November 4, 2014

Mesin Waktu Denisa

Mesin Waktu Denisa
by
 Fitria Wardani



“Maki, ayo tangkap bolanya! Kenapa hanya diam saja?,” tanya seorang gadis cilik berusia 5 tahun. Geraknya lincah mengejar bola yag menggelinding tanpa tuan. Wajahnya menyiratkan kebahagiaan khas anak kecil. Rambutnya yang pendek dengan keriting menggantung bergerak bebas bersama angin sore. Kedua pipi coklatnya yang bulat begitu menggemaskan.

Aku memandanginya begitu seksama, seperti pernah melihatnya di suatu waktu tertentu. Tetapi, otakku tak juga menemukan jawaban siapa gadis cilik yang bermain bola itu. Begitu juga dengan seorang remaja putri yang dipanggil Maki olehnya.

“Maki, kenapa hanya diam? Apa sudah bosan bermain denganku?,”  tanya gadis cilik itu dengan mata yang membulat indah sambil menghampiri Maki.

“Tidak, Denisa-san. Aku sangat senang bermain denganmu. Ayo bermain lagi. Aku janji akan menangkap bolanya,” ujar gadis remaja berkulit cerah yang bernama Maki itu. Dari logat bicaranya, nampaknya Maki adalah orang Jepang asli.

Maki dan Denisa kembali asik bermain bola di taman belakang rumah. Aku duduk mengamati di bangku taman yang begitu nyaman. Pandanganku terbawa oleh bola yang menggelinding bergantian ke arah Maki dan Denisa. Dua gadis berkulit berbeda yang berbahagia, seolah ada ikatan darah antara mereka berdua. Tawa riang keduanya yang menyelimuti suasana taman di sore hari tiba-tiba terhenti oleh sebuah suara yang menggelegar.

“Denisa-san..Denisa-san...dimana kamu? Apakah ingin bersembunyi dari Pangeran Roti yang tampan ini?.”

Sosok tinggi yang menjulang, berkulit terang seperti Maki masuk ke taman dengan plastik yang menggantung di lengannya. Usianya sekitar 20an. Alis matanya tebal dengan dagu yang runcing. Tubuhnya tegap dan wajahnya tampan khas pria Jepang. Siapa lelaki ini? Aku menyipitkan mata hingga menggosok-gosok tak percaya. Apa aku telah jatuh dalam dunia komik-komik Jepang yang kubaca?, tanyaku dalam hati.

“Pangeran Yukiiii,” teriak Denisa sambil menghambur ke arah pria tampan yag bernama Yuki itu.

“Apakah itu cara yang pantas untuk menyambut pangeranmu?,” tanya Yuki sambil melipatkan kedua tangan di depan dadanya . Wajahnya menyiratkan kecewa dan tidak suka. Tapi, tentu saja itu sebuah tipuan untuk Denisa.

Denisa menghubungkan dua telunjuknya sambil menundukkan kepala. Seperti ingin menangis dan ketakutan. “Aku tidak bisa menyambut Yuki-kun seperti yang Yuki-kun inginkan. Karena Yuki-kun begitu tinggi,” ujar Denisa penuh pembelaan dengan manis dan lugu.

Yuki seketika memosisikan tubuhnya dalam keadaan berjongkok di hadapan Denisa. Sedetik kemudian Denisa langsung mencium pipi Yuki dan memeluknya erat. Aku terperanjat kaget melihat kelakuan gadis cilik itu.

“Aku telah menyambut Yuki-kun dengan cium dan peluk. Apa Pangeran Yuki membawa roti lezat?,” tanya Denisa sambil melepas pelukannya.

“Tentu saja. Pangeran Yuki si Pangeran Roti tidak akan pernah ingkar janji. Dan...hari ini Pangeran Yuki akan memberikan hadiah untuk Denisa-san,” jelas Yuki sambil memberikan sebuah boneka kelinci biru.

“Lucuuu sekali. Apa ini untuk Denisa?,” tanya Denisa sambil tak henti mengagumi boneka di tangannya.

“Iya. Namanya Momiji. Kalau kangen dengan Pangeran Yuki, katakan saja pada Momiji. Wajah Momiji akan berubah menjadi Yuki,” jelas Yuki.

Keceriaan di wajah Denisa hilang perlahan “Apa Pangeran Yuki akan pergi jauh? Apa Pangeran Yuki akan meninggalkan Denisa, makanya memberikan Momiji ?,” tanya Denisa bertubi-tubi. Matanya mulai memerah.

Yuki nampak gelagapan, mencari jawaban untuk pertanyaan gadis cilik di hadapannya. Tapi, syukurlah Maki membantuya keluar dari keadaan itu.

“Denisa-san, apa kamu tidak ingin membagi rotimu denganku?,” tanya Maki yang masih memeluk bola di belakang Denisa.

“Iya, ayo kita makan roti dari Pangeran Roti. Kalau sudah dingin, rotinya tidak akan lezat,” tambah Yuki.

 “Baiklah, tapi aku akan memanggil Nyonya Suzuki. Dia juga harus makan roti lezat dari Pangeran Roti,” ujar Denisa sambil berlari masuk ke dalam rumah.

Maki dan Yuki tertinggal di taman belakang dengan wajah yang sama-sama terlipat murung.

“Aku akan membujuk Okasan untuk mengajak Denisa-san pulang bersama kita,” ujar Maki lebih kepada dirinya sendiri.

“Maki-chan, apa kamu ingin membuat Denisa-san terpisah dari kedua orangtuanya?,” tanya Yuki kaget.

“Tapi, aku akan sangat kesepian jika tidak ada Denisa-san. Lagipula, Kak Yuki sebenarnya juga tidak ingin berpisah dengan Denisa-san, bukan?,” tanya Maki sambil berlalu.

“Tapi, bagaimana dengan perasaan orang tuanya? Pikirkan itu, Maki-chan,” teriak Yuki yang menghentikan langkah Maki


“Denisa-san anak yang baik. Setelah besar, dia pasti akan mencari kedua orang tuanya”

to be continued

0 comments:

© My Words My World 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis