Halo readers!
Entah kenapa sulit sekali memulai
kata pertama di postingan pertama dalam Februari ini. Juga postingan pertama
setelah lama meninggalkan blog.
Setelah menjalani jadwal UAS yang
begitu mencekik, saya langsung menghibur diri dengan melibatkan diri bergabung
dalam acara kelas ke Puncak. Awalnya sih nggak mau ikut, tapi finally ikut juga di H-1.
Anyway, postingan kali ini bukannya ingin menceritakan bagaimana
dingginnya puncak ataupun perkebunan teh yang perlahan mulai menggundul. Saya rasa
semua orang sudah tahu banyak tentang itu.
Postingan kali ini adalah tentang
pengalaman 10 hari saya yang begitu mengesankan. Liburan ini, saya freelance 10 hari, allhamdulillah salah
satu resolusi 2013 untuk mencicipi bagaimana rasanya bekerja sudah saya penuhi
di tahun ini. Lebih bersyukurnya lagi di sebelum umur saya benar-benar berganti
kepala (ups)
Okay, proses melamarnya begitu mendadak, karena saya mengantar
lamaran dan ditraining pada hari yang
sama. Lalu lusanya langsung mulai bekerja di penempatan yang berbeda-beda. Kerjanya
juga sendiri. Jadi, saya benar-benar masuk ke lingkungan baru dan orang-orang baru sendirian. Tanpa siapapun
yang saya kenal.
Freelance sebagai Duza (Duta Zakat) selama 10 hari sebenarnya tidak
terlalu melelahkan, karena hampir 80% nya saya haya duduk diam. Tetapi, ada
banyak pelajaran yang saya dapatkan.
‘apa yang kamu dapatkan hari ini adalah hasil kerja keras kemarin’
Hari ke-2 merupakan penghasilan
yang cukup besar dan dibandingkan hari-hari lain, dan jika harus merunut ke
belakang, maka hari ke-2 adalah hasil kerja keras di hari pertama.
Hari pertama bekerja di tempat
baru, orang baru, dan lingkungan baru membakar semangat saya yang begitu besar.
Ya, meski sebelumnya sempat menyasar saat menuju kantor saya bekerja. Hari pertama
itu, saya menyusuri 7 lantai gedung
bertingkat plus 2 lantai bawah tanah (basement).
Berhenti di setiap lantai dan menitipkakan flyer,
mengenalkan diri dan mengingatkan para karyawan untuk membayar zakat. Saya bergerak
ke sana kemari di tempat yang baru tanpa ada ragu, yang saya inginkan di hari
itu cuma satu, yaitu memberitahu mereka bahwa saya ada selama 10 hari untuk
memudahkan mereka membayar zakat secara tunai ataupun nontunai.
Hasilnya, di hari kedua, saya mampu
mengumpulkan dana zakat yang allhamdulillah lumayan. Lalu keesokkan harinya
semakin menipis karena yang saya kerjakan semakin sedikit. Keraguan saya justru
semakin tersemat, malu malu untuk melangkah. Khawatir kalau yang saya ajak justru
nonmuslim. Semua langkah yang saya kerjalan semakin sedkit, kemudian menyusul
dengan dana zakat yang mampu saya kumpulkan di keesokan harinya.
Tetapi, saya juga dapat mengambil
hikmahnya, karena di setiap saya hampir putus asa, Allah mengirimkan saya
secercah harapan. Semua pengalaman 10 hari plus plus ini mengajarkan tentang
itu.
Saat baru pertama mengirim
lamaran, saya begitu merasakannya. Kami (Saya, Sella dan Eva) mengantarkan
lamaran di salah satu Masjid di kawasan Sunter (Jakarta Utara). Tidak ada
satupun dari kami yang tahu pasti dimana persis Masjid itu berdiri. Kami hanya
berbekal alamat yang diberikan. Kami turun di Jalan yang tertera di alamat,
namun kami tidak langsung menemukan masjid tersebut. Kami menyusuri jalanan
yang cukup jauh, berdebu serta kendaraan-kendaraan besar pengangkut mobil-mobil
yang baru selesai diproduksi. Kami terus berjalan sesuai instruksi satpam—yang kami
tanyakan di awal—di teriknya matahari Rabu.
Hingga akhirnya, Sella (kalau
tidak salah) mulai menyerah dan mengusulkan agar kita bertanya pada satpam. Saat
kami berniat menyebrang untuk bertanya pada satpam, kami baru menyadari kalau pos
satpam yang ingin kami tuju (yang letaknya di seberang) ternyata telah berdiri sebuah Masjid—yang memang kami
cari. Akhirnya kami mengurungkan niat untuk bertanya, tapi lebih mendekat ke
Masjid untuk memastikan apakah benar kalau Masjid itulah yag kami cari. Dan jawabannya
benar.
Dari sini, saya belajar dan
menyadari dalam hati. Juga membenarkan sebuah ungkapan yang pernah saya baca. Intinya
begini ‘di saat kamu sudah mulai lelah
dan hampir menyerah, sesungguhnya kamu sudah dekat dengan tujuanmu’. Dan yapp,
benar sekali. Saat kami hampir menyerah untuk menemukan Masjid—yang kami cari—justru
sebenarnya kami telah dekat dengan Masjid itu. Intinya, jangan mudah
menyerahlah. Kita hampir dekat dengan tujuan kita.
10 hari++ ini membuka mata saya
dan memaksa diri saya merasakan bagaimana rasanya berada di tengah-tengah
kehidupan orang dewasa, juga glamournya
Jakarta. Bagaimana mereka yang
terpisahkan oleh tingkatan profesi juga bisa berinteraksi dan bercanda bersama,
meski juga ada yang terkesan otoriter dan menunjukkan kekuasaan.
10 hari++ ini juga membuat saya
merasakan bagaimana hecticnya Jakarta
di Senin pagi dan Jumat sore. Jakarta sudah benar-benar sesak oleh kendaraan
bermotor. Baik mobil, maupun motor. Yang makan tempat sudah pasti mobil. Mobil-bobil
besar yang hanya berpenumpang satu orang, atau bahkan hanya mengangkut satu
potong pakaian yang tergantung di kursi belakang penumpang. Tidak hanya itu
saja, plat nomor mereka juga kebanyakan—yang saya amati—memiliki urutan huruf
yang baik. Ada juga yang bisa merangkai nama. Tandanya ? sudah banyak
masyarakat Jakarta yang kehidupannya telah berada di kalangan menengah, tetapi
sudah pedulikah mereka dengan sesama?
Karena ditempatkan di salah satu
kantor pembayaran kredit mobil, saya jadi terapncing untuk memahami, mengenal
dan menghafal merk mobil. Kelihatannya simple, kuno atau apalah tapi honestly saya memang tidak hafal dan
tidak peduli dengan merk mobil yang ada di Indonesia. 10 hari++ ini membuat
saya mengamati merk mobil, juga plat nomornya selama membelah kemacetan pagi
dan sore menuju tempat kerja.
Jika dulu, saya bercita cita
untuk bekerja di Jakarta, menjadi bagian dari salah satu gedung bertingkat yang
menyesaki Sudirman, maka kali ini saya agak sanksi. Pasalnya, kemacetan Jakarta
sungguh menguras waktu dan emosi. Baru tahu kenapa saat itu salah satu teman
saya (Sella) pernah bilang begini
kira-kira, ‘Gue mah pengen kerja di daerah. Pokoknya keluar dari Jakarta. Gue udah
bosen sama Jakarta’. Okay, now I know
kenapa Sella bicara begitu. Dan saya juga baru tahu, mengapa setiap weekend banyak orang menuju Puncak.
Puncak begitu tenang, jauh dari kebisingan dan kesemrawutan Jakarta. Tidak heran
jika orang-orang yang telah bergelut dengan kemacetan Jakarta selama 5 hari
ingin mencicipi udara puncak yang begitu segar meski hanya kurang dari 24 jam. ‘Jakarta
keras, men’. Sella sering banget bilang begitu, tapi ternyata aspal Jakarta nggak
sekeras pemiliknya. Toh kalau hujan menggguyur beberapa jam, maka beberapa hari
kemudian aspalnya langsung rusak dan membentuk lubang-lubang baru yang siap
diisi oleh air jikala hujan datang. Baru menyadari kalau tugasnya Pak Jokowi
memang begitu berat membenahi Jakarta.
Kenapa saya memilih trade off freelance selama 10 hari ? Padahal saya punya banyak stock anime
dan drama yang menggoda untuk ditonton. Jawabannya karena saya punya tujuan
akhir dari proses 10 hari ini, dan saat 10 hari itu berakhir pada 7 Februari,
saya memang tidak mendapatkan tujuan yang saya inginkan dengan manis.
Ekspektasi saya yang begitu
indah, serta skenario pikiran yang sudah saya siapkan tidak dapat terpenuhi semuanya.
Ada banyak orang yang ingin saya bahagiakan, juga ini itu yang ingin saya
penuhi. Tapi, tentu saja saya hanya memiliki kemampuan terbatas. Yang jelas,
keluarga jadi orang pertama yang mencicipi hasil kerja duduk saya plus menahan
kantuk.
Dan saya tidak pernah merasakan
kenyang yang sekenyang ini. Saya nggak nafsu makan, nggak mau makan apapun
karena terlampau bahagia melihat senyum kebahagiaan mereka yang hadir oleh
kerja duduk saya. Hoho.
Untuk 10 hari++ ini, saya
menemukan sebuah kalimat dari salah satu cleaning
service di tempat saya freelance.
Saat itu sedang makan bekal buatan ibu, dan katanya ‘Kalau masih dibawaiin bekal, artinya orang tuanya masih sayang’. Kata-kata
itu terasa begitu ngeJLEB dan mengahrukan buat saya pribadi, karena hampir setiap
hari bawa bekal. Baik ke kampus, maupun freelance.
Meski endingnya tidak semanis yang saya harapkan, bukan berarti saya
memlilih untuk tidak berceritakan ? Saya pasti ngeshare, karena 10 hari++ itu, plus
plusnya adalah value yang tidak
dapat saya dapatkan di bangku kuliah.
Baiklah, cerita ini saya akhiri
dengan kebahagiaan dan penuh rasa syukur.
Bye, readers.
3 comments:
selamat atas kerja keras'y,hehehe
glad to read that. hehe.
trus ada niatan kerja dimana lagi nih ??
sepertinya akan mencari lagi, bon
Post a Comment