Well ini review kedua tentang Perahu Kertas. Sebelumnya,
saya pernah membuat review singkat juga tentang Perahu Kertas. Hemm sebenarnya
yang sebelumnya itu bukan review, karena lebih banyak menuturkan excited dan
perasaan menjadi korban setelah membaca novel karya Dee
tersebut.
And then, for this time, I’m not sure I will make review for
that movie (again).
Kalau dilihat dari postingan review Perahu Keras (novel),
maka sekitar 2 tahun yang lalu saya membacanya. Efeknya suka ngegalau sendiri kalau rindu seseorang dan berharap radar Neptunus bisa menyampaikan, tanpa saya
yang harus bicara langsung ke orang itu kalau saya rindu.
Perahu Kertas ingin dibuat film tidak pernah terbayang dalam
pikiran saya, tapi berita itu datang dari sahabat saya, Radini sekitar beberapa
bulan yang lalau. Bahkan dari akun Facebooknya jugalah kemudian saya melihat teasernya.
Mendengar opening
dalam teaser dan opening film itu sendiri cukup membuat saya selalu merinding
bahagia. Ajaib, padahal cuma 2 kata. Tapi, sungguh emang ajaib dua kata itu.
“Dear, Neptunus”
And then finally, kemarin saya menonton Film Perahu Kertas. Jujur
aja dari awal pas tahu siapa cast
yang jadi Kugy agak kecewa karena rasanya terlalu muda aja. Padahal Kugy ini
nggak sampe stuck jadi mahasiswa aja
tapi beranjak dewasa dan bertemu dalam dunia kerja. Tapi, saat ngeliat
aktingnya Maudy Ayunda meranin Kugy rasanya ngalir aja dan nggak kecewa. Aneh
dan uniknya ‘dapet’ banget.
Kalau cast yang
jadi Keenan sih…hehe no comment deh.
Habis dariawal emang udah suka banget sama Adipati, jadi daripada saya komentar
subjektif.
Karena sudah hampir 2 tahun yang lalu baca novelnya, jadi tidak
semua detailnya saya ingat betul. Hanya beberapa yang benar-benar membekas.
Tapi, entah kenapa kok rasanya banyak part
yang hilang dari novel itu ya di dalam film atau mungkin hanya urutannya saja
yang tidak sesuai dengan novel.
Yang jelas, saya merasa chemistry
Kugy dan Keenan kurang dihadirkan saat mereka masih sering bersama dalam geng
Pura-Pura Ninja itu. Tahu-tahu, mereka sudah pisah dan sibuk dengan urusan
masing-masing.
Terus nih ya, yang sangat saya sayangkan kata-kata favorit bagi saya yang diungkapkan Ojos di novel
tidak dimasukkan dalam script oleh Dee. Yaa emang sih kan
nggak mesti sama kata-kata yang di novel ada juga di film tapi gimana dong ya,
suka banget sih sama kata-katanya Ojos yang di novel,
“Dari pertama kita jadian, gue
selalu berusaha ngejar dunia lo. Tapi lo bukan cuma lari, lo tuh terbang. Dan
lo suka lupa, gue masih di Bumi. Kaki gue masih di tanah. Gimana kita bisa
terus jalan kalo tempat kita berpijak aja beda”
Lalu, seperti yang pernah saya baca
tentang komentar orang lain, maka saya memebenarkan satu hal. Jendral Pilik
tidak terlalu disorot di bagian pertama ini. entah ya, bagaimana di bagian
kedua nanti. Yang pasti, kejadian yang menimpa Jendral Pilik (yang akan ada di
bagian Kedua dalam film) nyaris membuat saya menitikkan air mata saat membaca
di novel. Bahkan, salah satu teman SMA saya justru menangis karena akhir kisah
hidup si Jendral Pilik itu. Selain itu, menurut saya pribadi, sosok Jendral
Pilik nya jauh sekali dari bayangan saya. Saya menggambarkan si Jendral Pilik
ini bertubuh tambun diantar teman-temannya, pemberani dan juga tegas.
Tapi sudahlah, setiap orang punya
isi kepala yang berbeda dan hasilnyapun pasti berbeda.
Ohya, satu lagi yang membuat saya agak kecewa. Seingat saya,
di malam tahun baru itu Keenan sempat menghubungi ponsel Kugy tetapi Kugy
terlambat untuk mengangkatnya. Saat Kugy mengirimkan pesan karena tidak
mengenal nomor si penelpon, ponsel Keenan justru dimatikan. Rasanya itu bagian
yang sangat menyakitkan dan #jleb banget.
Iya, kalau tidak salah ada bagian itu di novel. Tapi saya
akan mencoba melihatnya lagi nanti. Hehe.
Satu point yang tidak pernah saya bayangkan adalah, ada
bagian yang mengocok perut di ujung cerita. Padahal seingat saya jarang sekali
tertawa saat membacanya. Tapi, Hanung Bramantyo dan Dee
sanggup mengemas pernikahan Eko dan Noni dengan sangat apik. Lucu banget asli !
Okay, sebenarnya saya bukan pengkririk Film yang baik. Tapi
Perhu Kertas ini dari castnya aja bintang-bintang terkenal, soundtracknya
menyejukkan hati dan sepertiinya saya harus menunggu hingga Oktober untuk
bagian kedua.
Saya pernah ingat kata senior saya, kalau kita tidak mungkin
membandingkan antara film dan buku karena itu pasti akan berbeda. Sama halnya
dengan kita yang tidak mungkin membandingkan rasa mi dan bakmi.
0 comments:
Post a Comment