Mesin Waktu Denisa
by
Fitria Wardani
“Maki, ayo tangkap bolanya! Kenapa hanya
diam saja?,” tanya seorang gadis cilik berusia 5 tahun. Geraknya lincah
mengejar bola yag menggelinding tanpa tuan. Wajahnya menyiratkan kebahagiaan
khas anak kecil. Rambutnya yang pendek dengan keriting menggantung bergerak
bebas bersama angin sore. Kedua pipi coklatnya yang bulat begitu menggemaskan.
Aku memandanginya begitu seksama,
seperti pernah melihatnya di suatu waktu tertentu. Tetapi, otakku tak juga
menemukan jawaban siapa gadis cilik yang bermain bola itu. Begitu juga dengan
seorang remaja putri yang dipanggil Maki olehnya.
“Maki, kenapa hanya diam? Apa sudah
bosan bermain denganku?,” tanya gadis
cilik itu dengan mata yang membulat indah sambil menghampiri Maki.
“Tidak, Denisa-san. Aku sangat senang
bermain denganmu. Ayo bermain lagi. Aku janji akan menangkap bolanya,” ujar
gadis remaja berkulit cerah yang bernama Maki itu. Dari logat bicaranya,
nampaknya Maki adalah orang Jepang asli.
Maki dan Denisa kembali asik bermain
bola di taman belakang rumah. Aku duduk mengamati di bangku taman yang begitu
nyaman. Pandanganku terbawa oleh bola yang menggelinding bergantian ke arah
Maki dan Denisa. Dua gadis berkulit berbeda yang berbahagia, seolah ada ikatan
darah antara mereka berdua. Tawa riang keduanya yang menyelimuti suasana taman
di sore hari tiba-tiba terhenti oleh sebuah suara yang menggelegar.
“Denisa-san..Denisa-san...dimana kamu?
Apakah ingin bersembunyi dari Pangeran Roti yang tampan ini?.”
Sosok tinggi yang menjulang, berkulit
terang seperti Maki masuk ke taman dengan plastik yang menggantung di
lengannya. Usianya sekitar 20an. Alis matanya tebal dengan dagu yang runcing.
Tubuhnya tegap dan wajahnya tampan khas pria Jepang. Siapa lelaki ini? Aku
menyipitkan mata hingga menggosok-gosok tak percaya. Apa aku telah jatuh dalam dunia
komik-komik Jepang yang kubaca?, tanyaku dalam hati.
“Pangeran Yukiiii,” teriak Denisa sambil
menghambur ke arah pria tampan yag bernama Yuki itu.
“Apakah itu cara yang pantas untuk
menyambut pangeranmu?,” tanya Yuki sambil melipatkan kedua tangan di depan
dadanya . Wajahnya menyiratkan kecewa dan tidak suka. Tapi, tentu saja itu
sebuah tipuan untuk Denisa.
Denisa menghubungkan dua telunjuknya
sambil menundukkan kepala. Seperti ingin menangis dan ketakutan. “Aku tidak
bisa menyambut Yuki-kun seperti yang Yuki-kun inginkan. Karena Yuki-kun begitu
tinggi,” ujar Denisa penuh pembelaan dengan manis dan lugu.
Yuki seketika memosisikan tubuhnya dalam
keadaan berjongkok di hadapan Denisa. Sedetik kemudian Denisa langsung mencium
pipi Yuki dan memeluknya erat. Aku terperanjat kaget melihat kelakuan gadis
cilik itu.
“Aku telah menyambut Yuki-kun dengan
cium dan peluk. Apa Pangeran Yuki membawa roti lezat?,” tanya Denisa sambil
melepas pelukannya.
“Tentu saja. Pangeran Yuki si Pangeran
Roti tidak akan pernah ingkar janji. Dan...hari ini Pangeran Yuki akan
memberikan hadiah untuk Denisa-san,” jelas Yuki sambil memberikan sebuah boneka
kelinci biru.
“Lucuuu sekali. Apa ini untuk Denisa?,”
tanya Denisa sambil tak henti mengagumi boneka di tangannya.
“Iya. Namanya Momiji. Kalau kangen
dengan Pangeran Yuki, katakan saja pada Momiji. Wajah Momiji akan berubah
menjadi Yuki,” jelas Yuki.
Keceriaan di wajah Denisa hilang
perlahan “Apa Pangeran Yuki akan pergi jauh? Apa Pangeran Yuki akan
meninggalkan Denisa, makanya memberikan Momiji ?,” tanya Denisa bertubi-tubi.
Matanya mulai memerah.
Yuki nampak gelagapan, mencari jawaban
untuk pertanyaan gadis cilik di hadapannya. Tapi, syukurlah Maki membantuya
keluar dari keadaan itu.
“Denisa-san, apa kamu tidak ingin
membagi rotimu denganku?,” tanya Maki yang masih memeluk bola di belakang
Denisa.
“Iya, ayo kita makan roti dari Pangeran
Roti. Kalau sudah dingin, rotinya tidak akan lezat,” tambah Yuki.
“Baiklah,
tapi aku akan memanggil Nyonya Suzuki. Dia juga harus makan roti lezat dari
Pangeran Roti,” ujar Denisa sambil berlari masuk ke dalam rumah.
Maki dan Yuki tertinggal di taman
belakang dengan wajah yang sama-sama terlipat murung.
“Aku akan membujuk Okasan untuk mengajak Denisa-san pulang bersama kita,” ujar Maki
lebih kepada dirinya sendiri.
“Maki-chan, apa kamu ingin membuat
Denisa-san terpisah dari kedua orangtuanya?,” tanya Yuki kaget.
“Tapi, aku akan sangat kesepian jika
tidak ada Denisa-san. Lagipula, Kak Yuki sebenarnya juga tidak ingin berpisah
dengan Denisa-san, bukan?,” tanya Maki sambil berlalu.
“Tapi, bagaimana dengan perasaan orang
tuanya? Pikirkan itu, Maki-chan,” teriak Yuki yang menghentikan langkah Maki
“Denisa-san anak yang baik. Setelah
besar, dia pasti akan mencari kedua orang tuanya”
to be continued
0 comments:
Post a Comment