Nah mari kita kembali ke Desember…oh nggak bisa ya?
Mari kita lihat apa yang terjadi di Desember kemarin pada negeriku tercinta, Indonesia..
Football Fever. Yeah. That’s right.
Semuanya…dari sabang sampai merauke…dari anak kecil sampe tua-tua keladi…dari cowok sampe cewek…dari tukang becak sampe politisi. Semua nggak pandang bulu…semua menyerukan INDONESIA..semua bersatu mengobarkan semangat untuk Tim Squad Garuda yang dinahkodai Firman Utina.
Semua tempat bagaikan lautan darah dengan kaus merah putih yang digunakan, yang dijual di pinggir jalan (trotoar). Semua mendukung Timnas untuk menyabet gelar juara di Piala AFF.
Desember 2010, karena sepakbola mereka bersatu…karena Indonesia, mereka menyingkirkan kepentingan lain. Semua menunjukkan kecintaan mereka kepada Timnas dengan caranya masing-masing. Semua bahagia … semua tertawa ... semua bernyanyi … semua berbesar hati pada akhirnya menerima bahwa Indonesia untuk kesekian kalinya hanya bisa sampai final, bukan juara. Semua tertawa … semua tersenyum … semua, readers. Ya, semua…mereka masyarakat Indonesia.
Februari 2011, semua berbalik, kerusuhan terjadi di Cikeusik, lantas disusul Temanggung. Korban berjatuhan, banyak kerusakan.
Masih adakah yang sama? Ya, masih. Merah
Merah tak pernah lepas, jatuhnya korban sama saja dengan pertumpahan darah. Mereka yang beringas sama saja dengan emosi membara merah di dalam jiwa. Mereka masih masyarakat Indonesia yang sama. Mereka yang berubah beringas, menjadi hakim jalanan. Mereka yang tersulut emosinya. Mereka yang mengatasnamakan agama.
Cukup. Jangan ada lagi kerusuhan karena SARA, jangan ada lagi kerusuhan karena apapun. Kita Indonesia, kita pernah menjadi bangsa yang besar, yang menghargai pahlawannya…yang berduka saat Gusdur dan Pak Harto meninggal…yang memantau TV saat mereka akan dikuburkan. Betapa kita peduli dengan mereka, betapa kita menyayangi mereka dan bisa memaafkan mereka.
Kita, bangsa Indonesia bisa lebih terhormat dibandingkan negri tetangga, bisa lebih lunak di hadapan bangsa asing, lalu mengapa kita sesama bangsa Indonesia, yang sudah sangat jelas berlatar belakang sama, mencari makan di tanah Indonesia menjadi lebih beringas antarsesama, menjadi hakim jalanan antarsesama Indonesia? Mengapa ? Bukankah ini lucu?
Kita..bangsa Indonesia pernah duduk bersama, menatap acara TV yang sama, berdoa bersama untuk kemenangan Timnas…meneriakkan INDONESIA bersama. Kita pernah melakukannya, dan betapa indah persatuan itu, betapa ciamiknya kerukunan dan tawa membaur antara yang kaya dan miskin, golongan satu dengan yang lain.
Moment-moment itu bukan yang terakhir untuk Indonesia, moment-moment kebersamaan itu masih bisa kita ciptakan kembali dan berekelanjutan … persatuan … kerukunan … perdamaian
Dimulai dari diri sendiri…orang lain…Indonesia…lalu dunia.
Jangan hanya karena bola…
Jangan hanya karena bencana…
Baru kita semua bisa bersatu untuk Indonesia
Jangan hanya karena itu
Karena kita masyarakat majemuk … karena kita bangsa yang besar … karena perjuangan pahlawan di masa lalu … karena kita lahir di tanah yang sama … karena kita mencari makan di tempat yang sama … karena kita punya zamrud khatulistiwa … karena kita bangsa yang terhormat … karena kita menyayangi Indonesia.
Karena itulah seharusnya kita bersatu, bukan hanya karena bola, bukan hanya karena bencana. Mereka hanya salah satu, yang utama kita bersatu karena kita menyayangi dan mencintai ibu pertiwi.
Masih adakah yang sama? Ya, masih. Merah
Merah tak pernah lepas, jatuhnya korban sama saja dengan pertumpahan darah. Mereka yang beringas sama saja dengan emosi membara merah di dalam jiwa. Mereka masih masyarakat Indonesia yang sama. Mereka yang berubah beringas, menjadi hakim jalanan. Mereka yang tersulut emosinya. Mereka yang mengatasnamakan agama.
Cukup. Jangan ada lagi kerusuhan karena SARA, jangan ada lagi kerusuhan karena apapun. Kita Indonesia, kita pernah menjadi bangsa yang besar, yang menghargai pahlawannya…yang berduka saat Gusdur dan Pak Harto meninggal…yang memantau TV saat mereka akan dikuburkan. Betapa kita peduli dengan mereka, betapa kita menyayangi mereka dan bisa memaafkan mereka.
Kita, bangsa Indonesia bisa lebih terhormat dibandingkan negri tetangga, bisa lebih lunak di hadapan bangsa asing, lalu mengapa kita sesama bangsa Indonesia, yang sudah sangat jelas berlatar belakang sama, mencari makan di tanah Indonesia menjadi lebih beringas antarsesama, menjadi hakim jalanan antarsesama Indonesia? Mengapa ? Bukankah ini lucu?
Kita..bangsa Indonesia pernah duduk bersama, menatap acara TV yang sama, berdoa bersama untuk kemenangan Timnas…meneriakkan INDONESIA bersama. Kita pernah melakukannya, dan betapa indah persatuan itu, betapa ciamiknya kerukunan dan tawa membaur antara yang kaya dan miskin, golongan satu dengan yang lain.
Moment-moment itu bukan yang terakhir untuk Indonesia, moment-moment kebersamaan itu masih bisa kita ciptakan kembali dan berekelanjutan … persatuan … kerukunan … perdamaian
Dimulai dari diri sendiri…orang lain…Indonesia…lalu dunia.
Jangan hanya karena bola…
Jangan hanya karena bencana…
Baru kita semua bisa bersatu untuk Indonesia
Jangan hanya karena itu
Karena kita masyarakat majemuk … karena kita bangsa yang besar … karena perjuangan pahlawan di masa lalu … karena kita lahir di tanah yang sama … karena kita mencari makan di tempat yang sama … karena kita punya zamrud khatulistiwa … karena kita bangsa yang terhormat … karena kita menyayangi Indonesia.
Karena itulah seharusnya kita bersatu, bukan hanya karena bola, bukan hanya karena bencana. Mereka hanya salah satu, yang utama kita bersatu karena kita menyayangi dan mencintai ibu pertiwi.
0 comments:
Post a Comment