Benarkah tanpa
niat yang besar, kita justru memperoleh sesuatu yang
lebih besar dari niat itu sendiri?
Lalu, orang
yang memperoleh hal tersebut menyimpulkannya sebagai sebuah kebetulan atau
keberuntungan semata. Tapi, saya pribadi tidak setuju dengan sebuah ungkapan
kebetulan. Di dunia tidak ada yang kebetulan, bagi saya semua yang terjadi di
dunia ini sudah digariskan atau ditetapkan olehNya sejak awal.
Bicara soal
niat, beberapa waktu lalu, saya dan teman-teman mengikuti Cerdas Cermat
Competition yang diadakan oleh fakultas dalam rangka milad ke-11. Awalnya, kami
cuma saling tunjuk sana sini sambil malu-malu untuk memilih siapa yang jadi
perwakilan kelas untuk ikut lomba
tersebut. Tetapi, saat mengetahui kalau sistem seleksi awalnya serupa dengan
game “Ranking 1”, berbondong-bondong kami semua mendaftar. Alhasil, di sesi
kedua itu mayoritas dipenuhi oleh saya dan teman-teman KECE.
Meski,
sistemnya seperti Ranking 1, tapi peserta dibagi tim. Setiap tim terdiri dari 2
orang, saya bersama Bonita. Setelah registrasi ulang, honestly saya kebingungan karena yang dapat setumpuk kertas—untuk
menjawab—hanya Bonita. Sementara saya nggak dan masih berdiri di depan meja
regis untuk beberapa detik. Lalu, menggeser diri sendiri dan sadar kalau kertas
itu untuk kami berdua.
Kami hanya
butuh menjawab 3 pertanyaan yang sebenarnya simple tapi butuh kerja keras untuk
mengingat kembali di draft pikiran
masing-masing. Contoh : Negara apa yang pertama kali menjajah Indonesia ? Dari
daerah mana lagu poco-poco berasal ? dari pertanyaan yang kelihataannya
sederhana itu, banyak lho keluar jawaban ngawur yang sumbernya dari
kebingungan. contohnya ada yang menjawab Belanda, Jepang, Inggris untuk Negara
yang pertama kali menjajah Indonesia. Lalu, sebagian besar peserta menjawab Sulawesi
Utara sebagai daerah yang mengenalkan lagu Poco-Poco. Untuk pertanyaan yang
terakhir ini, saya hampir saja ikut menjawab Sulawesi Utara. Tetapi, Bonita
sempat berujar Maluku dan di sanalah tanpa ada konflik tim diantara kami, saya
menuliskan Maluku pada kertas jawaban.
Proses Penyisihan ala Ranking 1 |
Allhamdulillah
jawaban itu mengantarkan kami masuk ke Babak Final bersama tim Manajemen. Di
babak final, kami harus melawan 3 tim lain (2 dari Akuntansi dan 1 dari
Manajemen). Setelah melewati Pertanyaan Wajib, kami melaju ke The Real Cerdas
Cermat (soalnya udah mencet-mencet bel) bersama 1 tim Akuntansi dan 1 tim
Manajemen. (FYI : 1 tim akuntansi gugur di babak pertanyaan wajib).
Di pertanyaan
rebutan tanpa pengurangan nilai ini, gregetnya dapet banget karena rebutan
menjawab yang ditentukan lewat bel. Nah masalahnya, tim kami agak telat mencet
bel dan kurang lama menekan bel (maklum, wanita perlu kelembutan. Sementara dua
tim lain full cowok)
Pertanyaan
yang diujikan seputar keislaman, keindonesiaan, fakultas, dan ekonomi. Di
tengah pertanyaan rebutan dnegan pengurangan nilai, tim manajemen terpaksa
didiskualifikasi karena supporternya ketauan memberikan jawaban. Alhasil
melajulah kami (2 Tim Akuntansi smt 4 yang temenan
tapi beda kelas) untuk merebutkan…apa ya. Saat itu saya tidak tahu apa
hadiahnya. Dengan kata lain, saya juga tidak tahu apa yang ingin saya raih.
Hanya kemenangan juara 1, benarkah itu ?
Setelah
melewati berbagai pertanyaan yang sungguh menguras memori 2 tahun ke belakang,
gelombang teriakan supporter KECE yang fenomenal, pengurangan nilai yang
menghadirkan pressure tersendiri,
panas dingin karena malu juga, finally
kami keluar dengan skor 4000. Sementara tim lawan 1750.
Tetapi,
permainan belum sleesai, readers.
Kami harus mempertaruhkan minimal skor kami untuk sebuah pertanyaan penentu
kemenangan. Tim kami mempertaruhkan 2000, sementara tim lawan dengan hebatnya
mempertaruhkan skor mereka seluruhnya.
