Saya berada di dalam kelompok 13 bersama 13 orang lain dari fakultas
berbeda dan belum kenal. Mereka adalah Nanda, Rida, Bobby dari FISIP (Fakultas
Ilmu Sosial Politik), Shinta, Tami, Dadan dan Dessy dari FSH (Fakultas Syariah
dan Hukum). Ada juga Inu dan Nji dari FAH (Fakultas Adab dan Humaniora), Fadhli
dari FIDKOM (Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi), Abdu dari FST (Fakultas
Sains dan Teknologi), Isti dan Ina dari FEB (Fakultas Ekonomi dan Bisnis). Dan
tentu saja teman sejurusan saya, yaitu Sella dan Oji dari FEB.
Postingan saya kali ini akan menceritakan bagaimana kami ber16 tinggal
bersama selama hampir 30 hari. Kami nggak sepenuhnya mengenal satu sama lain
kecuali yang emang satu jurusan. Kenapa bisa terbentuk jadi satu kelompok
bareng ? Awalnya Tami ngajak barengan kelompok KKN, kebetulan kami teman SMA
meski gak pernah sekelas dan gak kenal banget juga. Nah saya ngajak
teman dari jurusan. Tami ngajak teman dari fakultas lain yang temannya itu
ngajak teman di fakultasnya. Yaah you
knowlah what I mean. Jadi kita semacam MLM horizontal gitu maybe.
Rumah tinggal kami sebenarnya cukup nyaman. Sangat nyaman bahkan. Kamar
mandi ada 2, toilet jongkok dan duduk. Ada TV LCD dan kasur springbed. Rumahnya
juga 2 lantai, meski lantai bawahnya adalah garasi yang disulap menjadi dapur.
Tapi itu semua tidak ada artinya kalau air dan listrik tidak ada. Dan itu adalah
tempat tinggal kaum hawa yang jumlahnya ada 8 orang.
Sementara tepat di sebelahnya ada rumah mungil yang sangat gelap dan
lembap dengan kamar mandi yang pintunya sulit dibuka dari dalam, dengan WC yang
PHP kalau digunakan untuk BAB dan hanya memiliki 1 kamar. Itulah tempat tinggal
Geng Ayam yang jumlahnya juga 8. Kontras memang. Julukannya menjadi seperti
kehidupan bawang merah dan bawang putih. (Ya
you knowlah siapa yang jadi bawang merah dan bawang putih). Jadi kenapa tim
cowok disebut geng ayam ? ini ada sejarahnya dan cerita ayam bu kades
setelahnya.
Ayam itu menjadi sebuah makanan yang wauww banget selama kita KKN di
Desa. Sebut saja makanan mewah karena jadwal makannya hanya seminggu sekali. Di
hari yang entah keberapa kami makan ayam untuk pertama kalinya di desa. Kami
makan bersama sama di kertas nasi yang digelar memanjang untuk ber 16. Anak cowok
merasa nggak adil dengan pembagian ayamnya, dimana kata mereka, anak cewek
dapet 4 potong sementara anak cowok hanya dapat 2 potong. Alhasil di tengah
waktu makan, ayam mereka sudah habis dan seolah hanya merasakan ilusi makan
ayam, karena ayamnya sudah hilang dalam sekejap.
Saya juga kurang tau bagaimana proses pembagian ayam yang katanya nggak
adil itu. Tapi mungkin si anak cowok itu terlau perasa. Mungkin mereka semua
berzodiak Leo. Mulai dari situlah kita semua agak sensitive kalau sudah bicara
soal ayam dan muncullah sebutan geng ayam.
Geng Ayam yang sedang menanti potongan ayam crispy jatuh dari langit di depan rumah mungil mereka |
Karena ayam menjadi sengketa yang dapat memicu perpecahan maka suatu hari
kami dikirimkan ayam yang sudah dibumbui dan siap goreng oleh ibunya Dessy.
Ayam itu rencananya akan digoreng besok dan karena kita nggak punya lemari
pendingin, kita minta tolong Nji untuk menitipkan ayam itu di kulkasnya Bu
Kades. Kebetulan juga Nji sering bolak balik ke rumah bu kades untuk
membicarakan pembangunan tempat wudhu jadi kayanya lebih enak dia yang naro.
Keesokkan harinya, orang seisi rumah sudah bersuka cita karena akan makan
ayam. Dessy yang mau masak juga sudah berpakaian rapi untuk menjemput ayam yang
dititipkan di kulkasnya Bu Kades. Tapi sebelum itu, Dessy sempat bertanya ke
Nji untuk memastikan kembali apakah ayamnya sudah dititipkan. Karena kalau
ternyata udah ngubek ngubek kulkas
mencari ayam eh ternyata si ayam masih nangkring di rumah anak
cowok tentu saja Dessy yang malu sendirian. Bukan kita.
Usut punya usut Nji tidak menitipkan ayam itu ke kulkasnya Bu Kades.
Ayamnya juga nggak ada di rumah anak cowok. Ada salah komunikasi antara anak
cewek dan anak cowok. Ayam itu mereka berikan kepada Bu Kades. Iya diberikan
secara Cuma-Cuma. Gratis ke Bu Kades dan keluarganya. Bukan dititipkan lho,
jadi kita nggak mungkin bisa ambil. Yang kita bisa Cuma melepaskan mimpi makan
ayam hari itu dan beberapa hari ke depan.
Cerita ayam bu kades itu terungkap saat saya sedang tidur dan saat
mendengar kronologisnya yang demikian, ada banyak perasaan. Entah lucu atau
juga miris karena saat itu ayam seolah barang mewah yang menjadi primadona kita
semua. Atau juga sedih. Tapi ya apalah mau dikata. Kalau tidak ada cerita soal
ayam itu pastilah tidak ada sebutan geng ayam. Tidak ada yang semakin
menjadikan kita erat dan satu. Tapi geng ayam hebat lho. Meski mereka nggak makan ayam tapi mereka bisa menang
lomba tarik tambang melawan bapak bapak saat lomba 17an.
Makasih juga geng ayam yang tiap pagi dan tiap malam selalu setia
memancing sumber kehidupan (baca : AIR).
Geng Ayam yang ikutan panjat pinang |
Terima kasih atas waktunya. Sampai bertemu di cerita KKN lainnya
6 September 2014
0 comments:
Post a Comment