Aku Renata. Usiaku 25 tahun. I’m
single, but unavailable
Ciiit
Suara pintu kamarku terbuka
dengan lambat. Kudapati Alyssa berdiri didekatnya dan ikut menghambur bersamaku
di kasur. Aku tak merubah posisi tengkurapku dan terus membaca koran.
“Kak Rena, aku mau
bicara serius nih,” ujar Alyssa lirih.
Dari nadanya yang disetel memelas sudah jelas ada udang di
balik batu.
“Yaudah, ngomong
aja,” balasku santai tanpa melepaskan pandangan ke koran di hadapanku.
“Kak Rena, mau
nikah berapa tahun lagi?”
Pertanyaan Alyssa
yang mengejutkan memaksaku mengubah posisi semulaku, menjadi duduk bersila
menghadapnya.
“Aku mau nikah,
Kak. Kalau aku duluan yang nikah, gimana? Kakak keberatan nggak? Kakak minta
pelangkah apa aja, aku kasih deh”
“Lyssa, kamu tuh
masih 21 tahun. Kuliah aja belum selesai, udah mau nikah. Mau nikah sama siapa
kamu? Anton?”
“Iya. Sama Anton.
Kuliahnya tetap lanjut, Kak”
Bukanlah hal yang mengejutkan jika pada akhirnya Alyssa akan menikah lebih
dulu dibanding aku. Tetapi di usianya yang masih begitu muda, aku tidak pernah
membayangkannya. Terlebih lagi, Ibu dengan semangat menyetujuinya dan Ayah
hanya bisa pasrah.
Dengan kebaya putih
yang membalut tubuh indah Alyssa, ia duduk bersanding di sebelah Anton. Rambut
coklat keriting Alyssa yang hanya menyentuh bahu tidak dikonde, tetapi ia tetap
terlihat cantik.
Ayah tak henti
mengusapkan saputangan menuju dua bola matanya yang terus berair. Aku tak bisa
menyiratkan kesedihan apa di balik mata Ayah. Haru bahagia karena harus melepas
putrinya mengarungi bahtera kehidupan yang baru atau justru merasa sedih karena
melepaskan putrinya dalam keadaan yang tidak diinginkan.
Ironis memang,
pernikahan ini digelar karena Alyssa ternyata telah hamil 3 bulan. Ibu dan Ayah
baru memberitahuku di pagi hari saat kami semua bersiap untuk make up.
Akad nikah yang ada
di hadapan mataku terasa seperti jual beli yang dilakukan Ayahku pada pria
pilihan Alyssa. Aku sengaja memilih berdiri di sudut ruangan dan akhirnya
memilih keluar. Mencari udara segar atau lebih tepatnya memberikan oksigen
kepada kedua bola mataku agar tidak menumpahkan air.
Sepasang tangan
merangkul bahuku “Gue yakin Re, lo akan segera menyusul Alyssa kok,” ucap
Sherly dengan senyuman hangatnya. Sedari tadi Sherly memang selalu berada di
dekatku. Seolah bodyguard yang siap
menggotongku jika pingsan. Sherly atau bahkan semua orang yang hadir mungkin
salah mengartikan kesedihan yang menghias wajahku.
Aku memilih
tersenyum kepada Sherly dan memberi pelukan terima kasih untuknya “I’m fine, Sher. Makasih ya” Sejurus
kemudian sebuah tubuh menumpuk ikut berpelukan bersama kami. “Derry !,” jerit aku dan Sherly hampir
bersamaan.
* * *
Aku Renata. Usiaku 27 tahun. I’m
single, but unavailable
Ayah menyendokkan
nasi di piring bersihku.
“Ayah, aku bisa
ambil sendiri kok,” rengekku untuk kesekian kalinya.
“Sekali-kali Ayah
mau melayani putri kesayangannya ini, selagi makan di rumah. Kamu kan jarang
makan di rumah” ujar Ayah santai sambil sesekali menepis tanganku pelan.
Sudah 2 tahun terakhir
ini, aku sibuk mengurusi bisnis Salon and Spa yang kudirikan bersama Sherly dan
Derry. Karena kesibukan itu juga yang memaksaku jarang makan di rumah. Keadaannya
menjadi berbeda karena Alyssa sudah tidak tinggal bersama kami. Ia ikut
suaminya yang sedang ditugaskan di Malaysia. Pantas saja jika Ayah dan Ibu
merasa kesepian.
“Di kamarmu kok
banyak majalah wedding, Re? Kamu udah mau nikah ya? Kok nggak ngasih tahu Ibu
sama Ayah?,” cerocos Ibu yang baru duduk di meja makan.
Mata Ayah
membelalak dan aku segera buka mulut “Sherly mau nikah. Aku disuruh
bantu-bantu, ya makanya banyak baca wedding
magazine,” jawabku sambil menyuapkan nasi ke mulut. Berharap semoga pembicaraan ini tidak
berlanjut.
“Wah kapan? Kamu
harus cepet nyusul tuh,” tanya Ibu bahagia.
“Empat bulan lagi,”
jawabku singkat.
“Kalau kamu kapan,
Re?”
Pertanyaan Ayah
hanya dijawab oleh sendok dan garpu yang beradu di piring. Menyiratkan aku
sibuk makan.
“Ayah hanya ingin
menikahkan semua putri Ayah sebelum Ayah dipanggil sama Allah, terutama putri
kesayangan Ayah”
* * *
Wangi pengharum toilet menyesaki hidungku. Aku
sengaja memlih berdiam diri di toilet selama proses akad nikah yang sedang berjalan. Aku tidak
sanggup melihat sahabatku, Sherly seolah diperjualbelikan dalam akad itu.
Setelah kurasa cukup bersembunyi, aku keluar dan benar saja akad nikah telah
usai.
Mataku menyapukan
ke seluruh penjuru mencari si pengantin wanita, Sherly. Tapi yang datng justru
Derry dengan semprotan kekesalannya.
“Astagaaaa Renata,
lo kemana aja sih? Sherly tuh nyari lo daritadi?”
“Oh. Sakit perut
gue, jadi nongkrong di toilet deh. Hehe,” jawabku bohong.
“Jahat lo ah sama
Sherly. Udah sana temui dia di ruang make
up”
Sherly langsung
menghamburkan dirinya ke pelukanku begitu mendapatiku di ruang make up.
“Kemana aja lo Re?
Gue hampir ngebatalin akadnya karena lo nggak ada tau”
“Lho kenapa pengen
dibatalin? Emang lo mau nikah sama gue? Anyway,
selamat ya cantik. Tapi tolong dong waktunya tetap diluangkan buat gue sama
Derry”
“Iya. Pasti kok ! Lo
sama Derry saling jaga ya. Nggak boleh berantem lho”
“Beres. Gue juga
nggak pernah berantem sama Derry selama ini”
* * *
Aku Renata. Usiaku 30 tahun. I’m
single, but unavailable
Hidup berkeluarga itu memang
bisa mengubah segalanya. Mengubah kebiasaan dan kecintaan kita pada hal-hal
sebelumnya, bisa tambah cinta, bisa juga berkurang. Enam bulan setelah
menyandang Nyonya Baroto, Sherly melepas semua tanggung jawabnya dalam bisnis
Salon and Spa yang kami—aku, Sherly dan Derry—dirikan bersama. Sebagai istri
yang baik, Sherly mengikuti suaminya yang dipindahtugaskan ke Amerika
Sementara, Alyssa
memilih untuk menetap di Singapura bersama keluarga kecilnya.
Aku sudah di
Jakarta dan menuju ke Rumah Sakit, Kak
SMS yang dikirim
Alyssa 30 menit lalu telah kubaca berkali-kali. Kamar di Rumah Sakit ini begitu
sepi. Setiap tarikan nafasku mungkin masih bisa terdengar. Aku terus
menggenggam tangan Ibu hingga akhirnya ibu membuka mata.
“Alyssa belum
datang?,” tanyanya lemas.
“Dalam perjalanan
ke Rumah Sakit, Bu,” jawabku sambil meraih baki berisi makanan Rumah Sakit.
“Ibu, makan dulu ya. Habis itu minum obat”
Aku membantu
menegakkan tubuh Ibu dan mulai menyuapinya.
“Ibu ingin melihat
kamu menikah sebelum Ibu dipanggil Allah,” ujar Ibu di sela kunyahan makanannya.
Matanya menerawang entah kemana. Tatapannya seolah kosong.
Pernikahan itu
sekali lagi belum menjadi target dalam hidupku. Lagipula, aku masih merasa
bahagia dengan hidup yang kujalani saat ini, meski tanpa Ayah dan Sherly. Kepergian
Ayah 2 tahun lalu menambah parah keinginanku untuk tidak menikah. Aku tidak mau
jika bukan Ayah yang menikahkan aku, tapi bagaimanapun juga kami telah berada
di alam yang berbeda.
Pintu kamar Rumah
Sakit terbuka dan Alyssa datang dengan mata basah. Tubuhnya langsung dijatuhkan
di sebelah Ibu dan memeluknya. Aku memilih keluar kamar dan membiarkan Alyssa
menyuapi Ibu.
“Sampe kapan lo
akan begini, Re?,” tanya Derry disusul dengan tegukan minuman soda kaleng di
genggamannya. Angin pantai memainkan rambut kami di senja yang mulai menyambut.
Aku memanfaatkan kedatangan Alyssa untuk dapat menemui Derry dan melepaskan
semua beban dan pikiran yang menjejali kepalaku. Derry memang telah
menggantikan peran utama Sherly selama 3 tahun terakhir ini.
“Setahu gue, banyak
cowok yang ngejar-ngejar lo. Tapi, lo nggak pernah kasih mereka respon. Kenapa
sih?,” tambah Derry.
Aku masih diam dan
terus menegak minuman kaleng milikku.
“Sherly pernah
bilang, katanya lo pernah patah hati sama senior? Apa itu penyebabnya lo belom
mau nikah sampai sekarang?”. Suara ombak mengisi kesunyian diantara kami. “Lo
nggak kasihan sama Nyokap lo?”
“Gue nggak mau
nikah untuk membahagiakan orang lain. Gue mau menikah untuk membahagiakan
diri
gue. Dan gue nggak mau asal comot aja, gimana kalau pilihan gue salah?
Pilihannya bahagia atau menderita. Gue cuma mau sekali menjalani pernikahan dan
dengan kebahagiaan setelahnya, bukan penderitaan”
Derry berdiri dan
membiarkan rambutnya semakin kencang diterpa angin sore.
“Selama ini gue
nunggu lo, Re. Selama 3 tahun ini, gue berharap lo bisa menemukan pasangan
hidup lo. Karena gue nggak mungkin selamanya ada di saat lo butuh. Sama kaya
Sherly yang perlahan udah nggak ada buat kita dan lebih memilih suaminya. Dua
bulan lagi gue mau married, Re. ‘Kawaii’ buat lo aja”
Derry melenggang
pergi meninggalkan aku dan ombak yang terus menggulung, juga tanggung jawab
besar mengurus Kawaii Salon and Spa. Apa salahnya memilih sendiri? Bukankah di
liang kubur nanti, kita juga akan sendiri, bisikku dalam hati.
* * *
“Kak Rena, aku
sudah sampe di Bandung. Kakak kapan ke Bandung? Tahun ini, tolong datang ya
kak. Sudah 5 tahun lho, Kak Rena nggak ke makam Ayah dan Ibu,” ingat Alyssa
lewat telpon.
Ibu meninggal
seminggu setelah dirawat di Rumah Sakit karena jantung. Sementara Ayah telah
mendahului menghadapNya 2 tahun lebih awal. Sherly masih di Amerika bersama
suami dan keluarga kecilnya. Kadang-kadang, ia menyempatkan pulang ke Indonesia
untuk melepas rindu denganku dan Derry. Sementara Derry menjalankan bisnis
property bersama istrinya. Aku masih mengurusi Kawaii Salon and Spa yang
melebarkan sayapnya di berbagai daerah dan merambah ke bidang clothing.
Alyssa masih
menetap di Singapura, tetapi tidak lupa untuk mengunjungi makam Ayah dan Ibu di
Bandung. Tidak pernah lelah dan lupa untuk mengajakku ikut serta. Sebenarnya
bukan 5 tahun tidak mengunjungi makam Ayah dan Ibu. Aku hanya memilih
mengunjunginya sendiri, tanpa Alyssa.
Angin pantai
memainkan rambutku. Kali ini hanya rambutku sebagi objeknya, tidak ada lagi
Sherly ataupun Derry. Semua kesedihan, penat dan beban yang mengganjal kulepas
sendirian di pantai. Melihat orang berlalu lalang sambil tertawa terkadang
mengobati kesepianku. Tapi, bisa juga menambah luka hatiku.
Aku menyeret kakiku
untuk meninggalkan pantai, tetapi mataku menangkap sosok yang kukenal. “Kak
Andris?,” ujarku lirih. Sosok bersahaja itu tidak berubah. Senyumnya masih sama
dan terlihat makin melebar karena bahagia. Tangan kirinya menggenggam erat
wanita di sampingnya, Ditta. Sementara tangan kanannya dengan kokoh menggendong
seorang balita.
Apa
salahnya memilih sendiri? Bukankah di liang kubur nanti, kita juga akan
sendiri? Yang salah, jika kita memilih untuk sendiri tetapi kemudian
menyesalinya, bisikku dalam hati dan senyum yang kuulum untukku sendiri.
Aku Renata. Usiaku 35 tahun. I’m
single, but unavailable
End
27 Juli 2012
2 comments:
woah, keren banget jalan ceritanya thor.!!
tapi gantung.! kirain bakalan jadi sama derry haha
btw, jadi makin nge-fans nih sama author haha
Hoahaahaha sengaja. Nggak selamanya sahabat jadi pacar jodoh dsb. Sahabat ya sahabat. Kaya dery sama renata hahai
Aduhhh telimi kisyiih. Jadi tersapu eh tersipu hoho
Post a Comment