July 14, 2011

Farewell & Heart's Boy


Setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan, ya memang klise.

Banyak yang benci sama hal itu tapi ada juga yang kreatif yang menjadikannya lirik lagu.

Gue ? bencikah dengan perpisahan?
Nampaknya tidak, hanya saja gue terlalu cengeng dengan hal yang satu itu.

Entah karena melankolis gue yang over atau lebay atau emang wajar.
Gue selalu sedih dengan adanya perpisahan…terutama berpisah dengan teman sekolah gue.

Saat tiba waktunya gue melepas seragam merah putih, gue nangis karena itu berarti gue harus berpisah sama temen-temen gue yang udah bareng mengisi hidup gue (aduh lebay ah) selama 6 tahun. Mulai dari masih ingusan dan suka marahan sampe akhirnya menjemput masa puber kita.
Yang berat lagi perpisahan ini bukan cuma berpisah sekolah tapi karena gue akan pindah rumah juga.
Gue nangis sambil peluk-pelukan dengan sahabat SD gue (ada 5).

Saat tiba waktunya mengakhiri masa Sekolah Menengah Pertama, gue juga ngerasa sedih, cuma yang ini nggak sampe keluar air mata.
Gue juga sedih karena harus berpisah dengan 2 sahabat gue, ya berpisah karena akan berbeda sekolah tapi life must go on. Nggak mungkin jugakan gue meratapi perpisahan itu.

Nggak mesti nangis sih, tapi hati gue suka tersentuh…terharu…dan akhirnya berkaca-kaca terus menyeka air mata kalo ‘si perpisahan’ datang menjemput.

Pernah sekitar 1 bulan yang lalu, gue datang ke sekolah adek gue buat jadi tukang jeprat- jepret karena adek gue yang masih kelas 1 SD (waktu itu) mau baca puisi dalam rangka Pelepasan Siswa Kelas VI .
Di bagian puncak acara, anak-anak yang mau dilepas itu alias siswa siswi kelas VI menyanyikan lagu Hymne Guru dan ada pembacaan puisi di tengah-tengah lagu.
Si pembaca puisi itu tiba-tiba menangis dan terbata dalam menyelesaikan puisinya. Kecepatan air matanya lebih cepat dibandingkan kecepatan kata yang keluar dari bibirnya, and then entah angin dari mana tenggorokan gue tercekat…gue ikut ngerasa terharu. Mata gue udah berkaca-kaca. Anak-anak yang nyanyi juga udah pada tumpah tuh air matanya, terus gue ngelirik guru-guru mereka. oh para Pahlawan Tanda Jasa itu terlihat mengambil tissue dan mengusapkannya ke wajah bagian atas, yang gue simpulkan adalah mata, yang gue simpulkan lagi mereka menangis..

Honestly, gue ngerasa aneh dan bodoh banget. Gue nggak kenal sama mereka, mereka juga nggak kenal sama gue, yang mau berpisah adalah mereka satu sama lain bukan gue lalu kenapa gue ikut terbawa kesana?

Gue seperti ranting kering yang terbawa arus (oooh lebay)

Lalu gue meyakinkan diri untuk nggak perlu ikutan sedih meski sama-samar gue ingat masa pelepasan gue waktu itu dan jadi inget temen-temen gue.
Aarghh sudahlah fit !
Gue masih memerhatikan mereka yang masih bernyanyi di panggung. Hampir semua anak perempuan pipinya basah, ya anak perempuan.
Tiba-tiba gue penasaran bagaimana raut wajah dan perasaan anak laki-laki menghadapi perpisahan itu.
Dari beberapa wajah yang gue tangkap, raut wajah mereka adalah BIASA AJA… nggak ada air mata…nggak ada pipi basah karena air mata, kalau keringat mungkin iya…nggak ada muka sedih…nggak ada rasa haru..nggak ada dalam mata telanjang gue.

Dari 3 jenjang perpisahan yang gue lewati, nggak ada satupun yang gue lihat ada cowok nangis atau seenggaknya sedih saat perpisahan. Sekalipun temen gue yang melambai di SMP, dia tetep aja cengengesan tuh kayanya.


cowok itu memang cenderung cuek, mereka nggak mudah terbawa perasaan.
Hati mereka kuat, sekuat diri mereka agar dapat melindungi cewek.


Seketika gue langsung mikir, gue pengen punya hati cowok setidaknya saat ‘si perpisahan’ datang menjemput agar gue melewati semua itu tanpa haru, air mata, kesedihan tapi cukup dengan BIASA SAJA.



0 comments:

© My Words My World 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis