask fm. Maaf ya, writernya lagi hobi main ask.fm hehe (feel free to ask on here ). Jadi begini, saya juga masuk dalam golongan
orang yang harus menguatkan mental baja bertemu keluarga. Bukan soal pertanyaan
jodoh udah nyampe mana, tapi…ya you knowlah
–sesuatu yang tidak boleh disebutkan karena dapat membuat galau berkepanjangan
dan mules tak berkesudahan serta sedih tak berujung-. Ada beberapa cara yang
pernah saya baca untuk menghadapi hal itu.
Salah
satu yang paling berkesan bagi saya adalah ‘dibawa santai’. Iya dibawa santai
dengan obrolan. Misalkan kalau tante kamu nanya “Kapan nih bawa calonnya? Udah
ada belom”, kamu jawab aja “Ah tante nih, pura-pura lupa aja. Kan udah pernah
aku kasih tahu waktu itu. lupa ya tante”. Jawab sambil ketawa kemudian ngeluyur
ngambil es buah.
Sudahlah, jangan menghindar dari
berbagai pertanyaan yang muncul itu. karne hidup memang nggak pernah lepas dari
pertanyaan. Bahkan sampai di dalam kubur nanti juga ditanya, bukan?
“Siapa Tuhanmu?”
PS
: completely tips, check in here
0 comments:
Post a Comment