16
April lalu seharusnya menjadi deadline
saya mengikuti salah satu #ProyekMenulis dari @nulisbuku dan The Bay Bali.
Temanya letter of happiness. Tapi
karena manajemen waktu saya yang belum baik, maka saya gagal mengikutinya.
Saya
tidak akan bercerita penyebab kegagalan saya bercerita. Bukan ! bukan karena
saya belum menemukan arti happiness
yang sesungguhnya. Bukan itu. Saya pernah merasakannya dan bertekat untuk dapat
kembali mewujudkannya.
Saya
akan menuangkan hasil survey kecil-kecilan saya soal makna happiness. Sayang kalau hanya terendap di notes handphone. Awalnya
sih saya melakukan wawancara kecil ke beberapa teman untuk mencari referensi
ide, tapi karena saya gagal mewujudkannya, maka akan saya share di sini saja ya, readers.
Happiness itu kebahagiaan. Semua orang
juga mengetahui itu. Tapi kadar kebahagiaan sesorang itu berbeda dan hal yang
membuat kebahagiaan itu hadir pastinya berbeda antara satu orang dengan
lainnya. Bagi saya, happiness itu
bukan bahagia yang sifatnya sesaat atau sesekali. Bisa datang dan pergi begitu
cepat. No ! Happiness versi saya bukan seperti itu.
Tapi
ya memang, setiap orang punya versi happinessnya
masing-masing. Ada yang bilang kalau happiness
itu adalah sessuatu yang kalau dia melakukan sesuatu itu rasanya plong. Tidak
ada lagi yang mengganjal. Entah senang, maupun susah tapi saat sesuatu itu
berhasil dilewati. Maka happiness
menyambut di garis finish.
Tidak
ada yang salah dengan happiness versi
Nazmudin di atas. Poin positifnya adalah selalu bersyukur karena telah melewati
apapun rintangan dalam proses penyelesaian sesuatu itu. Yeah, I got it.
Ada
juga yang berpendapat kalau happiness
itu berpikir positif setiap saat. Dengan berpikir positif, segala hal bakalan
indah (Faisal). Okey, jadi kalau kamu
tidak bahagia itu bukan salah orang lain apalagi Tuhan. Itu salah pikiran kamu
yang nggak pernah positif melihat sebuah hal. Segala pikiran negative itu
berujung pada keresahan dan kecurigaan yang tumbuh dalam diri sendiri, kalau
hati dan pikiran isinya negatif, ya bagaimana mau bahagia.
Yang
lebih sederhananya lagi, happiness
itu cukup hanya dengan berada di sekitar orang yang kita sayang dan menyayangi
kita (Ilfi). Buat orang-orang yang tingkat kesibukannya sudah macam Presiden,
maka quality time bersama orang-orang
tersayang jelas saja menjadi kebahagiaan tersendiri.
Berarti
happiness itu soal kebersamaan
(Dhimas). Happiness juga sesederhana
saat kita bisa membantu orang tua saat sakit, membantu orang lain di panti
asuhan (Wisnu). Tapi, yang paling berkesan untuk saya adalah menemukan sebuah happiness versi Wanda.
Happines
itu buat gue keharusan Fit, bukan lagi soal pilihan.
Happiness versi Wanda ini saya
rekomendasikan buat readers untuk
menerapkannya dalam prinsip kehidupan. Karena kalau happiness itu keharusan, kita pasti akan termotivasi melakukan hal
terbaik untuk mencapainya. Dan kita harus mencapainya. Harus !
Tanggapan
lain soal happiness yang sempat saya temukan di twitter secara tidak sengaja
adalah sebagai berikut :
Don’t
wait around for other people to be happy for you. Any happiness you get you’ve
got to make yourself – Alice Walker (@hardrockfm)
Kebahagiaan
bukanlah di saat kita memiliki kesempurnaan. Namun ketika kita dapat menerima
ketidaksempurnaan dengan tulus dan ikhlas (@katabertuah)
When
you’re not happy perhaps the question is about what you haven’t received.
Perhaps its about what you haven’t given (@archamt)
Terima
kasih untuk Nazmudin, Ilfi, Wisnu, Dhimas, Wanda, dan Faisal buat happiness versi kalian. Surveynya random
dan mereka adalah teman semasa SMP, SMA dan kuliah saya. Semua happiness versi kalian mengembangkan
setiap pemikiran saya dan semoga juga readers.
Tidak ada yang salah dan benar atas happiness versi kita. Karena hanya diri
kita sendiri yang tahu happiness
untuk diri kita.
Nah
Fit, happiness versi lo apa ?
Happiness itu saat lo merasa kenyang
tanpa perlu makan.
Terima
kasih telah membaca.
0 comments:
Post a Comment