Hampir 6 bulan berlalu, setelah kamu tidak pernah bertanya
‘kenapa’. Satu kata tanya itu ternyata menyebalkan ya? Kalau kita menggunakannya
di masa ini, maka kita akan mendapat jawaban yang cukup klise dan tak kalah
menyebalkan, yaitu “Ih kepo banget sih”.
Tapi, tanya ‘kenapa’ itu tidak akan kubalas dengan “ih kepo
banget sih” jika kamu yang bertanya di 6 bulan yang lalu.
6 bulan ya, dear.
Hampir setengah tahun. Semuanya singkat, sesingkat pesan yang kukirim dan kamu
balas. Sesingkat proses kita mengakhiri segalanya. Aku juga tidak mengerti
mengapa menuliskan ini. Jujur, ini tanpa latar belakang ataupun perencanaan
dalam kerangka pikirku. Ini berbeda dengan segala tulisan rinduku untukmu yang
sengaja kusiapkan hanya untuk kamu.
Lalu, kenapa? Aku juga tidak tahu. Bukan berarti aku masih
menginginkanmu dan mengharapkanmu. Tidak. Tidak sama sekali, dear. Kita saling lepas dan kuyakin
telah sama-sama bahagia. Bahagia itu
tidak mesti dengan orang baru, bukan?
Bahagia itu
sederhana. Kamu bisa bahagia karena dirimu sendiri. Ya, karena kamu dan Dia.
Lalu, terciptalah bahagia. Sederhana seandainya kita bisa lebih bersyukur
dalam menjalani kehidupan.
Jadi, seperti ini, dear....aku
belum tidur. Bukan terkena insomnia
atau apa. Hanya belum mencoba tidur dan ingin menulis. Dan kamu selalu menjadi
objek tulisanku. Bagaikan bercerita padamu dan kamu mendengarnya. Seperti 6
bulan yang lalu, saat kamu selalu mendengarkan ceritaku lewat sambungan telpon.
Mungkin kita harus berterima kasih kepada Tuhan yang telah menciptakan seorang
Alexander Graham Bell.
Baiklah, aku tidak ingin berlarut-larut. Cukup malam yag
telah larut. Menuliskan kenangan itu sangat menyenangkan. Kalau dulu menuliskan
kenangan tentangmu rasanya pilu. Maka, saat ini tidak lagi.
Yang masih kukenang dan kutertawakan sendiri adalah saat
kamu mendongengkan jalan cerita SAW 3 lewat telpon padaku. Aku terlalu pengecut
untuk menonton film itu. Berbagai tumpahan darah dan adegan yang hanya bikin
ngilu membuatku tak menyelesaikan film itu. Maka itu, kamu menceritakannya
padaku. Dari bibirmu, langsung ke telingaku. Anehnya, cerita yang mengalir dari
bibirmu tak lagi membuatku takut, ngilu atau apapun itu. Yang ada hanya satu,
aku bagaikan didongengkan oleh kamu. Aneh untuk segelintir atau bahkan banyak
orang. Tetapi itulah kita. Hubungan kita nampak abnormal, jika orang awam tahu
yang sebenarnya.
Nah, itu yang membuatku selalu tertawa sendirian setiap
mengingatnya. Yang selanjutnya adalah saat aku merasa rindu kepada kamu.
Jawabannya dalah main game sama kamu
di tengah malam. Game yang hanya aku,
kamu dan sepupuku yang tahu. Game
tengah malam yang secara tidak sadar membuat aku lebih kenal kamu. Lebih tahu
kamu.
Tapi, itu 6 bulan yang lalu. Sekali lagi ya, dear. Aku sama sekali nggak punya maksud
apapun karena aku suka sekali menulis. Dan menuliskan tentang kamu ataupun kenangan
kita adalah tulisan yang mengalir dari hati, tanpa perlu pemikiran yang keras.
Terima kasih, dear.
Happy life for us
00.44 am
00.44 am
0 comments:
Post a Comment