June 26, 2013

Cerdas Cermat Competition




Benarkah tanpa niat  yang  besar, kita justru memperoleh sesuatu yang lebih besar dari niat itu sendiri?

Lalu, orang yang memperoleh hal tersebut menyimpulkannya sebagai sebuah kebetulan atau keberuntungan semata. Tapi, saya pribadi tidak setuju dengan sebuah ungkapan kebetulan. Di dunia tidak ada yang kebetulan, bagi saya semua yang terjadi di dunia ini sudah digariskan atau ditetapkan olehNya sejak awal.

Bicara soal niat, beberapa waktu lalu, saya dan teman-teman mengikuti Cerdas Cermat Competition yang diadakan oleh fakultas dalam rangka milad ke-11. Awalnya, kami cuma saling tunjuk sana sini sambil malu-malu untuk memilih siapa yang jadi perwakilan kelas untuk ikut  lomba tersebut. Tetapi, saat mengetahui kalau sistem seleksi awalnya serupa dengan game “Ranking 1”, berbondong-bondong kami semua mendaftar. Alhasil, di sesi kedua itu mayoritas dipenuhi oleh saya dan teman-teman KECE.

Meski, sistemnya seperti Ranking 1, tapi peserta dibagi tim. Setiap tim terdiri dari 2 orang, saya bersama Bonita. Setelah registrasi ulang, honestly saya kebingungan karena yang dapat setumpuk kertas—untuk menjawab—hanya Bonita. Sementara saya nggak dan masih berdiri di depan meja regis untuk beberapa detik. Lalu, menggeser diri sendiri dan sadar kalau kertas itu untuk kami berdua.

Kami hanya butuh menjawab 3 pertanyaan yang sebenarnya simple tapi butuh kerja keras untuk mengingat kembali di draft pikiran masing-masing. Contoh : Negara apa yang pertama kali menjajah Indonesia ? Dari daerah mana lagu poco-poco berasal ? dari pertanyaan yang kelihataannya sederhana itu, banyak lho keluar jawaban ngawur yang sumbernya dari kebingungan. contohnya ada yang menjawab Belanda, Jepang, Inggris untuk Negara yang pertama kali menjajah Indonesia. Lalu, sebagian besar peserta menjawab Sulawesi Utara sebagai daerah yang mengenalkan lagu Poco-Poco. Untuk pertanyaan yang terakhir ini, saya hampir saja ikut menjawab Sulawesi Utara. Tetapi, Bonita sempat berujar Maluku dan di sanalah tanpa ada konflik tim diantara kami, saya menuliskan Maluku pada kertas jawaban.

Proses Penyisihan ala Ranking 1


Allhamdulillah jawaban itu mengantarkan kami masuk ke Babak Final bersama tim Manajemen. Di babak final, kami harus melawan 3 tim lain (2 dari Akuntansi dan 1 dari Manajemen). Setelah melewati Pertanyaan Wajib, kami melaju ke The Real Cerdas Cermat (soalnya udah mencet-mencet bel) bersama 1 tim Akuntansi dan 1 tim Manajemen. (FYI : 1 tim akuntansi gugur di babak pertanyaan wajib).

Di pertanyaan rebutan tanpa pengurangan nilai ini, gregetnya dapet banget karena rebutan menjawab yang ditentukan lewat bel. Nah masalahnya, tim kami agak telat mencet bel dan kurang lama menekan bel (maklum, wanita perlu kelembutan. Sementara dua tim lain full cowok)

Pertanyaan yang diujikan seputar keislaman, keindonesiaan, fakultas, dan ekonomi. Di tengah pertanyaan rebutan dnegan pengurangan nilai, tim manajemen terpaksa didiskualifikasi karena supporternya ketauan memberikan jawaban. Alhasil melajulah kami (2 Tim Akuntansi smt 4 yang temenan tapi beda kelas) untuk merebutkan…apa ya. Saat itu saya tidak tahu apa hadiahnya. Dengan kata lain, saya juga tidak tahu apa yang ingin saya raih. Hanya kemenangan juara 1, benarkah itu ?

Setelah melewati berbagai pertanyaan yang sungguh menguras memori 2 tahun ke belakang, gelombang teriakan supporter KECE yang fenomenal, pengurangan nilai yang menghadirkan pressure tersendiri, panas dingin karena malu juga, finally kami keluar dengan skor 4000. Sementara tim lawan 1750.

Tetapi, permainan belum sleesai, readers. Kami harus mempertaruhkan minimal skor kami untuk sebuah pertanyaan penentu kemenangan. Tim kami mempertaruhkan 2000, sementara tim lawan dengan hebatnya mempertaruhkan skor mereka seluruhnya.

