August 7, 2013

Have a Safe Flight #1



Have A Safe Flight
Oleh :
Fitria Wardani


            Jilatan api memang sudah tak lagi memakan tubuh pesawat, tetapi hawa panas yang tersisa masih terus menyelimuti setiap orang yang melintas di sekitarnya. Puing-puing pesawat berserakan di tanah dan suara rintihan minta tolong terdengar begitu menyakitkan. Tera tidak mengerti mengapa ia bisa berada di tengah pemandangan yang mirip dengan kecelakaan pesawat di film War of the World itu.
            Tera terus berjalan menembus hawa panas yang tercipta serta tubuh – tubuh manusia yang tergeletak. Tera sendiri tidak mengerti akan kemana dan untuk apa ia terus berjalan. Juga mengapa ia bersih tanpa setitikpun luka di tengah bencana itu.
            Langkah Tera terhenti di dekat seorang pria seusianya yang terbaring lemah. Dari pelipisnya, mengalir darah. Sementara, bagian wajah lainnya kehitaman sisa asap yang menempel. Meski begitu, Tera tahu betul siapa pria itu.
            “Anrio,” jerit Tera lirih sambil meletakkan kepala Anrio di pangkuannya.
            Mata Anrio terpejam rapat. Tak pernah terbuka meski Tera terus memanggilnya.
* * *
            Tera meneguk gelasnya dengan sangat rakus, seolah baru menyelesaikan lari marathon sejauh 1 km. Piyama Doraemonnya masih melekat kusut di tubuhnya. Sama halnya dengan mimpinya semalam yang masih melekat hangat dalam pikirannya.
            Tera menghampiri kalender gantungnya yang melekat di dinding. Menatap lekat dengan mata berkaca – kaca. Tertera tanggal 28 yang dilingkari dengan spidol merah bertuliskan ‘Gone’. Tera hanya bisa menghela nafas panjang diiringi lagu When You’re Gone yang keluar melalui radio kecil di sudut kamarnya.
            Tera masih termenung, memutar ulang mimpinya. Tidak tahu harus berbuat apa. Hatinya seakan ingin menangis, namun tak bisa tumpah begitu saja. Ada sesak yang selalu mengganjal di setiap  mimpi buruk yang terjadi
            “108.8 HeartFm. That was Avril Lavigne with When You’re Gone. Sorry nih, kalau pagi – pagi begini udah memutarkan lagu yang membuat kalian tersedu-sedu. But, anyway 10 menit lagi, akan dibuka ‘Say Five Words’. Jadi, buat kalian yang pagi ini ingin say something untuk someone spesial, ayo buruan telpon. But remember, you just say five words
            Suara penyiar di HeartFm masih bernyanyi dengan nomor telepon yang dapat dihubungi. Tetapi Tera, dengan sangat sigap meraih ponselnya dan menekan panggil pada ‘HeartFm’ di daftar kontak ponselnya. Tera sudah memiliki nomor kontaknya karena tak pernah absent mendengarkan HeartFm, radio kesayangannya.
* * *
            Suara indah Adam Levine baru saja menyudahi lagu Payphone di HeartFm. Hati Anrio terasa dipukul oleh potongan lirik ‘where have the times gone, baby its all wrong where are the plans we made for two’. Terlalu banyak rencana yang ia dan Tera buat sebelum mereka bertemu. Tetapi, tidak ada satupun yang terwujud, bahkan bertemupun tidak. Waktu selama 30 hari berada di daratan yang sama—dengan Tera—terbuang begitu saja dengan cepat.
            “Okay, seperti yang telah Onya janjikan sebelumnya. Sekarang kita akan menggelar ‘Say Five Words’. Dan peserta pertama kita sudah menunggu sejak tadi di ujung sana. Siapakah dia ?”
            Suara penyiar di HeartFm berkumandang terus mengisi kesunyian di mobil. Hanya ada Anrio dan Ayahnya dalam diam menuju Bandara Soekarno-Hatta. Entah bagaimana ceritanya, Anrio menjadi suka mendengarkan radio. Terlebih lagi, karena tidak dapat bertemu dengan Tera, ia menjadi semakin gencar mendengar HeartFm. Setidaknya, ia merasa berada di dekat Tera jika sedang  mendegar HeartFm—radio kesayangan Tera. Anrio merasa, ia dan Tera terhubung melalui lagu yang diputarkan HeartFm setiap waktu, karena mereka sama-sama mendengar hal yang sama.
            “Halo. Siapa disana?,” tanya Onya, Si Penyiar itu.
            “Tera,” ujar lirih suara di seberang sana.
            Anrio terkejut mendengar suara itu. Apakah itu Tera nya ? pikir Anrio dalam hati.
            “Tera? Wauww nama yang unik. Okay, Say Five Words nya untuk siapa nih?”
            “Untuk…untuk….untuk….Anrio”
            Anrio nyaris tersedak mendengar namanya disebut. Tapi, benarkah Anrio dirinya yang dimaksud dengan Tera? Setelah dapat bernafas, Anrio semakin gelagapan karena Ayahnya angkat bicara.
            “Buat kamu tuh Yo ,” ujar Ayah Anrio dengan tatapan fokus ke depan.
            “Bukan ah, Pa. yang namanya Anrio kan bukan hanya aku,”
            Anrio tidak menghiraukan lagi HeartFm. Ia dengan cepat menyumpalkan headset ke kedua lubang telinganya. Seolah tidak ingin ketinggalan mendengar suara melalui headsetnya itu. 



to be continued




2 comments:

Unknown said...

selalu deh fiction yang ditulis author ini emang bikin penasaran..!
next chapter jangan lama2 ye thorr.!!

ps: jadi anrio kaga jadi--end--? hfft -o-

Fitria Wardani said...

anrio end itu dalam mimpinya tera, sel

© My Words My World 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis