January 29, 2012

I'm Jealous, Boy !


Bibir mereka terus bertemu. Semakin erat dan terbawa nafsu. sepasang kekasih itu terus menikmati sentuhan bibir satu sama lain di tengah keramaian pesta tahun baru. Di tengah hiruk pikuk orang-orang yang memang meminta mereka melakukan hal menjijikan itu di depan umum. Zara dan Nico seperti dimabuk akan cinta, seperti ungkapan murah ‘dunia milik mereka berdua’ telah merantai mereka.

Mataku perih. Tak dapat lagi kusaksikan kekasihku menempelkan bibirnya ke orang lain yang tak dicintainya, yang hanya dijadikan tameng untuk hubungan kami. Aku tak mungkin meneteskan air mata sat ini, di depan kerumunan orang yang tertawa puas melihat adegan menjijikkan itu. Sesekali aku menundukkan wajahku, memilih untuk memandangi renda-renda cantik yang menghias taplak meja atau rangkaian bunga plastik yang indah serta api yang perlahan menggerogoti tubuh lilin dalam gelas mungil.

Lalu sesekali aku mengangkat kepalaku, melihat Nico tak sedikitpun melepaskan bibirnya dari bibir milik Zara. Kutundukkan kembali kepalaku dan kulirik arloji manis pemberian Nico 2 hari yang lalu sebagai hadiah ulang tahunku.

Usai. Sudah 60 detik berlalu, waktu yang diminta sebagai tantangan adegan menjijikkan itu. Kulirik lagi detik yang berjalan dalam arlojiku. Ya, aku yakin sudah 60 detik yang dijanjikan itu telah berlalu dan kini terlewat hingga 15 detik. Aku melemparkan pandanganku ke orang-orang sekitar. Mereka sungguh menikmati apa yang saat ini menjadi tontonan mereka. nampaknya tidak ada satupun orang yang sadar kalau waktu yang dijanjikan sebagai tantangan itu telah berakhir.

Kuarahkan mataku pada objek yang menjadi sumber perhatian orang banyak dalam pesta kecil itu. Dua orang bodoh itu, yang salah satunya kekasihku belum juga melepaskan bibir mereka satu sama lain. Aku ingin berteriak, meminta mereka menyudahi adegan yang menyayat hatiku, tetapi nampaknya mereka telah tenggelam dalam sebuah nafsu setan.

Aku beranjak pergi dari keramaian pesta itu, mengajak segenap perasaanku yang tersakiti dan tubuhku yang terasa lemas tak berdaya. Tak ada yang bertanya kemana aku ingin pergi, tak ada juga yang peduli. Padahal aku juga kekasih Nico. Tetapi tidak ada satupun orang yang tahu. Karena akan menjadi gempar jika banyak yang tahu.

Toilet menjadi tempat persembunyian diriku, tetapi bukan tempat persembunyian bagi perasaanku. Aku menumpahkan semua perasaanku. Aku menangis sekeras-kerasnya di depan sebuah kaca besar yang memantulkan bayanganku. Mataku merah dan pipiku basah..tak ada maskara yang luntur atau lipstick yang pudar karena aku memang tidak menggunakannya.

Dilihat dari sisi manapun, Zara memang lebih pantas menjadi kekasih Nico. Dia wanita yang cantik, memiliki otak brilliant dan kaya. Yang menjadi nilai tambah lagi, dia begitu ramah dan rendah hati. Kekayaannya tidak menjadikannya angkuh. Hal itulah yang membuatku sulit untuk membenci Zara.

Suara pintu toilet yang dibuka menyadarkan lamunanku. Segera kusapu air mataku dengan punggung tanganku. Jangan sampai ada orang yang melihatku berteman air mata di toilet ini karena mereka pasti akan memandangku aneh.

Lewat cermin yang tadinya memantulkan bayanganku, kini kulihat juga memunculkan bayangan orang lain. Orang yang kukenal. Bayangan Nico.

“Aku cari kamu kemana-mana, tahunya ada di toilet. Kalau mau ke toilet, seenggaknya kamu titip pesan dong ke temen-temen kalau mau ke toilet, jadi aku nggak pusing nyariin kamu kemana-mana”, ujar Nico dengan seulas senyum bahagia karena telah menemukanku.

“Iya, maaf”, jawabku singkat dengan suara bergetar dan terus membelakanginya.

Tangan Nico meraih bahuku dan memutar badanku untuk berbalik ke arahnya. Nico menghadapkan wajahnya tepat di depan wajahku. Mata bulatnya yang coklat menatap lurus kedua mataku.

“Kamu habis nangis ?”, tanyanya

Aku tak menjawab.

“Kenapa ?”

Aku masih diam dan memilih untuk tidak menatap mata Nico.

“Kamu cemburu ?”

Aku masih diam tapi hatiku panas dan benci dengan setiap pertanyaan yang keluar dari mulut Nico. Semua itu pertanyaan bodoh bagiku.

“Sayang, aku nggak ngerti kalau kamu terus begini. Setiap aku tanya, kamu cuma diam. Kamukan punya mulut, jawab dong !”, ungkap Nico kesal.

Aku mengangkat wajahku yang dari tadi tertunduk ke lantai di toilet

“Ya, aku cemburu. Aku punya perasaan, Nic. Siapa sih yang nggak sakit hatinya ngeliat bibir pacarnya nempel sama bibir cewek lain ”, ungkapku setengah berteriak.

“Sayang, itukan cuma tantangan dari temen-temen. Buat have fun aja. Biar suasana pesta tahun baru ini makin ramai”

“Ya tapikan tantangan itu banyak, kenapa harus kissing di depan umum yang dipilih?”

“Sayang, itu tantangan dari temen-temen. Sometimes challenge is crazy you know. Come on, sweetheart, jangan ngambek lagi dong”, rayu Nico

“Kamu bisa bilang nggak, kalau kamu mau. Tapi kamu emang maukan nyobain bibirnya Zara?”, ucapku pedas

“Yaudah. Aku tahu kamu cuma envy”, jawab Nico singkat.

Tak berapa lama, Nico mengejutkanku dengan menempelkan bibirnya di atas bibirku. Tangannya mendekap pinggangku dan merapatkan tubuhku ke arahnya. Seketika aku menolak dan memaksa melepaskan tubuhku dari dekapannya.

“Kamu kenapa sih ?”, tanya Nico dengan nada kesal dan tatapannya yang tajam.

“Bibir kamu bekas wanita itu. Aku nggak mau”, jawabku ketus.

Nico hanya mengusap bibirnya perlahan dan diam. Hening. Tak ada yang bicara di antara kami.

“Kita putus aja deh Nic. Aku nggak bisa terus-terusan jadi kekasih gelap kamu.”, ucapku membelah keheningan yang tercipta di toilet.

“Kenapa? Cuma gara-gara bibir aku nempel sama Zara ? Itu Cuma game, sweetheart supaya nggak ada yang curiga siapa aku sebenarnya. Kamu tahu itu. Dan kamu juga tahukan kalau hati aku cuma milik kamu”

“Tapi aku lihat, kamu beneran sukakan sama Zara ? mata kamu nggak bisa boong, Nic”

“Itu cuma perasan kamu yang terbakar cemburu, sayang. Kamu jadi negative thingking. Untuk mencairkan suasana gimana kalau kita jalan-jalan di pantai ?”

Aku hanya menunduk pasrah sambil melempar senyum khasku tapi Nico selalu tahu maksud dari semua itu. Nico langsung merangkul bahuku dan bergegas meninggalkan toilet hingga saat pintu toilet pria itu terbuka, Zara telah berdiri manis di sana.

“Lama banget sih di toiletnya Nic ? aku udah 15 menit nunggu kamu di depan toilet kali”, ujar Zara lembut khas wanita

Hening. Kami masih kaget akan keberadaan Zara yang tiba-tiba.

“Terus kok kamu ngerangkul Tian sih ?”, tanya Zara lagi yang sontak membuat aku dan Nico melepaskan rangkulan kami.

“Eh nggak ini tadikan cuma rangkulan sahabat aja, beib. Iyakan Ian ?”,

“Iya, Ra. lo jangan neting dong”, tambahku.

“Abis lo sahabatnya Nico tapi udah kaya pacar ke-2nya sih. Kemana-mana bareng. Bikin envy. Gue aja yang ceweknya masih sering dicuekin sama Nico”, gerutu Zara.

Nico langsung menggamit tangan mungil Zara

“Yaudah mulai sekarang aku nggak cuekin deh. Aku akan selalu ada di samping kamu”

Ucapan Nico begitu menyakitkan untukku. Aku tahu sampai kapanpun aku hanya kan menjadi kekasih gelapnya. Pasangan gaynya.

Nico merangkul Zara dan mengajaknya berjalan-jalan di pantai. Tangan kirinya menggenggam tanganku tanpa sepengetahuan Zara.. Kami bertiga menyusuri pantai di tengah malam tahun baru ini.

4 comments:

Chandra R. said...

hahaha keren fit,, kirain gue yang jadi point of viewnya cewek hahaha :)

Fitria Wardani said...

Makasih chan. Akhirnya bisa mengelabui yang baca.

Chandra R. said...

ini yang bikin lo fit??
bagus loh, mendingan lo nulis cerpen aja fit daripada diary...
hanya saran loh ya hahaha :p

Fitria Wardani said...

iya chan, gue yang buat. yaudah menggalau ria dulu ahh mau nulis diary atau cerpen aja. haha
makasih chan sarannya

© My Words My World 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis