June 14, 2015

Potret Dalam Kereta (part 2)




Sudah hampir 5 tahun berlalu dari postingan Potret Dalam Kereta. Kalau kamu anker (anak kereta), ada baiknya baca postingan itu sambil menerawang pada keadaan perkereta apian di Indonesia. Ya, saya mungkin hanya pengguna kereta Jabodetabek yang sekarang lebih akrab disapa commuter line untuk waktu-waktu tertentu. Tetapi, menggunakan transportasi umum dan bertemu serta bertahan bersama stranger untuk kemudian terpisah karena telah sampai pada tujuannya masing-masing, membuat saya  seperti menemukan banyak kehidupan lain di luar sana. Yang kemudian pada akhirnya mengajak saya untuk bersyukur.

Merujuk kembali pada postingan 5 tahun silam tentang kereta api, maka kereta api di Indonesia, khususnya Jabodetabek sungguh telah berubah untuk 2 tahun terakhir ini. Bukankah kamu setuju, readers? Bagaimana saat ini kita tidak lagi menemukan pedagang yang turut berdesak-desakan menjajakan barang dagangannya di kereta. Yang ada hanyalah berbagai penumpang yang berdesak-desakan untuk sampai pada stasiun tujuan. Bagaimana kita tidak lagi melihat petugas yang merokok sebelum kereta berangkat. Yang ada hanyalah petugas yang dengan cepat membersihkan gerbong sebelum kereta berangkat.

Bagi saya, perlahan Indonesia menuju perubahan yang semakin baik. Kadang kita tidak pernah menyadarinya kalau kita tidak sesekali melihat ke belakang. Mengapa ? karena tidak jarang, kita sering mengisi hari-hari yang kita lewati dengan keluhan. Well, sebenarnya postingan kali ini pointnya bukan itu. saya masih akan share tentang potret kehidupan yang sempat saya temui dalam commuter line.

Hari itu…Sabtu, 28 Maret untuk pertama kalinya saya dan ibu pergi naik commuter line bersama. Sebut saja agenda favorit wanita = Shopping. Tetapi, kejadian ini terjadi saat pulang. Allhamdulillah kami mendapatkan tempat duduk sedari Stasiun Tanah Abang dan akan turin di Stasiun Sudimara. Saat kereta sampai di Stasiun Kebayoran, ada sepasang nenek-kakek yang naik dengan membawa koper yang cukup besar.

Saya ingin memberikan tempat duduk saya kepada nenek-nenek itu, tetapi semua itu hanya ada dalam pikiran. Kadang, terasa sulit untuk bertindak. Sampai pada akhirnya, nyokap berbisik dan meminta saya untuk berdiri dan memberikan tempat duduk itu kepada si nenek. Sayapun mengikuti perintah nyokap. Tetapi, ketika saya mempersilahkan si nenek untuk duduk, dia tidak langsung duduk. Ada percakapan di antara sepasang sejoli itu. begini kira-kira.

Nenek : Kakek, sini duduk
Kakek : Kamu aja yang duduk
Nenek : Kamu aja
Kakek : Udah kamu aja gpp

Begitulah percakapan berulang-ulang sekitar 30 detik. Hingga akhirnya saya memilih untuk menduduki kursi saya kembali. Ahhahaha becanda deh. Pada akhirnya si nenek yang duduk. Sementara saya berdiri dan berbincang kecil dengan kakek.

Cukup lucu sih adegan kakek nenek yang justru saling mempersilahkan satu sama lain untuk duduk. Ya, rasanya lebih so sweet dibandingkan sepasang kekasih LDR-an yang rebutan buat nyuruh nutup telpon duluan. Ah sudahlahh.

Cerita kedua saya alami di gerbong kereta dalam perjalanan pulang menggunakan commuter line tujuan Bogor-Tanah Abang. Ada seorang bocah yang tingkahnya sungguh sangat tidak karuan. Usianya sekitar 3 tahun, kalau mata saya tidak salah menerka dari look nya. Anak laki-laki itu bersama ibunya duduk di hadapan saya dan paling pinggir. Si anak terus saja bergelantungan tidak karuan. Membuat ibunya mau tak mau harus bersusah payah mengimbangi si anak.

Saya haya tersenyum kecil dan sesekali mengernyitkan dahi. Melihat kejadian itu, yang ada kepala saya adalah bagaimana anak itu tumbuh dewasa. Ralat..mungkin lebih tepatnya, bagaimana banyak anak yang tumbuh dengan tidak dewasa ketika mereka sudah besar dengan bertingkah nakal dan bandel. Nggak kebayang aja, kalau pas kecil mereka sudah sangat membuat ibunya susah kepalang dengan tingkahnya lalu saat dewasa masih belum juga menyudahinya.

Bukan maksud apa-apa sih, tapi saya sempat mengambil gambar anak itu. Sesungguhnya anak itu lucu. Tapi, rasanya kamu akan lebih lucu kalau duduk manis, nak. Suapaya semua orang yang di kereta mampu melihat wajahmu yang lucu, nak.

Tingkah Laku si Anak (1)
Tingkah Laku si Anak (2)
Cerita ketiga, masih seputar anak kecil laki-laki. Tapi usianya bukan balita. Mungkin antara 7-8 tahun. Kejadiannya terjadi masih pada hari yang sama tetapi di kereta Tanah Abang-Serpong. Anak itu loncat loncat sambil menggebrak-gebrak jendela pintu saat kereta itu berjalan. Setidaknya itu yang paling saya ingat. Melihat kejadian itu, saya seakan berulang kali menahan nafas. Khawatir jika suatu waktu pintu itu terbuka dan si anak jatuh. Bergidik sendiri bukan kalau membayangkannya?

Kemudian pandangan saya lemparkan kepada ibunya yang tidak menegur si anak. Saya dalam hati mempertanyakan, “Mengapa tidak memperingatkan anaknya yang tidak bisa diam itu? Apakah dia tidah tahu kalau itu menggganggu ketenangan orang yang mungkin saja ingin beristirahat dalam perjalanan?” fiuuh sudahlah.  Saya lebih memilih menutup mata, mencoba tidur seperti apa yang dilakukan teman di sebalah saya.

Kami turun di Stasiun Sudimara dan menunggu teman saya, Marisa yang antre menukarkan kartunya. Sambil menunggu, saya memperhatikan orang-orang yang menyemut keluar dari stasiun untuk segera naik angkot. Seperti yang sering saya lakukan, sebelum aktif menggunakan motor. Hingga kemudian, sepasang mata saya menemukan seorang bocah aktraktif di dalam kereta tadi. Dia berjalan paling depan, diikuti seorang ibu yang mengalungkan pengeras suara di dadanya dan tangan tertumpu di bahu si anak. Di bahu sang ibu, tertumpu lagi sepasang tangan milik lelaki yang berjalan di belakangnya.

Seketika jawaban saya terjawab sudah, mengapa si ibu tidak memperingatkan anaknya di kereta tadi. Mata saya masih belum lepas dari mereka yang saling beriringan berjalan menuju jalan raya untuk menyebrang, dikepalai si anak kecil itu tadi. Seketika saya merasa sangat bersyukur karena Tuhan masih menganugerahi alat indra yang fungsional kepada kedua orang tua saya.

Hari itu, setelah seharian wisata kuliner bersama kedua sahabat saya, ada rasa syukur lai yang saya bawa pulang.

Terima kasih telah membaca


0 comments:

© My Words My World 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis