Judul
ini entah kenapa terlintas dalam pikiran saya ketika melewati jembatan layang Ciputat. Latar belakangnya
sih karena himpitan tekanan dan beban akhir-akhir ini. Mulai dari tugas kuliah,
tugas organisasi, persoalan personal dan lain sebagainya.
Saya
yakin setiap orang memliki tekanan yang berbeda dalam kehidupannya. Setiap
orang pasti memiliki tantangan sendiri dalam kehidupannya, I mean setiap orang itu nggak segampang dan seenak yang kita pikir
dan bayangkan.
Kita
sering sekali membandingkan diri kita dengan orang lain dengan memosisikan diri
kita sebagai orang yang patut dikasihani karena yang paling menderita. Contoh
kecilnya adalah “Rumah lo deket jadinya bisa datang on time di kelas, nah gue
paling cepet 1,5 jam nyampe kampus.” Atau “Dia sih bisa sudah terjamin masuk
perusahaan G karena ayahnya manajer di sana, sementara saya hanya orang
sederhana yang keluarganya tidak punya koneksi dengan orang-orang terpandang di
perusahaan besar.”
Dengan
kata lain, kita justru lebih sering merendahkan diri kita dan menanamkan
afirmasi negative pada diri sendiri. Padahal, setiap orang yang kita anggap
lebih beruntung juga memiliki tekanan dan pencapaian atas hal yang dimilikinya
itu.
Contoh kecilnya adalah kalau jarak rumahmu ke kampus lebih dekat daripada
temanmu, maka seharusnya orang itu bisa lebih berprestasi dibanding dengan
temannya yang rumahnya jauh. Saat yang terjadi adalah sebaliknya, maka itu kan
menjadi tekanan baginya karena dia tidak bisa mencapai sesuatu yang lebih baik
dengan keberuntungan atau bonus yang dia milikinya itu.
Contoh
lain adalah saat memang sesorang memiliki koneksi dengan orang dalam, maka hal
lain yang harus dia capai adalah melakukan yang terbaik dalam pekerjaannya. Ini
menjadi tekanan tersendiri karena ini sebagai pembuktian dan supaya nggak
mengecewakan dengan orang yang tekoneksi dengannya di perusahaan iitu.
Nah
kan, setiap orang memiliki kondisi tersendiri atas suatu hal yang kadang kita
anggap keberuntungan buat dia. Setiap orang memiliki jobdesknya masing-msing yang tingkatannya berbeda antara satu orang
dan lainnya. Jadi, masihkah kita mencari alasan untuk memosisikan diri kita
sebagai peran yang terendah ? Masihkah kita perlu mencari excuse ?
Di
tengah himpitan tekanan tugas, kita sering sekali mengeluh, malas,
menunda-nunda, hingga akhirnya tidak terselesaikan dan menghadirkan berbagai
alasan. Kita selalu menghadirkan excuse
di tengah keberuntungan yang kita miliki.
Coba
deh telusuri berapa banyak orang di luar sana yang kehidupannya masih kurang
beruntung. Kita masih jauh lebih beruntung dibandingkan dengan seorang bocah 10
tahun yang harus berjualan bolpoin sepulang sekolah. Kita masih jauh lebih
beruntung dibandingkan dengan orang buta yang terus berjalan menjajakan kerupuk
Bangka. Kita masih lebih beruntung dibandingkan dengan orang yang tidak bisa
berlari dan mengejar mimpinya karena sakit parah yang diderita.
Teman,
kita masih lebih beruntung dibandingkan dengan mereka, lalu mengapa kita masih
mengahdirkan excuse dalam setiap
keberuntungan itu.
Honestly,
postingan ini mungkin sebagai bentuk self
motivation buat saya karena terkadang menghadirkan excuse atas keberuntungan yang saya miliki. Maka dari itu, semoga
dengan postingan ini saya bisa lebih baik dalam manajemen waktu sehingga bisa
menyelesaikan semua yang telah menjadi jobdesk
dan kewajiban saya. Semoga tulisan ini bisa jadi cermin buat saya kalau masih
hobi menunda-nunda melakukan sesuatu ataupun nggak fokus.
Okay,
setelah muter-muter semoga readers
mengerti maksud tulisan ini pada intinya adalah mari bersykur dan menghentikan
berbagai alasan.
Excuse, masihkah kita perlu ?
0 comments:
Post a Comment