Pertanyaan penentu itu dilengkapi dengan intermezzo yang panjang dan rumit hingga menghadirkan bias pada pertanyaan. Tapi, saya membisikkan jawaban pada Bonita sesuai yang saya tangkap. Meski di sana sempat ada miss diantara kami (karena Bonita mengira ‘Siapa Pengganti Dirut Bank Mandiri?’ sementara saya mengira ‘Siapa Pengganti Menteri Keuangan?’) Jawaban tim kami dan tim lawan sama-sama benar, tapi tim kamilah yang allhamdulillah keluar sebagai Juara dengan skor 6000. Overall, saya tahu anak akuntansi itu hebat-hebat. Selamat untuk kalian juga, Lutfi dan Abrar.

Saya dan Bonita bersama Piala Bergilir
Pesan yang mau saya sampaikan dalam postingan ini adalah niat kami. Niat kami yang tidak pernah sampai ingin masuk ke Final ataupun membawa pulang Piala Bergilir Dekan (Jadi, ternyata hadiahnya piala bergilir, sertifikat dan uang tunai).

Piala Bergilir Dekan
“Iseng aja mau ikutan.” Itu yang mungkin keluar dari mulut Bonita, tapi kalau saya bukan iseng. Haya ingin mencoba ikut meramaikan suasana Milad FEB dan ingin bermain ala Ranking 1 yang seru. Sebenarnya ada pergolakan batin, antara malu, takut nggak bisa jawab, takut paling aneh. Tetapi, entaah ya semua mengalir begitu saja saat kami melewati permainan tersebut.

Dan harus saya katakan, kalau Bonita adalah team mate yang super sekali buat saya. Yang namanya tim, nggak mungkin banget nggak ada persaingan ego membenarkan jawaban masing-masing. Tetapi, bersama Bonita saya merasa ada kepercayaan tersendiri yang membuat saya mengalah akan ego, juga ada ketenangan dan penerimaan tanpa penyesalan. (maaf kalau berlebihan, saya masih pada jalur aman kok hehe)

Contoh nih, saat pertanyaan Negara yang pertama menjajah. Saya refleks menuliskan ‘Portugis’ lalu ragu ketika jawaban sudah terngkat di atas. Tetapi, di situ—meski dengan tekanan—Bonita bilang “Tapi, jawaban aku juga Portugis. Kalau jawaban kamu apa emang?”.

Lalu, di pertanyaan lagu Poco-Poco, otak saya seperti mendengungkan jawaban Sulawesi Utara. Sudah sempat menulis ‘S’ juga, tetapi Bonita berbisik dan bilang Maluku. Lalu seketika, tangan saya menuliskan Maluku. Buat saya, itu pergolakan yang sangat hebat. Karena kalau saya lebih menekan pada ego, bisa saja saya memperjuangkan jawaban Sulawesi Utara saya pada Bonita. Tetapi, entah kenapa saya seakan mengalah dan langsung percaya pada Bonita.

Lalu, ada lagi saat pertanyaan wajib lainnya yaitu pasar dengan satu pembeli. Awalnya Bonita sempat berbisik ‘pasar persaingan tidak sempurna’, tetapi saya mencoba menengahi ‘bukannya monopsoni ya bon?’ . lalu tanpa perdebatan, tetapi didasarkan kepercayaan (mungkin) kami menjawab monopsoni dan benar.

Tapi, tidak semuanya berbuah manis. Ada jawaban keraguan kami yang hanya berani kami dengungkan berdua, padahal jawaban tersebut benar. tetapi, kami tidak menyalahkan satu sama lain karena tidak menjawab, tetapi hanya saling berbagai kekecewaan. Kami juga tidak menyalahkan saat jawaban kami salah dan poinnya terpaksa dikurangi. At least, kita sudah mencoba menjawab.” Itu kata Bonita

Overall, rasanya ini semua bukan soal niat, tetapi ketulusan kita menjalani. Itu yang saya simpulkan sendiri. Bagaimana ketulusan rakyat-rakyat KECE berdiri dan bersorak saat tim kami menambah poin, bagaimana ketulusan mereka meneriaki nama kami, atau menyampaikan dukungan via sms  dan twitter sampe bikin hashtag #fitlovebon (yang ini teman saya emang imajinasi tinggi, berasa kompetisi besar haha but anyway thank youuu guys). Bagaimana emosi mereka keluar untuk membela kami yang sempat dikira diberitahu jawaban, bagaimana mereka rela meninggalkan kelas demi melihat kami. Haha so thankieeees, KECE-ers

Ini dia rakyat Kece yang rela mendukung dengan volume super bass
Yang special juga nih, buat Ibu Manajer Sella yang rela pulang larut karena ikut khataman Quran dan penyerahan hadiah. Terima kasih telah setia menjadi manajer super sekaligus tim dokumentasi. Kecup buat kalian semua KECE-ers pokoknya.

Proses Penyerahan Hadiah yang diabadikan Ibu Manajer
Tahun depan, pertahankan lagi ya piala bergilir untuk KECE. Kalau bisa yang masuk grand final KECE semua. Aamiin.

Bonita, Saya, Sella, Andien, Elfi setelah penyerahan hadiah

0 comments:

© My Words My World 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis