Kebanyakan orang mengejar sesuatu yang ingin mereka miliki dengan berbagai upaya serta perjuangan dan pengorbanan yang begitu besar, sekalipun nyawa mereka menjadi taruhannya. Lalu saat sesuatu itu telah mereka miliki dan mereka genggam, tidak sedikit dari kebanyakan orang itu menjaganya dengan tidak hati-hati. Karena merasa telah memiliki sesuatu itu, maka tidak ada kesungguhan dalam menjaganya, bhakan bisa dikatakan begitu acuh.
Contohnya banyak, mulai dari hal kecil aja. Masa-masa menggebet . untuk ngedapetin cewek yang disuka, nggak sedikit kok cowok yang rela berkorban ngelakuin segala cara supaya cewek itu bisa jadi pacarnya. Setelah udah jadi pacarnya, awalnya masih sayanggg banget tapi seiring berjalannya waktu, tidak sedikit cowok yang hliang rasa kesungguh-sungguhannya, bahkan bisa aja jadi acuh.
Keadaan itu nggak jauh beda sama Indonesia. Sudah sangat sulit memperjuangkan suatu daerah untuk direbut dari bangsa lain, dengan darah dan keringat pahlawan tapi setelah berada di genggaman daerah itu justru seolah ditelantarkan dan dipinggirkan.
Entah apa alasannya, apa karena daerah itu berada di paling timur Indonesia ?
Gue juga nggak tahu.
Fakta yang menarik dan baru gue tahu adalah Pulau Irian Jaya (Papua) itu ternyata luasnya 3,5 kali dari Pulau Jawa. Wauuuwww !
Kita yang sedang berebut lahan dan oksigen di pulau Jawa, serta berdoa supaya air laut menunda untuk menenggelamkan Pulau Jawa, nyatanya harus membuka mata kalau di Timur Indonesia sana ada suatu wilayah yang lebih luas dan mampu menampung kita.
Jangan tanya kekayaan apa yang terkandung di dalamnya, tapi cukup tahu saja kalau di Mimika Papua terdapat sebuah perusahaan Negara adidaya yang berafiliasi dengan PT. Freeport Indonesia.
Mereka mengeruk emas, tembaga dan perak untuk dipasarkan di penjuru dunia. Mereka mengeruk dari perut bumi Indonesia, perut bumi Papua yang diperjuangkan 50 tahun lalu.
Jika dipasarkan ke seluruh penjuru dunia, harusnya Papua menjadi provinsi terkaya di Indonesia atau paling tidak sejajar dengan provinsi lain, seperti Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dll bukan ?
Ya, Papua memang memiliki pendapatan perkapita Rp. 11.000.000 tapi 45% penduduknya berada dalam kemisikinan. Sungguh ironis menurut gue. Itu menandakan hanya segelintir orang yang menikmati manfaat dari hasil alam Papua yang begitu berlimpah, lalu sisanya kemana ?
Waduh gue juga nggak tahu. Fakta-fakta di atas juga baru gue ketahui beberapa hari yang lalu.
Mendengar kata Papua, yang terlintas pasti manusia berkulit coklat kehitaman dengan koteka dan bambu panjang di tangannya. Atau penembakan karyawan PT. Freeport Indonesia.
Beberapa minggu lalu, sebelum SEA GAMES merajai stasiun TV swasta maupun nasional—seperti saat ini—layar kaca Indonesia diliputi kabar mengenai Papua yang memanas. Penembakan karyawan PT.Freeport seperti berlangsung setiap hari.
Jujur kalau mendengar kata Papua, yang terbayang dalam pikiran gue adalah Raja Ampat . suatu tempat yang seperti surga, katanya. Gue sendiri belum pernah lihat langsung, palingan lewat gambar atau tayangan di TV tapi asli emang keren banget dan gue pengen banget ke sana dibanding Bali.
Saat mendengar kata Papua, yang gue bayangkan adalah langit-langitnya yang cerah seperti digambarkan dalam film Denias garapan Ale & Nia Sihasale.
Saat mendengar kata Papua, gue selalu ingat dengan tradisi mereka yang unik, perang antar suku yang diakhiri dengan bakar batu.
Papua punya banyak potensi menurut gue. Tidak hanya dari sumber daya alamnya, tetapi juga sumber daya manusia. Terbukti dari pemenang olimpiade Fisika yang berasal dari Papua, pemain bola juga yang keren-keren aksinya, berasal dari Papua
Lalu, mengapa sepertinya Papua seolah terpinggirkan ? seolah dianaktirikan ? hingga mereka ingin memisahkan diri dari kesatuan NKRI ?
Apakah perhatian kita kurang kepada mereka ?
Mari kita tanya pada diri kita sendiri.