Pertanyaan
penentu itu dilengkapi dengan intermezzo
yang panjang dan rumit hingga menghadirkan bias pada pertanyaan. Tapi, saya
membisikkan jawaban pada Bonita sesuai yang saya tangkap. Meski di sana sempat
ada miss diantara kami (karena Bonita
mengira ‘Siapa Pengganti Dirut Bank Mandiri?’ sementara saya mengira ‘Siapa
Pengganti Menteri Keuangan?’) Jawaban tim kami dan tim lawan sama-sama benar,
tapi tim kamilah yang allhamdulillah keluar sebagai Juara dengan skor 6000. Overall, saya tahu anak akuntansi itu
hebat-hebat. Selamat untuk kalian juga, Lutfi dan Abrar.
Saya dan Bonita bersama Piala Bergilir |
Pesan yang mau
saya sampaikan dalam postingan ini adalah niat kami. Niat kami yang tidak
pernah sampai ingin masuk ke Final ataupun membawa pulang Piala Bergilir Dekan
(Jadi, ternyata hadiahnya piala bergilir, sertifikat dan uang tunai).
Piala Bergilir Dekan |
“Iseng aja mau
ikutan.” Itu yang mungkin keluar dari mulut Bonita, tapi kalau saya bukan
iseng. Haya ingin mencoba ikut meramaikan suasana Milad FEB dan ingin bermain
ala Ranking 1 yang seru. Sebenarnya ada pergolakan batin, antara malu, takut
nggak bisa jawab, takut paling aneh. Tetapi, entaah ya semua mengalir begitu
saja saat kami melewati permainan tersebut.
Dan harus saya
katakan, kalau Bonita adalah team mate
yang super sekali buat saya. Yang namanya tim, nggak mungkin banget nggak ada
persaingan ego membenarkan jawaban masing-masing. Tetapi, bersama Bonita saya
merasa ada kepercayaan tersendiri yang membuat saya mengalah akan ego, juga ada
ketenangan dan penerimaan tanpa penyesalan. (maaf kalau berlebihan, saya masih
pada jalur aman kok hehe)
Contoh nih,
saat pertanyaan Negara yang pertama menjajah. Saya refleks menuliskan ‘Portugis’
lalu ragu ketika jawaban sudah terngkat di atas. Tetapi, di situ—meski dengan
tekanan—Bonita bilang “Tapi, jawaban aku juga Portugis. Kalau jawaban kamu apa
emang?”.
Lalu, di
pertanyaan lagu Poco-Poco, otak saya seperti mendengungkan jawaban Sulawesi Utara.
Sudah sempat menulis ‘S’ juga, tetapi Bonita berbisik dan bilang Maluku. Lalu
seketika, tangan saya menuliskan Maluku. Buat saya, itu pergolakan yang sangat
hebat. Karena kalau saya lebih menekan pada ego, bisa saja saya memperjuangkan
jawaban Sulawesi Utara saya pada Bonita. Tetapi, entah kenapa saya seakan
mengalah dan langsung percaya pada Bonita.
Lalu, ada lagi
saat pertanyaan wajib lainnya yaitu pasar dengan satu pembeli. Awalnya Bonita
sempat berbisik ‘pasar persaingan tidak sempurna’, tetapi saya mencoba
menengahi ‘bukannya monopsoni ya bon?’ . lalu tanpa perdebatan, tetapi
didasarkan kepercayaan (mungkin) kami menjawab monopsoni dan benar.
Tapi, tidak
semuanya berbuah manis. Ada jawaban keraguan kami yang hanya berani kami
dengungkan berdua, padahal jawaban tersebut benar. tetapi, kami tidak
menyalahkan satu sama lain karena tidak menjawab, tetapi hanya saling berbagai
kekecewaan. Kami juga tidak menyalahkan saat jawaban kami salah dan poinnya
terpaksa dikurangi. ”At least, kita
sudah mencoba menjawab.” Itu kata Bonita
Overall, rasanya ini semua bukan soal
niat, tetapi ketulusan kita menjalani. Itu yang saya simpulkan sendiri.
Bagaimana ketulusan rakyat-rakyat KECE berdiri dan bersorak saat tim kami
menambah poin, bagaimana ketulusan mereka meneriaki nama kami, atau
menyampaikan dukungan via sms dan
twitter sampe bikin hashtag #fitlovebon
(yang ini teman saya emang imajinasi tinggi, berasa kompetisi besar haha but anyway thank youuu guys). Bagaimana
emosi mereka keluar untuk membela kami yang sempat dikira diberitahu jawaban,
bagaimana mereka rela meninggalkan kelas demi melihat kami. Haha so
thankieeees, KECE-ers
Ini dia rakyat Kece yang rela mendukung dengan volume super bass |
Yang special
juga nih, buat Ibu Manajer Sella yang rela pulang larut karena ikut khataman
Quran dan penyerahan hadiah. Terima kasih telah setia menjadi manajer super
sekaligus tim dokumentasi. Kecup buat kalian semua KECE-ers pokoknya.
Proses Penyerahan Hadiah yang diabadikan Ibu Manajer |
Tahun depan,
pertahankan lagi ya piala bergilir untuk KECE. Kalau bisa yang masuk grand final KECE semua. Aamiin.